Bab 5

Terasa jatuhan air dari atas yang mengenai tangan Evelyn pada awalnya. Wanita itu mendongak ke atas melihat mendung yang tiba-tiba menghiasi langit malam. Ia tak sadar bahwa bulan yang semula muncul dengan indahnya telah hilang, begitu pun dengan bintang-bintang yang semula menggantung cantik semuanya seakan tersapu awan hitam. 

“Gerimis.” Evelyn langsung terbangun. 

Detik berikutnya disusul oleh Juan yang ikut serta menyadari bahwa air mulai berjatuhan dari atas. “Padahal tadi sepertinya terang, bahkan aku sempat lihat bulan. Sekarang tiba-tiba hujan, alam memang tidak pernah bisa diprediksi,” desisnya. 

“Rumahmu jauh dari sini?” tanya Evelyn. 

Juan mengangguk kecil. “Lumayan, tapi sepertinya malam ini aku tidak pulang terlebih dahulu. Apa lagi hujan. Mungkin aku akan cari penginapan di sekitar sini,” katanya. 

“Rumahku hanya lima belas menit dari sini, lebih baik kamu ke rumahku saja. Barangkali untuk menunggu hujan reda juga, bagaimana?” tawar Evelyn. 

“Kamu yakin?” Juan ragu. 

Evelyn mengangguk. “Ayolah, sebelum hujan makin deras.”

Juan dan Evelyn langsung berjalan menuju tempat parkir yang tak jauh dari pantai, karena Evelyn membawa kendaraan sendiri, akhirnya ia lebih dulu pergi menuju rumahnya sementara Juan mengendarai mobil hitamnya di belakang mengikuti Evelyn. Juan tidak tahu daerah ini, baginya cukup asing jika sudah masuk ke dalam desa karena ia hanya sering mengunjungi pantainya saja, tidak pernah perhatian dengan daerah sekitar sebelum mengenal Evelyn. 

Sekitar lima belas menit kemudian Evelyn menghentikan kendaraannya di depan pelataran depan rumah yang kecil dan minimalis bercat cream. Di depan rumah itu terdapat sebuah taman kecil dan sebuah kursi kayu panjang yang Jaun duga biasa digunakan Evelyn saat sore. Rumah ini terlihat nyaman di mata Juan. 

Evelyn langsung turun dari kendaraannya, lalu berlari kecil ke teras rumah. Setelah Juan mematikan mesin mobil, pria itu pun langsung keluar dan menghampiri Evelyn yang terlihat basah kuyup karena sekarang bukan lagi dinamakan gerimis, tetaoi benar-benar hujan. Aliran air dari atas terdengar makin keras, bahkan halilintar beberapa kali telah berbunyi. 

“Ayo cepat masuk. Lama-lama di luar makin dingin, lagi pula aku harus ganti baju,” ajaknya seraya berbalik dan membuka pintu. 

Juan mengikuti langkah Evelyn yang mulai masuk ke dalam rumah kecil itu. Ruang tamu terlihat hanya selebar 3X3 meter saja dan di sana hanya ada sepasang sofa dan satu buah meja. Tidak ada pajangan yang biasanya menempel di dinding-dinding, sepertinya Evelyn memang tidak menyukai hal yang terlalu ramai. 

“Kamu tunggu di sini dulu, ya. Aku akan ganti baju dan membuat makanan setelah itu. Kalau kamu perlu ke kamar mandi, nanti kamu hanya tinggal berjalan ke sisi kiri, di sana ada kamar mandi tamu. Oh ya, kalau kamu butuh hal lain pun tinggal katakan padaku. Selama di sini tersedia, aku pasti akan memberikannya padamu,” kata Evelyn dengan lembut. 

Juan mengangguk mengiyakan. “Santai saja.”

Evelyn langsung masuk ke dalam kamarnya. Ia mengambil piyama putih dan setelahnya langsung berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Hanya membutuhkan waktu sekian sepuluh menit saja, seelah itu ia kembali keluar dan langsung pergi menuju dapur untuk membuat makanan. Ia sangat yakin bahwa Juan belum makan. Kalau pun sudah, mungkin ia bisa lapar lagi karena malam ini hujan turun dengan deras dan yang paling asyik adalah makan sesuatu yang hangat. 

“Ah, tapi di sini tidak ada bahan masakan apa pun. Aku lupa belum membelinya.” Evelyn menatap kulkasnya yang hanya berisi jus dan bumbu-bumbu tanpa bahan. Bahkan di sana hanya terlihat kubis saja yang tinggal setengah. “Lebih baik aku bikin mi instan saja, itu lebih cepat. Yang paling penting adalah mengganjal perut,” katanya sembari mengambil kubis dan menutup kembali kulkas. 

Wanita itu mulai mengambil dua mi instan rebus dan dua mangkuk, sebelum akhirnya ia mulai memasak dengan sangat hati-hati. Sekitar sepuluh menit, ia telah menyelesaikan mi buatannya dan membawa ke ruang tamu di mana Juan berada. Pria itu terlihat sedang duduk diam dan seakan tak pernah bergerak sejak masuk ke rumah ini. 

“Aku tidak punya bahan makanan apa pun, jadi aku hanya membuat mi instan saja, kamu suka, ‘kan?” tanya Evelyn seraya menaruh nampan di atas meja. 

“Tidak apa-apa. Seharusnya kamu tidak perlu repot-repot. Ini berlebihan,” kritik Juan. 

Juan tersenyum seraya mengambil mi rebus bagiannya, lalu ia terlihat mulai memakannya dengan menggunakan sumpit. Ia terlihat begitu menikmati mi buatan Evelyn sehingga tak berhenti memakannya hingga setengah. “Ini benar-benar enak. Apa kamu menambahkan bumbu lain ke dalamnya?” tanya Juan penasaran. Pasalnya ia memang belum pernah makan mi rebus seenak ini dan ia pun memang jarang makan mi. Mungkin bisa dihitung, setahun tiga kali atau kurang dari itu. 

Evelyn mengangguk dan tersenyum lebar. “Betul, aku menambahkan sedikit bumbu lainnya. Senang kalau kamu menyukainya, Juan. Ngomong-ngomong aku ingin bertanya padamu.” Kali ini Evelyn menaruh mangkuk mi-nya yang tinggal sedikit di atas meja, lalu mengelap mulutnya dengan tissue. “Memangnya kamu ada masalah apa? Apakah aku boleh mengetahuinya juga?” tanyanya, ragu. 

Juan terlihat berpikir seraya mengunyah mi terakhirnya, lalu mengangguk setelah menaruh mangkuk di atas meja. “Benar, aku memang lagi ada masalah dan itu cukup rumit. Bagaimana, ya, aku tidak terlalu paham jalan pikiran mereka. Akhir-akhir ini mereka selalu memaksakan kehendaknya sendiri dan tidak pernah meminta persetujuanku terlebih dahulu. Jujur saja, aku pusing jika dihadapkan dengan problematika semacam itu,” jawab Juan. 

“Apakah kamu pernah berdiskusi dengan mereka?” tanya Evelyn lagi. 

“Sering, tapi apa pun yang aku katakan kerapkali salah di matanya. Kebenaran berlaku jika keluar dari mulutnya dan bukan mulutku. Oleh sebab itu terkadang aku sudah tidak sanggup lagi menahan beban ekspektasi. Maksudku, mungkin mereka salah berekspektasi tinggi padaku,” balas Juan. 

“Semoga masalahmu bisa selesai dengan cepat,” kata Evelyn. Ia cukup bingung dengan respons seperti apa yang harus diberikan mengingat tidak terlalu mengetahui apa yang sedang Juan hadapi. 

“Kalau boleh tahu apa pekerjaan kamu?” tanya Juan. 

“Aku bekerja sebagai MUA. Tentu kamu tahu di saat pertemuan pertama kita, aku sedang ada job di sana. Jika saja sang pengantin tidak memakai jasaku, mungkin kita tidak akan pernah bertemu,” jawab Evelyn dengan dibumbui tawa kecil di akhirnya. “Kalau kamu sendiri?” tanyanya. 

“Aku pengusaha. Saat ini aku sedang menjalankan usaha. Kapan-kapan aku akan membawamu ke kantorku kalau kamu mau.”

“Ah, aku pasti akan datang dengan senang hati kalau kamu mengundangnya.” Evelyn tersenyum lembut. 

Sesaat, wanita itu bangkit dan membuka gorden melihat hujan yang makin kian deras. “Hujan makin deras, Juan. Lebih baik kamu menginap di sini saja daripada harus mencari penginapan di luar,” tuturnya. 

Terpopuler

Comments

Bunda dinna

Bunda dinna

Evelyn malah minta Juan menginap,,bahaya juga

2023-04-01

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!