Behind The Lies

Behind The Lies

Prolog

Jakarta, November 1995

Hujan lebat terus mengguyur pinggiran kota Jakarta. Jalanan licin dan air yang menggenang di jalan-jalan berlubang membuat keadaan kampung menjadi kotor. Tetesan-tetesan hujan juga menembus atap rumah satu petak. Seorang pria tengah duduk termenung di atas kasur kapuk yang sudah lepek, sementara bayi perempuan menangis menjerit di sebelahnya.

Beberapa jam yang lalu badai besar telah menerpa hidup pria itu. Dia tak pernah menyangka orang yang selama ini dia perjuangkan memilih pergi meninggalkannya.

“Kamu mau ke mana?” tanya Gusman pada sang istri.

“Aku mau pergi sejauh-jauhnya,” jawab Dewi sembari memindahkan pakaian dari atas rigen ke dalam tasnya. “Aku nggak bisa hidup susah terus,” sambung wanita itu sembari kembali memasukkan pakaiannya.

Jantung Gusman mencelus. Perlahan kedua matanya menatap sang bayi yang sedang terlelap. “Wi, kalau kamu pergi, terus anak kita bagaimana?” Dewi memang sudah sering bersikap dan mengancamnya seperti itu, biasanya Gusman mengira kalau Dewi hanya menggertak. Namun, kali ini Dewi tampak serius.

“Sama kamu saja. Aku tidak mungkin membawanya.”

“Maksud kamu apa?” Gusman mendekat dan berjongkok di depan istrinya yang sedang duduk di ranjang sembari merapikan barang-barang yang hendak dibawa. “Kamu kenapa? Ada apa, Wi?” tanya Gusman sembari meraih tangan Dewi.

Dewi berdecak. Dia membuang muka sembari menghela napas. “Siang tadi, aku seperti pengemis datang ke rumahmu untuk mempertemukan anak kita dengan kakek dan neneknya, tapi apa?" Dewi kembali menatap Gusman. "Mereka menghinaku, mengusir dan menginjak-injak harga diriku. Mereka melempar uang ke wajahku. Sudah cukup, Gus. Aku tidak sanggup lagi hidup seperti ini.” Dewi menangis tersedu-sedu.

“Aku sudah memperingatkan kamu, Wi, agar kamu tidak perlu datang ke sana, kita bisa mengurus hidup kita sendiri,” kata Gusman.

Mendengar tanggapan Gusman, Dewi semakin sakit hati. Dia segera menjauhkan tangannya dari tangan pria itu, lalu merogoh dokumen dari dalam tasnya. “Ceraikan aku,” ucapnya seraya memberikan dokumen tersebut.

Gusman terperangah. “Nggak,” tolaknya seraya bangkit, kemudian mundur perlahan.

Wanita berkulit putih tersebut lekas bangkit dan berdiri di depan pria yang baru satu tahun setengah dinikahinya. “Kalau kamu sayang sama aku, kamu harus lakukan,” katanya sembari mendekatkan dokumen tersebut ke dada Gusman.

Gusman tercenung menatap sang istri. Dia merasa seperti disambar petir di tengah malam saat suasana sedang tenang-tenangnya. “Kenapa kamu ingin berpisah dariku, Wi?” lirih Gusman.

Wanita dua puluh satu tahun itu lekas membelakangi sang suami. “Aku masih terlalu muda, aku nggak mau hidup seperti ini terus, Gus. Terkekang dalam kemiskinan bersama kamu.” Dewi kemudian menoleh. “Aku menyesal menerima kamu,” tambahnya getir.

Pria yang juga baru berusia dua puluh satu tahun tersebut menghambur memeluk wanita yang dicintainya. Beribu maaf rasanya tak cukup, dia bersalah karena telah membawa Dewi hidup sengsara. Sekarang dia hanya bisa menenggak liurnya sendiri, seolah baru saja menelan kata maaf yang seharusnya dia ucapkan.

Tergesa-gesa Dewi melepas pelukan Gusman. “Cinta butuh makan, cinta butuh pakaian, cinta bukan hanya butuh pelukan. Mana janji kamu selama ini? Orang tuamu yang kaya itu bahkan mengusir dan menghinaku berulang kali,” keluh Dewi.

Kalimat Dewi benar-benar telah menusuk ulu hati Gusman. “Kamu sendiri yang mengatakan kalau cepat atau lambat ayahku akan setuju dengan pernikahan kita, kenapa sekarang kamu menyerah?” tanya pria berkumis tipis tersebut. “Kita hanya perlu berjuang lebih keras lagi, Wi.”

“Lebih keras? Kamu sudah tidak memiliki apa-apa, bahkan status sebagai anak Ganjar Wijaya pun sudah bukan milikmu lagi, Gus, kamu lupa, ayahmu bahkan mengambil semua hakmu sebagai anak.”

Gusman terperangah. Dewi memang benar, hidupnya menjadi terasa sangat sulit, semua fasilitas dan haknya sebagai anak dicabut hanya karena dia menikahi perempuan miskin seperti Dewi. Perkataan sang ayah bahkan masih jelas terngiang di telinganya.

“Menikahi perempuan miskin seperti Dewi, kemungkinannya hanya dua, Gusman. Dewi yang menjadi seperti kamu, kaya raya dengan semua fasilitas yang Papa berikan, atau kamu yang menjadi miskin seperti Dewi.”

Karena kesombongan dan keangkuhan sang ayahlah, Gusman mendapatkan kemungkinan kedua itu, menjadi miskin seperti Dewi.

Dewi sendiri masih berusaha menahan tangis, dia kemudian memalingkan pandangannya dari Gusman, lalu menatap bayi mungilnya yang tengah terlelap tersebut. Dia menarik napas dalam dan mengeluarkannya perlahan. Dia ingin memeluk bayinya, dia ingin mengecup dan menyampaikan permintaan maaf karena tak bisa menjadi ibu yang baik. Namun, dia takut mengganggu tidur bayi mungilnya itu.

“Kamu urus anak kamu. Katakan padanya kalau aku sudah meninggal.” Dewi kemudian melangkah. Namun, Gusman menahan pinggangnya dari belakang.

“Wi, aku mohon tetap di sini, jangan pernah tinggalkan aku, setidaknya demi anak kita,” mohon Gusman.

“Seandainya aku tahu dari dulu kalau kamu hanya bergantung pada harta papamu saja, mungkin aku tidak akan dibutakan seperti sekarang. Aku tidak masalah menikahi pria biasa atau pria miskin sepertiku yang terpenting dia bertanggung jawab dan pekerja keras, daripada pria kaya sepertimu, tapi tak tahu caranya mencari nafkah, bahkan untuk beli air bersih saja susah,” ungkap wanita itu. Air matanya kembali terjatuh.

Perlahan tangan Gusman menjauh dari pinggang Dewi. Akhirnya semua ungkapan itu menyadarkannya. Dia merasa seperti dilempar jauh ke ujung langit dan terempas ke tempat asing yang sama sekali tak ada kehidupan untuknya. Jantungnya mencelus dan dadanya terasa sesak. Tubuh Gusman gemetar, bahkan terasa sangat dingin saat mendengar kalimat pernyataan Dewi. “Maaf, Wi, aku minta maaf,” desis pria tersebut menjatuhkan lutut ke lantai semen yang di dak.

Dewi tengadah sembari menarik napas. Dia melipat bibirnya ke dalam agar isakan tak keluar dari mulutnya, beberapa detik kemudian dia berbalik. “Sekarang kamu tandatangani ini. Lepaskan aku. Biarkan aku pergi karena aku bertanggung jawab untuk kebahagiaanku sendiri.”

Tangan Gusman gemetar mengambil bolpoin tersebut.Tubuhnya terasa merinding dingin. Entah air mata keberapa yang dia jatuhkan di hadapan Dewi bersama kegetiran yang melolong di tengah sunyinya malam.

Dengan sangat terpaksa Gusman menandatangani surat perceraian tersebut. Dia tidak ingin membuat Dewi hidup menderita. Jika ini yang Dewi inginkan maka coretan tinta diatas kertas tersebut telah mengakhiri pernikahannya.

Sama seperti Dewi yang merasa tertipu dengan janji Gusman. Gusman pun akhirnya menyadari kalau Dewi tak benar-benar mencintainya dan hanya menginginkan harta keluarganya saja. Sekarang bahkan wanita itu telah menghancurkan hidupnya.

Usai Gusman menandatangani dokumen tersebut, Dewi segera merampasnya. Jantung Gusman pun terasa seperti terampas dan terbawa angin malam. Kini dia hanya bisa meratapi apa yang baru saja terjadi. Tanpa ucapan selamat tinggal, tanpa pelukan, apalagi kecupan. Dewi pergi meninggalkan dirinya dan bayi mungil yang baru berusia enam bulan.

Terpopuler

Comments

Gal Gara

Gal Gara

Author berhasil membuat simpati di bagian awal. Nice

2024-05-18

0

Qirana Qirana

Qirana Qirana

sedih bacanya.. 😭 sampe banget ke ulu hati, ya Allah padahal baru prolog.. hiks.

2023-03-30

3

lihat semua
Episodes
1 Prolog
2 Pertemuan Pertama Setelah Sepuluh Tahun
3 Lara yang Berpendar di Kedua Matanya
4 Amarah
5 Berkunjung ke Panti Asuhan
6 Pertemuan Kedua
7 Bersembunyi Dari Masa Lalu
8 Reuni SMP
9 Sambung Cerita
10 Jeda
11 Berlanjut
12 Trauma
13 Jangan Ada Kata Putus
14 Nggak Mau Putus
15 Masih Sayang
16 Butuh Waktu
17 Segenggam Rasa Takut
18 Dikira Hamil
19 Rindu yang Pernah Dilupakan
20 Jangan Nama Itu
21 Membuat Laporan
22 Meminta Akses Sosial Media
23 Wajah Kecewa
24 Aroma Bayi
25 Tak Seharusnya Kamu Disini
26 Dosen Sastra Inggris
27 Teman Dari Surabaya
28 Asa
29 Keibuan
30 Namanya Iyash
31 Lupa Punya Angkasa
32 Salam Dari Dewi
33 Tamu dari Masa Lalu
34 Dia Siapa?
35 Iyash Bertemu Asa
36 Memberi Jarak
37 Hal Penting
38 Pria di Restoran
39 Menjadi Dewasa
40 Takdir Selalu Mempertemukan
41 Jangan Pernah Memaksakan Kehendak
42 Guru Les
43 Kembalikan ke Panti Asuhan
44 Surprise
45 Masalah Tidak Selesai Dengan Berbohong
46 Merenung
47 Surabaya, 2009
48 Lensa Kamera
49 Perkenalan Melalui Narasi
50 Ciuman Pertama
51 Bersedih Tak Harus Menyiksa Diri Sendiri
52 Rencana ke Jakarta
53 Pilih Kamu
54 Jakarta, RSCM
55 Memenangkan Hati
56 Kebenaran
57 Dimarahi
58 Mendapat Hukuman
59 Menyembuhkan Hati
60 Memberi Perhatian
61 Menyatakan Cinta
62 Pacaran
63 Kelulusan
64 Berkemah
65 Segala Isi Hati
66 Mencegah Aruna Pergi
67 Tidak Nyaman
68 Cewek Bar-Bar
69 Tempat kost
70 Wanita Bergaun Merah
71 Diluar Kendali
72 Kesunyian yang Mengerikan
73 Masih Memiliki Keluarga
74 Memutuskan Pergi
75 Hikmah Dibalik Musibah
76 Berhasil Melewati Masa Kritis
77 Lembar Terakhir Buku Diary Aruna
78 Satu Tahun Berlalu
79 Kabar Duka di Telinga Iyash
80 Fitnah Keji
81 Undangan Pernikahan Ashilla dan Angkasa
82 Masuk Rumah Sakit
83 Wanita di Bandara
84 Bukan Calon Istri
85 Semua Tak Lagi Sama
86 Mengumpulkan Puing-Puing Ingatan
87 Pelankan Suaramu
88 Angkasa pun Tak Dapat Membedakan
89 Tujuh Tahun Terakhir
90 Cuma Berpura-pura
91 Tuhan Mungkin Memberi Jalan Untuk Bertemu, tapi Tidak Untuk Bersatu
92 Akibat Berbohong
93 Sedikit Hiburan
94 Berharap Aruna Hamil
95 Tujuan Lain
96 Mengalah Pada Keinginan
97 Luka Yang Sudah Menyebar
98 Menyelimuti Kegundahan di Hatinya
99 Berhenti Membohongi Diri
100 Ikhlaskan
101 Pengakuan
102 Tidak Pernah Cekcok Bukan Berarti Cocok
103 Confession
104 Berkunjung
105 Akar Masalah
106 Terlempar ke Masa Lalu
107 Tuhan Mengirim Faran Pulang ke Bali
108 Dibawah Langit Basah
109 Jarak Antara Persahabatan dan Permusuhan
110 Pulang ke Rumah
111 Meratapi Kesedihan
112 Benang Merah
113 Pertemuan Singkat
114 Membawakan Calon Untuk Edgar
115 Ternyata Fans
116 Kejutan yang Gagal
117 Gagal Menikmati Kebahagiaan
118 Jangan Sebut Nama Laki-laki Lain
119 Mengalihkan Rasa Sakit
120 Abai
121 Kejutan Sebenarnya
122 Kabar Baik
123 Ucapan Selamat
124 Bicarakan Baik-Baik
125 Tak Pantas Ragu
126 Terlambat
127 Keriuhan Pesta
128 Keributan di Hari Istimewa
129 Malam Yang Gagal
130 Perpisahan Adalah Hal Terburuk
131 Merasa Dimiliki
132 Semoga Menjadi Pertentangan Terakhir
133 Tatapan yang Tak Biasa
134 Tidak Nyaman
135 Terjebak Di antara Dua Masa
136 Apa Ini Pertanda Buruk?
137 Selesaikan Satu-Persatu
138 Bukan Hari Terburuk
139 Pria Bekas Orang
140 Saling Berkaitan
141 Berdampak Buruk
142 Bagian Terberat
143 Duka
144 Pertanyaan Dijawab Pertanyaan
145 Cara Ikhlas : Berkomunikasi secara sehat dengan Masa Lalu
146 Permintaan Aruna
147 Surabaya Masih Sama
148 Bertemu Edgar
149 Selepas Magrib
150 Bukan Bulan
151 Demam
152 Harus Istirahat
153 Kebekuan
154 Permintaan Di Atas Perjanjian
155 Serba Mendadak
156 Bukan Pernikahan Impian
157 Tidak Akan Ada Malam Pertama
158 Bukan Akhir, Tapi Awal
159 Epilog
160 Pengumuman
Episodes

Updated 160 Episodes

1
Prolog
2
Pertemuan Pertama Setelah Sepuluh Tahun
3
Lara yang Berpendar di Kedua Matanya
4
Amarah
5
Berkunjung ke Panti Asuhan
6
Pertemuan Kedua
7
Bersembunyi Dari Masa Lalu
8
Reuni SMP
9
Sambung Cerita
10
Jeda
11
Berlanjut
12
Trauma
13
Jangan Ada Kata Putus
14
Nggak Mau Putus
15
Masih Sayang
16
Butuh Waktu
17
Segenggam Rasa Takut
18
Dikira Hamil
19
Rindu yang Pernah Dilupakan
20
Jangan Nama Itu
21
Membuat Laporan
22
Meminta Akses Sosial Media
23
Wajah Kecewa
24
Aroma Bayi
25
Tak Seharusnya Kamu Disini
26
Dosen Sastra Inggris
27
Teman Dari Surabaya
28
Asa
29
Keibuan
30
Namanya Iyash
31
Lupa Punya Angkasa
32
Salam Dari Dewi
33
Tamu dari Masa Lalu
34
Dia Siapa?
35
Iyash Bertemu Asa
36
Memberi Jarak
37
Hal Penting
38
Pria di Restoran
39
Menjadi Dewasa
40
Takdir Selalu Mempertemukan
41
Jangan Pernah Memaksakan Kehendak
42
Guru Les
43
Kembalikan ke Panti Asuhan
44
Surprise
45
Masalah Tidak Selesai Dengan Berbohong
46
Merenung
47
Surabaya, 2009
48
Lensa Kamera
49
Perkenalan Melalui Narasi
50
Ciuman Pertama
51
Bersedih Tak Harus Menyiksa Diri Sendiri
52
Rencana ke Jakarta
53
Pilih Kamu
54
Jakarta, RSCM
55
Memenangkan Hati
56
Kebenaran
57
Dimarahi
58
Mendapat Hukuman
59
Menyembuhkan Hati
60
Memberi Perhatian
61
Menyatakan Cinta
62
Pacaran
63
Kelulusan
64
Berkemah
65
Segala Isi Hati
66
Mencegah Aruna Pergi
67
Tidak Nyaman
68
Cewek Bar-Bar
69
Tempat kost
70
Wanita Bergaun Merah
71
Diluar Kendali
72
Kesunyian yang Mengerikan
73
Masih Memiliki Keluarga
74
Memutuskan Pergi
75
Hikmah Dibalik Musibah
76
Berhasil Melewati Masa Kritis
77
Lembar Terakhir Buku Diary Aruna
78
Satu Tahun Berlalu
79
Kabar Duka di Telinga Iyash
80
Fitnah Keji
81
Undangan Pernikahan Ashilla dan Angkasa
82
Masuk Rumah Sakit
83
Wanita di Bandara
84
Bukan Calon Istri
85
Semua Tak Lagi Sama
86
Mengumpulkan Puing-Puing Ingatan
87
Pelankan Suaramu
88
Angkasa pun Tak Dapat Membedakan
89
Tujuh Tahun Terakhir
90
Cuma Berpura-pura
91
Tuhan Mungkin Memberi Jalan Untuk Bertemu, tapi Tidak Untuk Bersatu
92
Akibat Berbohong
93
Sedikit Hiburan
94
Berharap Aruna Hamil
95
Tujuan Lain
96
Mengalah Pada Keinginan
97
Luka Yang Sudah Menyebar
98
Menyelimuti Kegundahan di Hatinya
99
Berhenti Membohongi Diri
100
Ikhlaskan
101
Pengakuan
102
Tidak Pernah Cekcok Bukan Berarti Cocok
103
Confession
104
Berkunjung
105
Akar Masalah
106
Terlempar ke Masa Lalu
107
Tuhan Mengirim Faran Pulang ke Bali
108
Dibawah Langit Basah
109
Jarak Antara Persahabatan dan Permusuhan
110
Pulang ke Rumah
111
Meratapi Kesedihan
112
Benang Merah
113
Pertemuan Singkat
114
Membawakan Calon Untuk Edgar
115
Ternyata Fans
116
Kejutan yang Gagal
117
Gagal Menikmati Kebahagiaan
118
Jangan Sebut Nama Laki-laki Lain
119
Mengalihkan Rasa Sakit
120
Abai
121
Kejutan Sebenarnya
122
Kabar Baik
123
Ucapan Selamat
124
Bicarakan Baik-Baik
125
Tak Pantas Ragu
126
Terlambat
127
Keriuhan Pesta
128
Keributan di Hari Istimewa
129
Malam Yang Gagal
130
Perpisahan Adalah Hal Terburuk
131
Merasa Dimiliki
132
Semoga Menjadi Pertentangan Terakhir
133
Tatapan yang Tak Biasa
134
Tidak Nyaman
135
Terjebak Di antara Dua Masa
136
Apa Ini Pertanda Buruk?
137
Selesaikan Satu-Persatu
138
Bukan Hari Terburuk
139
Pria Bekas Orang
140
Saling Berkaitan
141
Berdampak Buruk
142
Bagian Terberat
143
Duka
144
Pertanyaan Dijawab Pertanyaan
145
Cara Ikhlas : Berkomunikasi secara sehat dengan Masa Lalu
146
Permintaan Aruna
147
Surabaya Masih Sama
148
Bertemu Edgar
149
Selepas Magrib
150
Bukan Bulan
151
Demam
152
Harus Istirahat
153
Kebekuan
154
Permintaan Di Atas Perjanjian
155
Serba Mendadak
156
Bukan Pernikahan Impian
157
Tidak Akan Ada Malam Pertama
158
Bukan Akhir, Tapi Awal
159
Epilog
160
Pengumuman

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!