Aku Bukan Pelakor

Aku Bukan Pelakor

Bab 1

Guncangan lembut terasa sedikit mengganggu saat seorang wanita bertubuh semampai itu sedang sibuk memoleskan foundation pada wajah oval seorang pengantin wanita di dalam sebuah kamar kru kabin yang berada di dalam kapal pesiar. Kamar yang cukup luas itu terlihat mewah dengan dilengkapi ornamen-ornamen yang terbuat dari marmer hingga membuatnya seperti berada di hotel bintang lima. Ruangan tersebut didominasi oleh warna cokelat muda, mulai dari pembatas setiap kamar, selimut, hingga langit-langit di atasnya. Sementara gorden yang terbuka menampilkan gulungan ombak dan awan putih yang menggantung di luar dengan sangat cantik. 

“Kamu tidak terganggu dengan guncangannya, ‘kan? Tidak apa lakukan pelan-pelan saja, lagi pula acaranya masih satu jam lagi,” kata sang mempelai wanita pada make-up artist-nya yang bernama Clarisa Evelyn. 

Evelyn tersenyum seraya mengambil bedak yang sesuai dengan tone kulit sang pengantin yang seputih susu agar tampak flawless. “Tidak masalah. Aku masih bisa mengerjakannya dengan baik. Guncangan ini tidak mengganggu sama sekali,” jawabnya dengan lembut. 

Wanita itu mulai membuka bedak dengan skin tone ivory yang cocok diaplikasikan pada wajah yang cenderung cerah. Setelah selesai, ia mulai mengambil beberapa lipstik dengan pilihan warna toasted brown, coral, peach, dan nude. Tak langsung ia mengaplikasikannya dengan cepat, melainkan Evelyn tampak memperhatikan terlebih dahulu final make-up yang diberikan untuk menggunakan warna lipstik apa yang sesuai. 

“Apa kamu mau memilih warna lipstik? Ada dua pilihan, toasted coral dan nude,” ujar Evelyn menawarkan. 

Wanita itu menautkan kedua alisnya, lalu menggeleng pelan. “Aku tidak terlalu mengerti. Lebih baik pilihkan saja. Biasanya aku cenderung menyukai warna merah, tapi untuk saat ini aku tidak mau menggunakan warna itu,” jawabnya, lalu tertawa kecil. 

“Ah baiklah, nude akan menjadi warna yang sempurna,” putusnya seraya membuka tutup lipstik dan mulai melukiskannya pada bibir tebal berisi wanita itu. 

Tangannya terlihat begitu sangat terampil hingga tak pernah gagal untuk memberikan kesan sebelum dan sesudah yang sempurna. “Nah, sekarang sudah selesai. Kamu boleh melihat hasilnya. Jika merasa ada yang kurang, jangan ragu untuk bilang padaku. Aku pasti akan melakukan lebih baik lagi,” kata Evelyn seraya memandang mempelai wanita itu. 

“Aku percaya padamu.” Wanita itu bangkit, lantas berjalan ke arah kaca persegi panjang yang berdiri di sudut ruangan. 

Dari belakang, Evelyn melihat bahwa wanita itu mengembangkan bibirnya seakan puas dengan servis yang dilakukan oleh Evelyn padanya. “Ini adalah pengaplikasian make-up yang sempurna. Aku senang menggunakan jasamu karena ini sangat memuaskan. Terima kasih sudah melakukannya dengan baik,” pujinya seraya berbalik menghadap Evelyn. 

“Senang bekerjasama denganmu juga.” Evelyn tersenyum lega. 

Tugasnya sudah selesai dan sebentar lagi acara akan dimulai. Saat mempelai wanita itu sedang dipakaian gaun pengantin oleh salah satu fashion style, Evelyn membereskan barang-barangnya dan memasukkan semua make-up pada tas miliknya yang cukup besar. Ia berpamitan pada mereka untuk ke geladak kapal lebih awal.

Kedua kaki jenjangnya menaiki tangga satu per satu dengan cepat meski beberapa kali ia tampak kebingungan, tetapi pada akhirnya Evelyn menemukan tempatnya juga. Orang-orang penting terlihat sudah duduk-duduk sembari berbincang dengan sesama koleganya menunggu acara yang sebentar lagi akan dimulai. Untuk menghindari keramaian, Evelyn berjalan ke sisi lain geladak yang tidak terlalu penuh oleh para tamu undangan. 

Angin terasa sangat kencang begitu ia sampai di sini. Suara gulungan ombak bertambah keras sementara hamparan air terlihat begitu luas terbentang di bawahnya. Sejauh mata memandang hanya terlihat sekumpulan air yang membiru dan benar-benar terlihat cantik di matanya. 

“Cantik. Aku harus mengabadikannya.” Evelyn menaruh tas di bawah, sementara kedua tangannya sibuk mengarahkan ponsel untuk merekam keadaan di sekitarnya. 

Ini adalah pengalaman pertamanya menaiki kapal atau bisa dikatakan mendapatkan pekerjaan yang mengharuskan dirinya untuk berada di tengah laut bersama orang-orang penting yang hadir untuk menyaksikan upacara pernikahan. 

“Aku tak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini,” tegasnya pada diri sendiri. 

Setelah merekam kurang lebih tiga kali dan memotret pemandangan di sana hingga memakan ruang yang cukup banyak, kali ini Evelyn mulai memfokuskan pandangannya pada setiap gulungan ombak yang seakan datang menghampirinya. Rambut miliknya bergerak-gerak oleh angin yang kuat, sementara kedua tangannya memegang pembatas besi dengan kuat agar tidak terganggu oleh guncangan.

Sekitar lima belas menit kemudian acara baru dimulai. Mempelai pria dan wanita duduk bersebelahan di depan puluhan tamu. Evelyn masih tetap berdiri memperhatikan gulungan ombak, lagi pula ia hanya make-up artist dan tidak diundang oleh pasangan itu.

“Tadi aku diberitahu sama pihak kapal, bahwa hari ini akan terjadi badai besar. Kita harus cepat-cepat turun atau tenggelam jika tetap di sini,” bisik seorang wanita. 

“Apa kamu tidak salah dengar?” Wanita lain yang berada di sebelahnya tampak terkejut. 

“Benar, aku tidak berbohong. Aku tidak akan berbohong tentang bencana alam,” jelasnya. 

Evelyn refleks merasa resah. Keringat dingin mulai terasa mengucur di dahi dan lehernya. Tangannya terasa begitu dingin bahkan ia merasa bahwa kedua kakinya sulit digerakkan karena gusar luar biasa. Akan terjadi badai besar? Saat ia memutuskan hendak berlari ke bawah, ombak besar mulai menerpa hingga mengguncang kapal yang dinaikinya.

Tidak tahu akan melakukan apa, dengan sangat refleks Evelyn langsung memeluk seorang pria yang sejak tadi berada di sebelahnya dengan perasaan yang ketakutan. Pria tadi yang semula tengah melamun itu sontak terkejut dengan pelukan Evelyn yang tiba-tiba. 

“Kamu—” Pria itu kebingungan dan ingin bertanya kenapa? Namun merasa bahwa pelukan wanita itu begitu kuat, akhirnya ia memilih untuk mengangkat tangannya dan mulai mengusap bahu Evelyn berusaha menenangkan. “Ehm, kamu ketakutan, ya? Tidak apa, semuanya akan kembali baik-baik saja. Tidak perlu takut,” hiburnya dengan lembut. “Aku tidak yakin badai itu akan terjadi saat ini juga, tapi lebih dari itu berdoa saja agar semua yang berada di dalam kapal ini selamat hingga kembali ke rumah,” lanjutnya. 

Evelyn mulai terasa tenang, ucapan yang didengarnya seakan sebuah mantra yang bisa dengan cepat mentralisir jantungnya yang semula berdetak dengan sangat cepat. Pikirannya mulai tenang seakan tersapu oleh angin lautan. Namun dari mana ia mendengar suara itu? Evelyn mulai mengerjapkan matanya beberapa kali saat baru saja tersadar bahwa kedua tangannya melingkar pada pinggang seseorang. 

Langkahnya mundur, lalu mulai mendapati dada seorang pria berkemeja putih tepat di depannya. Ia menelan saliva susah payah kemudian mulai memberanikan diri untuk mendongak. Kedua mata Evelyn menatap pria asing bermata cokelat terang yang kini juga menatapnya. 

“Ehm, maaf. Aku benar-benar tidak sengaja. Aku benar-benar minta maaf.” Wajah Evelyn merah merona dan tanpa berminat menunggu jawaban pria itu, ia langsung berbalik pergi terlampau malu dengan sikapnya sendiri. 

“Sial, lebih baik setelah ini aku tidak keluar rumah selama seminggu.” 

 

Terpopuler

Comments

lena

lena

nyimak dulu y thro

2023-03-28

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!