Malam Pertama

Happy reading!😊😘

.

.

.

***

Di bawah taburan permata swarovski dengan lantunan melodi indah, kedua insan yang baru saja mengikrarkan janji suci itu bergerak mengikuti irama.

Mata Max tak hentinya menilik penampilan Sara, begitu pula sebaliknya.

"Ada yang salah dengan gaya rambutku?" tanya Sara.

"Sedikit berbeda dari gadis petualang yang pernah ku lihat."

"Tentu saja, aku berdandan untuk malam ini."

"Menjadi pengantinku memang diharuskan menjadi cantik, sayang," bisik Max di telinga Sara.

Pinggangnya ditarik Max agar menempel dan tangannya melingkar di leher pria yang berstatus sebagai suaminya itu.

"Jangan mengambil kesempatan, Max. Kau harus jaga jarak denganku."

"Kau istriku kalau kau lupa."

Sara terkekeh. "Aku hanya gadis pelunas hutang, Max. Bukan istri yang sebenarnya."

Max tersenyum penuh makna, mata birunya menajam. "Janji yang baru saja kita ikrarkan di hadapan Tuhan itu suci, Sara. Sebuah pernikahan itu suci, terlepas dengan cara bagaimana kau memasuki kehidupanku. Kita adalah satu dari jiwa yang berbeda."

Sara terkekeh lagi. "Kau menganggapku seperti itu karena rasa kasihan? Jika benar demikian, aku harap kau tetap pada sikapmu yang tegas. Aku tidak membutuhkan rasa simpati dari siapapun."

"Aku memang kasihan padamu karena kau tidak bisa menaklukan puncak Himalaya." Max terkekeh dengan tangan yang membelai pipi Sara. "Kau ingin sekali melakukannya, bukan? Tenang saja, suamimu yang tampan ini akan mewujudkan semua keinginanmu."

"Benarkah?" tanya Sara antusias.

"Tentu saja. Tapi...."

Sara mendadak lesu. Dia mengerucutkan bibirnya mendengar kata tapi yang penuh misteri itu. "Apa?"

"Aku akan memberitahumu nanti di kamar kita."

"Astaga, kau membuatku kesal."

Sara menggigit tuxedo Max karena kesal. "Kau bilang kamar kita? Berarti kita satu ranjang?"

"Tentu saja. Apa kau ingin tidur di lantai?"

"Kau sangat pelit." Sara mengerucutkan bibirnya. "Seorang perempuan cantik dan penuh kharisma sepertiku tidak diizinkan tidur di lantai. Bahkan untuk dudukpun, aku tidak boleh melakukanya."

"Aku tidak pelit, sayang. Aku sudah mengatakan akan memenuhi keinginanmu untuk menaklukkan puncak Himalaya."

"Semoga saja kau tidak mengingkari janjimu."

"Apapun untukmu, Nyonya Del Montaña!"

Sara memukul punggung Max. Dia memutar bola matanya.

"Kenapa kau memukulku?"

"Aku hanya ingin."

"Ingin memulai malam kita?"

"Kau?!" Sara mendelik sempurna. Matanya menatap tajam pada Max.

Merasa bahwa banyak ribuan telinga di tempat itu, Sara membenamkan wajahnya di ceruk leher Max. Dia merasa kikuk karena membuat para tamu kehilangan fokus mereka oleh teriakannya.

"Maafkan istriku, Tuan-tuan. Dia ingin segera ke kamar dan memulai malam milik kami berdua." Max menyeringai setelah selesai mengatakannya karena Sara sudah menggigit kerah jasnya di sana.

Para undangan hanya menggeleng dan tersenyum nakal melihat mereka berdua.

"Apa yang kau katakan, Max? Mereka mengira aku mesum."

"Sudah seharusnya. Ini akan menjadi malam milik kita berdua, Nyonya Del Montaña."

Sara bedecak, dia mengerucutkan bibirnya dan kembali memukul dada Max.

"Kau mesum, Max."

"Ingin coba?"

Pipi Sara merona, dia malu-malu mengerti arti perkataan Max.

"Tutup mulutmu, Max!"

Max terkekeh keras. "Kau berpikiran mesum? Astaga, Sara, aku mengajakmu olahraga malam, bukan menggali harta karun."

Sara mengerucutkan bibirnya kesal. Ia melepaskan pelukan Max di pinggangnya.

"Aku lelah," elaknya saat Max menatap dengan tatapan penuh tanya.

"Ayo ke sana!"

Max langsung menarik tangannya keluar dari ballroom hotel itu.

"Hei, kita kemana, Max?"

"Kau lelah, bukan?"

"Tapi, kenapa masuk ke mobil?"

"Kita harus pulang."

"Hah?! Bagaimana dengan pestanya?"

Max terkekeh. "Kau tidak lupa siapa suamimu yang tampan ini, bukan?" Ia membuka pintu mobil dan membiarkan Sara masuk. "Alex akan mengurus sisanya."

"Itu tamu istimewa, Max."

"Aku yang teristimewa di atas segalanya, sayang."

"Tukang pamer," sungut Sara.

Sopir yang bersiap di mobil itu segera membawa mobil itu memecah hiruk pikuknya malam di kota Madrid.

Sara menyandarkan kepalanya di kursi penumpang dan memejamkan matanya. Dia tidak berbohong tentang kelelahannya. Sepanjang hari dia harus mengeluarkan semua energinya melawan Peter yang berakhir dengan dirinya yang diikat dan sekarang telah jatuh di tangan pria di sampingnya.

"Menyandarlah di sini!"

"Aku baik-baik saja."

"Ayolah, jangan keras kepala. Di sini gratis untukmu semalam."

Sara berdecih tetapi tak urung juga dia menyandarkan kepalanya di pundak Max.

"Bagaimana? Feel it's better?"

"Hm. Empuk seperti batu," gumam Sara.

Max tertawa renyah mendengar penuturan tidak jelas perempuan itu. Empuk seperti batu?

"Apa otakmu bermasalah?"

"Apa maksudmu?"

"Empuk seperti batu?"

"Aku mengatakannya?"

"Kau mengigau?"

"Tidak," sanggah Sara seraya mengusap air liur yang menetes di sudut bibirnya.

"Astaga, kau ketiduran beberapa detik sampai mengeluarkan ilermu. Bagaimana nasibku kalau semalam bersamamu? Bisa saja ranjangku kebanjiran."

Sara membuka matanya. Ia mendongak ke arah Max dan pada saat itulah mata mereka bertemu.

"Kau baru menyadari kalau wajahku tampan?"

"Ya, seperti tarzan."

"Apa?!" tanya Max horor.

"Jambangmu banyak."

"Wow, aku menikahi perempuan yang hebat dalam memberi pujian," kekeh Max tidak percaya.

"Tentu saja."

Tak selang beberapa lama, mobil yang membawa mereka masuk ke sebuah bangunan yang Sara duga itu adalah rumah yang dimaksud Max.

"Ini rumahmu?"

"Ya."

"Astaga, kau mencuri dari mana sampai bisa membangun rumah sebesar ini? Aku pernah ke Taj Mahal tapi bangunan itu tidak sebesar ini."

"Kau melupakan siapa diriku, Sara."

"Aoh ... iya, iya. Aku sudah ingat. Karena itulah Peter menjualku padamu."

***

"Apa kita tidak bisa tidur berpisah?"

Max memberi tatapan penuh peringatan pada Sara. "Ingat perkataanku tadi, Sara. Jangan coba-coba melupakannya!"

"Yang mana? Oh, bagian menggali harta karun?"

"Kau siap?"

"Tentu saja, tapi ...."

"Hm?" Max mengangkat sebelah alisnya.

"Tapi-mu di pesta tadi belum kau beritahu alasannya."

"Oh, kau tidak mudah lupa, sayang. Aku akan mengatakannya pada saat yang tepat. Sekarang kau harus mandi agar kita bisa menggali harta karun yang masih tertimbun."

Sara menurut. Saat hendak membuka gaun pengantinnya, tangan Sara seakan tidak sampai pada ritsleting itu. Hendak meminta bantuan Max, tapi dia berpikir tidak baik rasanya menyuruh pria itu melakukannya.

Semakin ia berusaha menggapai punggungnya, ritslering itu seakan tidak bisa dilepas. Akhirnya, Sara menyerah. Meminta bantuan Max tidak ada salahnya.

"Max? Tolong aku!"

"Butuh bantuan, sayang?" Max mendekat.

"Tolong bukakan ritsletingnya."

"Ritsleting apa?"

"Gaun ini." Sara berbalik memunggungi Max, bermaksud memberikan ruang bagi Max untuk menarik ritsleting itu.

Namun, hal yang tidak terduga terjadi. Max memeluknya dari belakang dan menaruh wajahnya di ceruk leher Sara.

"Max?"

"Hm?"

"Tolong buka ritsleting gaunnya!"

"Biarkan aku seperti ini lima menit."

"Aku gerah, Max."

"Aku menaikkan suhu pendingin ruangan."

"Tapi baju sialan ini menghimpit rongga dadaku."

Menghela napas pasrah, Max melakukannya. Saat gaun itu hendak melorot, Sara segera menutup mata Max menggunakan tangannya.

"Jangan lihat!" ancamnya dengan nada dingin.

Max terkekeh. "Aku suamimu, Sara."

Max berusaha melepaskan tangan Sara tetapi tenaga perempuan itu lumayan kuat juga.

"Jangan buka atau aku akan menciummu!"

"Coba saja!"

"Astaga, Max. Please ...."

"Oke, aku berbalik." Max mengangkat kedua tangan ke atas. "Larilah sebelum aku menangkapmu!"

Sara celigukan mencari tempat yang ditujunya. "Dimana kamar mandi?"

Seketika Max tertawa. "Aku melupakannya."

Max berjalan ke sisi ranjang dan mengambil sebuah remote control dari sana. Kemudian menekan salah satu tombol sehingga muncul sebuah pintu berwarna keemasan di tempat tersembunyi.

"Wow, kau sangat kaya, Max."

Max hanya tersenyum tipis lalu kembali berbaring di ranjangnya dan menutup mata.

Sebuah pesan masuk membuka matanya. Max panik membaca isi pesan tersebut dan segera mengganti pakaiannya dengan pakaian casual.

Saat dia meraih pintu untuk keluar, disaat itulah Sara keluar dari kamar mandi.

"Max?"

"Maaf, aku punya urusan mendadak. Tidurlah, jangan menungguku!"

"Kau mau ke-- Astaga, dia bahkan tidak menciumku sedikit saja. Apa dia benar-benar serius dengan ucapannya tadi? Seorang istri? Janji suci? Aku tidak mengucapkannya dengan sungguh-sungguh di hadapan Tuhan tadi. Apakah itu sebuah dosa? Oh Kristus, benarkah aku akan terlepas dari statusku sebagai gadis pelunas hutang jika Max serius dengan ucapannya?"

Sara terdiam sejenak, mengatur napasnya yang tersengal-sengal sejak tadi. Jika bukan karena Peter menyinggung soal ibuny, sudah dipastikan ia akan kabur dari altar tadi. Ia membenci pernikahan ini.

.

.

.

iklan**

.

Author : cieeee.... ketipu sama judul ya😆😆😆😆

Netizen : gue buru-buru baca kirain ada adegan panas thor😑

Author : gue juga kena tipu, gue pikir mereka bakalan gali harta karun, ternyata enggak😆😆😆😆

Netizen : lu jahat thor, pehapein😑

Author : bodoamat, asal poinnya dikencengin biar imajinasi gue lancar trus ada adegan horor itu😆

Netizen : janji lu😃

Author : gak😄

Netizen : poin gue tahan😄😄😄

Author : 😭😭😭😭😭😭

Love,

Xie Lu♡

Terpopuler

Comments

Sulisayaheaisyah Sulis

Sulisayaheaisyah Sulis

di bikin salfok sama judulnya,,🤦🤣🤣🤣🤣

2022-12-12

0

Princess Juliet

Princess Juliet

masih mantau 🤭 oh Kristus nya ituloh thor 🤌🤌🤦🏻‍♀️

2022-03-07

1

Tatik Pkl

Tatik Pkl

Bab 1 garang dan nolak, bab 2 kok baik ke max. Cpt amat

2021-05-11

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!