Jangan lupa like dan komen😊😘
.
.
.
***
Rambut putih itu tersibak di wajah putih mulusnya. Sara menggeliat. Tangannya meraba-raba sekitar. Mengingat semalam ia meletakkan bantal dan guling yang sangat banyak di sampingnya, tepatnya di antara dirinya dan Max.
Tetapi tangannya mengenai benda yang hangat dan sangat liat. Ia merasa sedikit aneh.
"Tidak mungkin bantal dan guling itu berubah rupa dalam semalam," gumamnya.
Namun, mengingat semua barang di rumah itu yang selalu aneh menurutnya, Sara merasa wajar saja. Ia terus meraba-raba dan sesekali mencubit benda itu. Sesekali bibirnya bergumam seraya tersenyum.
"Kalau gulingnya seperti ini sejak semalam, aku mungkin tidak akan kedinginan," gumamnya masih dengan mata tertutup.
"Apa tubuhku sangat bagus, sayang? Kau terus meraba dan mencubitnya sejak tadi."
Mendengar suara serak seseorang, Sara membuka matanya dan terkejut.
"Max?! Sejak kapan kau di sini?! Kenapa kau harus tidur di ranjang yang ini? Dan kemana guling yang membatasi kita?"
"Buenos días, mi esposa. (Selamat pagi, istriku). Bisakah kau bertanya satu persatu? Tapi, karena aku orang yang sangat baik hati, aku akan menjawab semuanya sekaligus."
Max berdehem menahan tawanya melihat Sara memelototkan matanya.
"Aku ada di sini sejak kau tidur dengan mulut terbuka."
Sontak saja Sara mengatupkan mulutnya yang sempat menganga tadi dan mendelik ke arahnya.
"Aku tidak seperti itu!"
"Urusan tidur di ranjang, ini ranjang milikku dan aku berhak tidur di sini. Aku tidak ingin tidur di sofa. Keras, tidak empuk. Lagipula kau adalah istriku yang sah."
"Apa kau ingin berdekatan denganku? Jangan mimpi, Max. Aku terpaksa menikah denganmu. Aku memang istrimu tapi kau tidak boleh menyentuhku!"
Max menyeringai. Tangannya sengaja diulurkan ke arah Sara yang langsung ditepis oleh perempuan itu.
"Semalam kau bersandar di pundak ini serta menyentuh mataku tanpa persetujuan. Dan yang lebih parah lagi, kau meraba dada dan perutku serta mencubitnya tadi."
Sara gelagapan. Ia ingat bagaimana dia menyentuh Max semalam. Kepalanya tanpa sengaja bersandar di pundak pria itu karena kantuk dan lelah yang luar biasa. Serta tangannya yang refleks menutup mata Max akibat gaun pengantin itu hampir melorot.
"I-itu ... aku tidak sengaja!" ujarnya berpura-pura ketus. "Lagipula kau yang mengambil kepalaku untuk bersandar padamu!"
"Ya, itu perbuatanku, dan kau tidak menolak 'kan? Bilang saja kau menginginkan sentuhanku. Tentang guling yang kau tumpuk di sini, aku membuangnya."
"Apa?! Ka-kau membuangnya? Bagaimana untuk malam nanti?"
"Aku tidak ingin ada pengganggu saat aku bersama istriku."
Jantung Sara tiba-tiba berdegup kencang. Ada rasa yang berbeda saat Max mengatakan bahwa ia istrinya. Entah bahagia atau sedih, Sara tidak bisa membedakannya.
"Apa yang terjadi dengan lehermu? Bekas apa itu?"
Sara tersenyum menyengir seraya menutup leher yang diperbannya semalam.
"Um .... Ini bukan apa-apa. Hanya luka ringan."
"Kenapa aku tidak melihatnya semalam?"
Tentu saja kau tidak melihatnya karena ditutupi riasan sialan itu.
Max bangkit dan meneliti bagian itu dengan mata tajamnya.
"Jangan menyetuhku, Max!"
"Ck, berhenti bergerak. Aku tidak akan menyentuh bagian yang lain."
Saat Max hendak mendekat, Sara bangkit juga dan berlari masuk ke kamar mandi.
"Sara!"
"Aku belum menggosok gigi!"
Max menggeleng-gelengkan kepalanya melihat reaksi Sara yang berlebihan.
"Dia gadis yang aneh," gumamnya.
***
Suasana pagi di mansion besar itu sangat ramai. Para maid di mana-mana sedang membersihkan seluruh penjuru bangunan besar itu.
Sara yang selesai mandi segera turun dan menuju ke dapur. Ada Adrian dan yang lainnya di sana.
"Adrian?"
Lelaki itu menoleh. Ia terkejut mendapati Sara ada di dapur.
"Ada yang anda butuhkan, Nyonya?"
"Aku bisa membantumu membersihkan apa saja di sini. Asal jangan menyuruhku memasak."
Adrian tersenyum simpul. Sepertinya Sara tidak malu menyatakan dirinya tidak bisa memasak.
"Tidak ada yang perlu dibantu, Nyonya. Semua pelayan sudah lengkap di sini."
Sara mendengus kesal. "Apa kau tidak tahu betapa bosannya di sini? Tidak ada yang bisa ku lakukan."
"Anda bisa jalan-jalan di taman di belakang mansion ini, Nyonya. Biasanya Tuan melakukan itu setiap pagi."
"Aku tidak suka taman," ketusnya.
Sara mendekat ke arah maid yang sedang mencuci sayuran di wastafel.
"Biarkan aku membantumu."
Maid itu hendak protes tapi melihat mata Sara yang berubah tajam, ia akhirnya membiarkan Sara melakukannya.
"Gracias. Kau boleh melakukan hal yang lainnya. Adrian?"
"Ya, Nyonya?"
"Biarkan dia membantumu."
"Ya?"
"Ck, kau tuli rupanya. Aku merampas bagiannya, kau harus membiarkan dia melakukan sesuatu yang lain," jelasnya dengan tangan yang terus mencuci sayuran itu.
"Maafkan saya, Nyonya."
"Ya, aku maafkan tapi kau harus berbicara santai padaku. Aku tidak mau kau melihatku sebagai orang lain di sini."
"Tapi anda Nyonya di rumah ini!"
"Itulah kenyataan yang tidak aku sukai. Aku Nyonya tapi bukan untukmu."
Adrian menganga tidak percaya dengan penuturan tidak masuk akal Sara.
"Say--"
"Jangan formal!" teriak Sara kesal.
"Astaga, maafkan aku, Nyo--"
"Sara!"
Adrian memutar bola matanya malas. Sara sesuka hatinya saja.
"Oke, maafkan aku, Sara."
Sara tersenyum lebar. Ia benar-benar tidak suka saat orang lain memandangnya lebih tinggi atau lebih rendah. Semalam ia membiarkan Adrian melakukan itu karena terdesak oleh pikiran takutnya.
"Ya." Sara memutar tubuhnya dan memandang satu persatu maid yang ada di sana. "Kalian semua harus memanggilku seperti itu. Jangan memakai nama depan yang aneh itu!" perintahnya seraya menunjuk ke arah mereka.
"Mengerti??"
"Ya, Nyo--"
"Sara! Kalian harus biasakan menyebut namaku. Sara! Sara O'connor!"
Para maid itu segera menunduk takut. Bukan karena mata tajam Sara yang menakuti mereka, tapi nama perempuan itu seperti nama anak tunggal pemilik perusahaan ternama di kota Madrid.
"Kalian merasa familiar?"
Sara terkekeh pelan. Kemudian ia membalikkan tubuhnya dan melanjutkan pekejaannya tadi.
"Jangan melihatku dari nama belakang yang aku sandang, aku tidak seperti yang kalian bayangkan. Putri mahkota perusahaan kertas di Madrid tidak memiliki kehidupan yang mewah seperti itu."
Adrian yang merasa kehidupan pribadi Sara sedikit tidak terbayangkan, ia mengisyaratkan semua maid itu bergerak dan berkerja dengan semestinya.
"Sara?"
"Ada apa, Adrian?" sahut Sara tanpa menoleh.
"Berbaliklah! Dan berhenti berisik!"
"Apa yang kau katakan? Berisik? Sial--- Max?"
Sara memelototkan matanya melihat Max berdiri bersandar di pintu dengan tangan yang bersedekap. Penampilannya tidak acak-acakan seperti saat bangun tidur tadi.
Mata Sara kembali melotot melihat Max berjalan ke arahnya dengan wajah datar. Meski bibirnya tersenyum, aura yang terpancar dari wajahnya membuat nyali Sara menciut. Ia menelan ludah kasar.
"Kenapa kau ke sini, Max?"
Tanpa menjawab, Max menarik tangannya keluar dari sana.
"Max? Hei, jawab aku! Max? Apa yang terjadi denganmu? Max?"
"Duduk!" perintah Max seraya menarik kursi di meja makan.
Sara mengusap pergelangan tangannya yang memerah akibat cengkraman Max.
"Kenapa kau menarikku begitu kasar? Apa yang kau inginkan?"
"Aku ingin kau menjauh dari sana. Jangan terlibat pembicaraan dengan siapapun di rumah ini kecuali meminta makanan," teriak Max marah.
Sara berdecih. Kemarahannya juga hampir mencapai puncak. Ia tak ingin seorangpun membatasi keinginannya.
"Aku tidak peduli! Yang aku inginkan kebebasan, bukan terikat dengan peraturan sialan dari mulutmu itu!"
Max mendekat dengan wajah mengeras. Ia menarik Sara agar duduk di atas meja itu.
"Aku suami yang mengikatmu!"
"Kau bukan suamiku! Kau pria jahat! Kau sama seperti Peter yang tidak punya hati!"
Meski hatinya sakit mengingat kenyataan itu, Sara tidak menangis. Ia harus kuat menghadapi kenyataan yang membawanya pada pria ini. Entah bagaimana perlakuan pria itu padanya, Sara ikhlas menerimanya.
Ia ingat bagaimana Peter menyebut nama ibunya yang selalu dikait-kaitkan dengan majunya perusahaan milik mereka. Jika Sara menerima pernikahan ini, berarti ibunya bahagia. Begitulah kira-kira maksud dari perkataan Peter yang berhasil ia pahami.
Max terkekeh mendengar itu. Moodnya yang tadi jelek kini berubah. Entah apa yang menyebabkannya, tapi mendengar alasan Sara tidak menerimanya sebagai suami terasa lucu baginya.
"Apa yang terjadi denganmu? Kenapa kau tiba-tiba tertawa?"
Max tersenyum yang membuat Sara bergidik ngeri. Bibirnya saja yang tersenyum tapi matanya tetap menunjukkan kemarahan.
"Kau memang istriku di luar sana, tapi di sini kau tetaplah seorang gadis pelunas hutang yang dijual oleh orang tuanya sendiri."
.
.
.
iklan**
.
Author : sekali lagi jan tertipu sama judul😂
Netizen : yakali gue tertipu sama lu, gue udah tau kalo lu bakal mancing gue. etapi ya, siapasih si sara sebenarnya kok gue penasaran ya masa cewe gasuka taman biasanyakan cewe suka yang begituan
Author : gue aja gasuka yang manis manis, mungkin aja si sara begituan
Netizen : lu kan rada songoongg, jadi gue maklumilah
Author : yelah gitu amat sih
Netizen : bodo amat
***
Love,
Xie Lu
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Sulisayaheaisyah Sulis
masih mengikuti alur
2022-12-12
0
Triiyyaazz Ajuach
nyariin apa sich bang itu si eneng udh cantik siap pergi gtu bang jgn dianggurin
2020-12-10
1
Uthie
mulai suka 👍
2020-09-12
1