Aku Dijual Di Malam Pertama
Di Bawah rintik hujan, seorang gadis yang masih mengenakan seragam sekolah tengah bersimpuh di depan makam kedua orang tuanya. Gadis itu ialah Luna Agnieszka.
Hari ini Luna lulus sekolah dan kedatangannya ke makam orang tuanya hanya untuk berbagi kebahagiaan dengan orang tuanya, meski pun orang tuanya sudah meninggal. Selain itu juga Luna mengirimkan doa untuk orang tuanya.
Sambil mengelus nisan, Luna berkaca-kaca. "Bunda... Hari ini Luna lulus dengan nilai terbaik."
"Semoga, setelah Luna lulus harapan bunda segera terwujud."
Luna teringat kembali, bagaimana ayah dan bundanya menginginkan dirinya bisa berkuliah. Dengan kuliah dan berpendidikan tinggi, Luna bisa mendapatkan pekerjaan yang bagus. Tidak seperti ayah dan bundanya yang hanya buruh serabutan.
"Luna pulang dulu, ayah, bunda." Pamit Luna.
Luna pun segera meninggalkan makam ayah dan bundanya dengan perasaan lega. Karena harapan orang tuanya sebentar lagi bisa terwujud.
Sepanjang perjalanan, senyum Luna tidak pernah pudar. Dengan langkah lebar, Luna memasuki rumah bibinya yang bernama Hanum.
Ya... Selama ini, Luna tinggal bersama dengan bibi dan Pamannya. Beruntungnya Luna, memiliki bibi dan paman yang baik.
"Aku pulang...!" Seru Luna, yang baru saja menginjakkan kakinya ke dalam rumah.
Hanum yang tengah menyetrika baju, terperangah melihat pakaian Luna basah.
"Luna, kamu habis hujan-hujanan?" Tanya Hanum.
Luna mengangguk sambil cengengesan. "Iya...."
Hanum menggelengkan kepalanya. "Kamu tuh! Nanti kalau kamu sakit gimana?" Desis Hanum.
"Bibi tenang saja. Luna akan langsung mandi kok."
"Ya udah, cepat mandi," suruhnya.
Luna mengangguk dan segera melangkahkan ke arah kamarnya.
Sepeninggalan Luna, pamannya datang setelah seharian bekerja. Ia kemudian mendudukkan dirinya di kursi tunggal. Dengan wajah lelahnya, Bramantyo bertanya kepada istrinya.
"Bu, Luna kemana?"
"Lagi mandi. Kenapa nanyain Luna?" Jawabnya dengan alis mengkerut.
"Ada yang mau bapak bicarakan sama Luna, tapi nanti saja," ujarnya sambil bangkit dari duduknya. Kemudian melangkah masuk ke dalam kamarnya.
Malam harinya, ketika selesai makan malam. Luna yang tengah mencuci piring, ditepuk punggungnya oleh Silfa. Sepupunya Luna.
"Di panggil bapak tuh," ujar Silfa.
Luna mengangguk, "Iya, aku selesaikan dulu cuci piringnya."
Selesai mencuci piring, Luna bergegas menghadap Bramantyo yang tengah duduk di ruang keluarga sambil menyesap secangkir kopi.
"Ada apa paman panggil Luna?"
"Duduklah dulu," suruhnya dan Luna pun duduk di sebrang Bramantyo.
Luna memandangi lekat-lekat wajah Bramantyo, sambil bertanya-tanya hal apa yang akan Bramantyo bicarakan.
Bramantyo pun membenarkan duduknya, lalu menatap wajah keponakannya itu.
"Jadi gini... Tadi pas paman pulang kerja. Paman bertemu dengan Pak Andi dan beliau berniat ingin menjodohkan kamu dengan anaknya, Dimas."
Luna terhenyak mendengar perkataan pamannya. "Dijodohkan?" Cicitnya tak percaya. "Sama kak Dimas?"
Bramantyo mengangguk. "iya...."
Luna tersenyum di dalam hatinya, karena sebenarnya Luna menyukai Dimas, tapi Luna menyukainya dalam diam. Selama ini Luna tidak berani menunjukkan rasa sukanya terhadap Dimas, tapi mendengar perkataan pamannya membuat Luna dilema. Antara menerima perjodohan ini atau dengan tujuan awalnya yaitu kuliah.
"Tapi paman... Luna kan ingin kuliah," imbuh Luna. "Kalau Luna menikah... Itu tandanya Luna tidak bisa lanjut kuliah."
"Kamu bisa lanjut kuliah setelah menikah. Paman yakin kalau Dimas pasti mengizinkan kamu kuliah."
Luna terdiam. Luna sih mau aja dinikahkan, apalagi calonnya Dimas. Lelaki yang selama ini Luna sukai, tapi jika nantinya menikah apa tidak akan menggangu kuliahnya nanti atau bisa jadi nanti Dimas tidak mengizinkannya.
Luna benar-benar bingung.
"Jadi gimana? Kamu mau kan dijodohkan dengan Dimas?" Tanya Bramantyo.
"Luna bingung, paman."
"Itu sih terserah kamu, Luna. Mau menerima atau tidak, tapi paman sih berharap kamu mau menerimanya. Apalagi dulu Pak Andi pernah menolong ayah kamu dari lilitan hutang. Kalau bukan Pak Andi yang membantu bayarin hutang ayah mu, sampai sekarang mungkin hutang ayah kamu belum lunas-lunas."
Luna tertunduk dan semakin dilema.
Apa yang harus aku lakukan? Menerimanya atau tidak. Batin Luna.
Setelah pembicaraan dengan pamannya, Luna tidak dapat memejamkan matanya barang sejenak pun. Matanya masih nyalang menatap langit-langit kamarnya. Luna terus memikirkannya. Keputusan apa yang harus di ambilmya, setelah mengetahui kalau bapaknya berhutang Budi kepada Pak Andi.
"Terima tidak ya...." Gumam Luna. Dan malam itu Luna terus memikirkannya.
***
Seorang pria kini tengah duduk di ruang tamu bersama orang tuanya. Dia adalah Dimas Andrean, pria yang akan dijodohkan dengan Luna.
Ya... Pada akhirnya Luna bersedia menerima perjodohan ini. Berharap pernikahan yang nanti dijalaninya sesuai dengan harapannya.
"Jadi nak Luna bersedia dinikahkan sama Dimas?" Tanya Pak Andi, papa nya Dimas.
Luna mengangguk pelan. "Iya... Saya bersedia, Om," jawab Luna malu-malu.
Semua yang ada di ruangan tersebut tersenyum lega dan senang, tapi tidak bagi Dimas. Pria itu menatap dingin wajah Luna yang lugu.
Dimas terpaksa menerima perjodohan ini, atas ancaman papa nya dan pastinya perjodohan ini atas keinginan mama tirinya, Dimas tidak tahu kenapa mama tirinya bersikeras menjodohkannya dengan gadis dihadapannya.
Sangat menyebalkan bukan, sungutnya di dalam hati.
"Karena Luna setuju. Bagaimana kalau pernikahannya di percepat," tukas Pak Andi dengan raut wajah bahagia.
Bramantyo mengangguk setuju. "Kalau saya sih setuju-setuju saja. Lagian lebih cepat lebih."
Dan hari itu pun langsung menentukan tanggal pernikahan Dimas dan Luna.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Mutia Kim🍑
Kenapa di terima sih Lun, kamu kan nggak tau sifat aslinya si Dimas😌
2023-06-04
1
Saputri 90
luna kaya tetangga aku ... nikah habis lulus... pagemana rasanya ya...
2023-05-29
2
Mak Aul
Aduh kenapa mau aja Luna
2023-05-29
2