ARAGA YANG ABADI
Seandainya waktu bisa diputar kembali
Aku tidak akan berlabuh disana
Aku akan menahan rasa lapar saat itu
Kehidupanku dan dia mungkin akan berbeda saat ini.
Perseteruan ini membuatku lelah
Lelah menjalani kehidupanku yang panjang
Lelah menghadapi kenyataan
Satu-satunya keluarga yang aku miliki adalah musuhku
Telapak tangan kiri Araga membentur tangan kanan Khaga yang membuatnya terpantul ke belakang. Lalu mereka berdua terhuyung-huyung mundur.
Sambil bersalto ke belakang, Khaga melepaskan dua buah pisau yang melesat ke arah Araga dengan kecepatan kilat yang meninggalkan suara angin yang menderu.
Dalam posisi sulit, Araga melihat dua kilatan cahaya pisau ke arahnya, lalu dengan reflek dia mengayunkan tombak ditangannya menangkis kedua pisau tersebut.
Trang! Trang!
Kedua pisau terpantul ke tanah yang lembab oleh genangan darah. Tangan Araga merasa kebab kesemutan akibat benturan tombak dengan pisau.
Araga kembali terhuyung-huyung mundur dan hampir terjerembab namun masih sempat menopang badannya dengan tombak ke tanah untuk menahan tubuhnya agar tidak jatuh. Dadanya terasa sesak. Araga berusaha mengambil nafas bersiap jika ada serangan berikutnya.
Sekujur badannya penuh oleh luka-luka yang masih mengalirkan darah segar. Kakinya gemetar karena kelelahan melakukan pertempuran yang tiada berakhir ini.
Sementara Khaga terlihat mencoba berdiri mengambil nafas. Sepercik darah menyembur dari luka baru di lengan kanan Khaga terkena sayatan tombak Araga yang mengenainya.
Ketika kepulan debu di sekitar akibat pertarungan mulai memudar, terlihat disekeliling mereka ada ribuan tumpukan mayat berlumuran darah yang sudah mulai mengering. Berbagai senjata tombak, pedang, pisau, kapak, perisai tertancap, berserakan di sekitarnya bercampur debu dan darah.
Bummm!
Menit berikutnya terdengar ledakan dibarengi angin kencang yang menyapu kesegala arah. Khaga meledakkan auranya bersiap untuk menyerang kembali. Kemudian dia bergerak cepat kearah Araga.
Trang! Trang! Trang! Trang! Tring!
Hanya kilatan cahaya pedang yang beradu dengan tombak terlihat dari pertarungan tersebut. Entah berapa jurus sudah berlalu.
Set! Set ! Jleb! Duezz!
Gerakan mereka terhenti. Ketika debu pertempuran mulai memudar, tampak dua sosok mereka dengan tombak Araga menembus dada Khaga, sementara pedang Khaga menembus tenggorokan Araga.
Selama beberapa detik suasana hening, pandangan mata mereka berdua mulai gelap, terasa bau kematian di tempat tersebut.
Kemudian detik berikutnya mata mereka kembali cerah, mereka mulai sadar kembali. Araga kemudian menendang Khaga yang membuatnya terdorong mundur menyebabkan pedang Khaga terlepas dari tenggorokan Araga, begitu juga tombak Araga tercabut dari dada Khaga.
Mereka berdua mundur terhuyung-huyung, hampir jatuh bersamaan namun mereka masih sigap menopang tubuh dengan senjata masing-masing.
Mata mereka saling memandang sambil menarik nafas kembali dengan terengah-engah. Luka mereka mulai mengucurkan darah.
Hidup abadi bukan berarti mereka tidak bisa terluka. Mereka juga merasakan sakit akibat luka tersebut. Namun keabadian membuat luka mulai tertutup kembali, tetapi membutuhkan waktu selama proses penyembuhannya.
Hening.
Angin kembali tertiup, ini bukan pertarungan yang pertama kalinya bagi mereka, mungkin sudah ratusan kali mereka bertempur di berbagai tempat di belahan dunia ini. Rasa sakit yang dirasakan oleh Araga selalu membekas di hatinya. Luka luar bisa disembuhkan, namun luka hatinya tidak akan pernah sembuh.
Tak terasa hari mulai senja, suara erangan sekitarnya sudah tidak terdengar lagi, bau anyir darah mulai tercium dihembuskan angin membuat suasana medan pertempuran semakin mencekam.
Hanya mereka berdua yang masih berdiri di medan pertempuran ini.
Entah sudah berapa hari pertempuran ini berlangsung, semangat mereka untuk bertempur sudah mulai menurun karena kelelahan.
Manusia biasa tidak akan sanggup bertahan dalam pertempuran berhari-hari tanpa makan dan minum. Jika bukan karena kekuatan internal mereka, mungkin sudah ambruk pada hari kedua.
Khaga mencoba lagi untuk mengumpulkan semangat dan memperkuat auranya, namun dari mulutnya menyemburkan darah segar. Sambil memegang dadanya, Khaga berkata “Araga, aku masih akan menawarkanmu untuk bergabung demi masa kecil kita”.
“Tidak” jawab Araga singkat sambil menarik nafas untuk mengumpulkan sisa-sisa kekuatan.
“Aku tidak menyetujui rencanamu. Manusia berhak memutuskan pilihannya sendiri, kita tidak boleh mengatur mereka sesuai keinginan kita” lanjut Araga
“Manusia?”
Khaga pun tertawa kemudian meringis sambil menahan dadanya dengan tangan kiri.
“Mahluk fana yang bernama manusia telah lama rusak. Mereka tega berbuat semena-mena melakukan segala cara bahkan hal yang kejam sekalipun untuk kepentingan pribadinya. Mereka itukah yang kamu bela?” lanjut Khaga bertanya.
“Apa bedanya denganmu yang melakukan hal ini demi kepentinganmu sendiri” sahut Araga.
“Itu berbeda.” tungkas Khaga
“Aku melakukan ini untuk membangun tatanan baru kehidupan manusia yang damai di dunia ini” kata Khaga selanjutnya dengan pembenaran atas tindakannya.
“Lihat sekelilingmu. Inikah yang kamu sebut damai?” tanya Araga kembali.
“Untuk membentuk suatu yang baru, kadang kala kita harus memusnahkan yang sudah ada karena telah rusak” jawab Khaga dengan pembenarannya lagi dengan nada tinggi.
Mendengar jawaban Khaga, hati Araga semakin perih. Telah banyak teman, sahabat dan kerabatnya telah tewas akibat perseteruan ini.
“Kamu bukan lagi Khaga yang aku kenal. Kamu adalah Iblis berwujud manusia” kata Araga selanjutnya menahan amarahnya.
“Lihat dirimu, Araga.”
“Jika aku Iblis, apakah kamu merasa dirimu malaikat yang berkewajiban untuk menyelamatkan manusia?” tungkas Khaga sambil mencemooh.
“Apa yang kamu lakukan tiada bedanya denganku. Kita adalah sama. Aku dan kamu adalah eksistensi yang berbeda dengan mereka. Kita lahir untuk mengubah dunia” lanjut Khaga
Araga menghela nafas panjang mendengarkan kata-kata Khaga. Dia tidak menyetujui rencana Khaga. Araga lebih memilih untuk tidak ikut campur urusan manusia lainnya. Dan Araga percaya manusia bisa memperbaiki dirinya sendiri seiring perjalanan hidup manusia itu sendiri.
“Kamu sudah tahu pendirianku yang tidak akan pernah menyetujui rencanamu. Sekarang apa yang akan kamu putuskan?” tanya Araga
“Apakah kita akan melanjutkan pertempuran yang tiada akhir ini?” tanya Araga kembali sambil bersiap menggenggam tombaknya dengan erat.
Khaga yang juga merasa kelelahan menghela nafas kemudian menggelengkan kepalanya.
“Kita sama-sama sudah kelelahan. Demi masa lalu, kita hentikan pertempuran hari ini.” ujar Khaga.
“Tapi aku akan kembali mencarimu di masa depan. Saat itu aku akan membunuhmu dengan tanganku sendiri.” lanjutnya dengan tatapan yang tajam seperti pisau yang menusuk ke arah Araga.
Hati Araga kembali merasa teriris mendengar kata-kata Khaga, karena satu-satunya keluarga yang dia miliki berencana untuk membunuh dirinya. Sungguh ironis.
Araga tidak pernah berniat untuk membunuh Khaga. Dia beberapa kali menahan kekuatannya agar tidak membunuh keluarga satu-satunya. Araga berharap suatu saat Khaga akan sadar dan kembali menjadi saudara yang dia kenal.
“Mari kita membuat kesepakatan. Kita memilih jalan masing-masing tanpa saling bersinggungan” ajak Araga untuk berdamai sehingga tidak perlu bertarung lagi di masa depan.
Khaga melihat sekelilingnya, kemudian membalikkan badannya dan menjawab “Baiklah.”
“Kita sepakat memilih jalan masing-masing. Jika kamu menghalangi jalanku di masa depan. Kesepakatan ini berakhir. Jangan pernah lagi muncul di hadapanku atau aku akan membunuhmu” lanjut Khaga dengan ledakan aura dari tubuhnya yang membuat sapuan angin yang dahsyat kesekelilingnya.
Kemudian Khaga pun pergi menghilang di kegelapan malam.
“Oh Tuhan, sampai kapankah perseteruan ini berakhir” gumam Araga sambil memandang ke arah kepergian Khaga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
Defrin
sungguh hironis memang tali persaudaraan menjadi musuh bebuyutan
2023-11-17
0
AG Wira
"Satu²nya keluarga yg aku miliki adalah musuhku"
Sad bangt Othor
2023-05-29
3
lil'sky
Emang udah lama rusak, tapi ga semua
2023-04-24
1