Bab 2

Acara selesai tepat dua jam setelah insiden Evelyn menabrak seseorang. Ia hendak turun setelah memastikan bahwa tak ada barang-barangnya yang tertinggal di deck kapal. Usai memastikan bahwa semua barang bawaannya sudah lengkap, wanita itu berjalan menuju tangga bersamaan dengan gerombolan tamu yang juga turun menuju lantai bawah. 

Awan yang semula tampak putih sekarang terlihat abu-abu tua. Hujan diperkirakan turun tak lama dari ini. Banyak orang yang terlihat panik, tetapi beberapa dari tamu masih ada yang terlihat santai menyantap hidangan pesta di kursi gelandang seakan keadaan baik-baik saja. 

“Ah, orang-orang itu seperti tidak punya rasa takut. Mereka begitu tenang melihat fenomena alam yang aneh ini,” desis Evelyn seraya berjalan cepat hendak menuruni tangga. “Berada di atas benar-benar mengerikan, aku harus segera turun dan menyelamatkan diri,” tegasnya pada diri sendiri. 

Ia terasa orang-orang mulai berjalan tanpa memperhatikan yang lain, tubuhnya yang cukup kurus terdorong-dorong hingga beberapa kali membuatnya harus memegang besi samping tangga agar mencegahnya untuk tidak jatuh. Hingga saat kakinya hendak turun pada anak tangga keempat, seseorang dari belakang terasa mendorongnya dengan kuat hingga pegangan Evelyn terlepas dan hampir terjatuh jika seseorang tidak menariknya ke belakang. 

“Ah Tuhan, aku masih hidup? Orang-orang tadi benar-benar brutal,” umpatnya pelan. 

Jantunganya terasa mencelus begitu menyadari bahwa ia selamat dan tidak terinjak-injak. Evelyn menoleh ke belakang untuk memastikan siapa yang telah menariknya, kedua matanya menatap lelaki yang kali ini tak asing lagi. Laki-laki pemberi mantra yang dipeluknya di gelandang, kali ini menyelamatkan hidupnya. 

“Maaf, lagi-lagi aku merepotkan kamu. Aku benar-benar merasa diselamatkan kali ini. Sekali lagi terima kasih,” katanya seraya melepaskan genggaman pria itu dan ia langsung memutuskan pergi. 

--

Pukul sembilan pagi, Evelyn yang menggunakan dress putih corak bunga-bunga kecil sudah sampai di depan gedung yang telah dipadati oleh banyak tamu undangan. Kali ini ia datang pada pesta pernikahan temannya. Terlihat sebuah papan bunga besar di depan pintu dengan tulisan ‘Glen and Olivia’. 

Kedua kakinya yang terbalut widgest hitam melangkah ke dalam saat janji suci tengah diikrarkan. “Ah, Oliv, maaf aku telat. Lalu lintas benar-benar tak bisa diprediksi dengan baik,” sesalnya dengan pelan. 

Melihat kursi yang kosong, Evelyn memilih untuk langsung duduk di sana sembari menunggu untuk maju ke depan. Hari ini ia diundang oleh temannya untuk menyumbangkan sebuah lagu meskipun ia sendiri belum menentukan judul apa yang pantas dibawakan pada sebuah pesta pernikahan. 

Setelah janji suci telah terikar, para tamu mulai berjalan ke depan untuk megucapkan selamat pada pasangan pengantin di depan. Evelyn langsung bangkit, memastikan lagi bahwa dandanannya masih rapi hingga akhirnya ia berjalan ke depan dengan penuh percaya diri.

“Hei Evelyn, aku kira kamu tidak datang ke sini,” sambut Olivia yang sekarang berdiri tepat di samping Glen. 

Evelyn tersenyum. “Tidak mungkin aku tidak datang ke pesta pernikahan kalian. Tapi tadi ada insiden yang membuat aku harus datang terlambat, biasalah, lalu lintas tidak bisa diterka, jadi aku telat. Aku minta maaf, ya,” kata Evelyn seraya menyalami tangan Olivia dengan ramah. 

“Tidak apa-apa, yang lebih penting dari itu kamu baik-baik saja,” jawabnya. 

“Nah, karena kamu telat bagaimana kalau kamu menyanyikan satu lagu untuk kami? Hitung-hitung itu adalah hadiah pesta pernikahan kami,” usul Glen tiba-tiba. 

“Boleh, aku akan menyanyikan satu lagu untuk kalian.” Tanpa pikir panjang, Evelyn langsung menerima tawaran itu. 

Saat ini ia mulai mengambil mic yang berada di dekat meja. Huru-hara keadaan di dalam gedung yang semula ramai perlahan sepi, seakan suara keramaian barusan ditelan oleh lubang hitam yang entah ada di mana. Seorang gitaris, drummer, dan pianis sudah berada di panggung kecil karena sebelumnya Olivia dan Glen memang mengundang band indie. 

Sekali lagi Evelyn mengecek microphone-nya, lalu mulai tersenyum ke arah para tamu undangan yang telah berhasil dicuri perhatiannya.  

“Selamat siang, perkenalkan saya Evelyn. Di sini saya ingin menyanyikan lagu Perfect milik Ed Sheeran. Sebelumnya saya ingin mengucapkan terima kasih kepada pasangan pengantin yang memberikan waktunya kepada saya untuk memberikan sedikit hiburan pada para tamu di sini. Semoga apa yang akan saya bawakan nanti dapat menjadi hiburan yang tidak terlupakan,” ucap Evelyn. 

“I found a love, for me

Darling, just dive right in and follow my lead

Well, I found a girl, beautiful and sweet

Oh, I never knew you were the someone waiting for me….”

Suara Evelyn mulai memenuhi ruangan bersamaan dengan suara alunan gitar dan piano yang menyempurnakannya. Pandangan para tamu undangan tak lepas dari wanita yang memiliki suara lembut itu. Senyumnya tak pernah pudar, kedua matanya tak lepas memandang tamu undangan yang membisu di tempat-tempat seakan waktu berhenti hanya untuk Evelyn. 

“I don't deserve this

You look perfect tonight….”

Hingga hampir lima menit, Evelyn menghentikan nyanyinya dan detik berikutnya langsung disambut riuh tepuk tangan hingga membuat mata wanita itu berbinar. Ia tak menyangka bahwa akan mendapatkan sambutan sebaik ini oleh para pendengarnya. 

“Terima kasih, terima kasih telah mendengarkan,” ucap Evelyn dengan tulus. 

Wanita itu baru saja hendak mengembalikan microphone di meja meski suara tepuk tangan belum kunjung reda karena ada yang memintanya untuk menambah lagu. Namun seketika tepuk tangan itu berubah menjadi teriakan dan langkah kaki yang berlarian begitu benda-benda di dalam ruangan mulai berjatuhan dan gedung terasa bergetar kuat. 

“Gempa. Ada gempa! Semua keluar dan tetap tenang,” teriak seseorang. 

Bukannya langsung pergi, Evelyn sebaliknya mematung di tempat menyaksikan gelas-gelas dari meja yang mulai berjatuhan dan cairan-cairan minuman yang semula di dalam menjadi berceceran. Kakinya sulit untuk digerakkan, trauma akan bencana alam beberapa tahun lalu menyisakan ruang menyakitkan yang tak bisa dihilangkan.  

“Tidak, tidak sekarang. Evelyn, ayo bergegas pergi,” lirihnya pada dirinya sendiri. 

Orang-orang sudah mulai keluar meninggalkan gedung sementara bayangan kelam tentang hancurnya rumah-rumah dan bangunan di sekitarnya berhasil membuat wanita itu terduduk lemas. Detik berikutnya saat ia ingin meraih kaki meja untuk bangkit, cahaya gelap seakan menghantamnya hingga membuatnya jatuh pingsan di depan. 

“Wanita itu—” Juan, seorang lelaki yang pernah dipeluk Evelyn di gelandang kapal menatapnya. Sejak tadi ia memang berada di sana untuk menghadiri pesta pernikahan ini. 

Setelah menoleh ke kanan dan kiri memastikan bahwa tak ada orang lain selain ia sendiri, akhirnya pria itu bergegas mendekati Evelyn dan mengangkat tubuhnya untuk dibawanya keluar dari gedung tersebut. Pikirnya ia tak tega jika membiarkan wanita itu berada di sana walau ia tahu bahwa gedung ini cukup kuat, tetapi meninggalkan Evelyn bukan pilihan tepat.

“Aku harus segera membawanya ke tempat aman,” tegas Juan dengan penuh keyakinan. 

Terpopuler

Comments

Bunda dinna

Bunda dinna

Evelyn trauma

2023-03-31

0

lena

lena

lanjut

2023-03-28

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!