Di depan keluarga Bramantyo, Luna dan Dimas kini sudah berdiri untuk pamit. Hanum memeluk erat tubuh Luna. Hanum begitu berat harus berpisah dengan keponakan tersayangnya, tapi mau bagaimana lagi, dirinya tidak bisa melarangnya karena sekarang Luna sudah memiliki suami.
"Jangan lupa... Sering-sering kabarin bibi," ucap Hanum, dengan wajah sendunya.
Bagaimana tidak sedih, ini pertama kalinya Luna pergi jauh dari mereka.
Luna mengangguk. " Iya, bi. Pasti Luna bakal sering telpon bibi."
"Semoga kamu bahagia sama Dimas," tambah Hanum lagi, sambil berkaca-kaca. "Kalau ada apa-apa segera hubungi bibi atau paman mu."
Luna mengangguk beberapa kali. Lalu, Luna beralih ke Bramantyo yang langsung memeluknya.
"Jaga diri mu baik-baik. Patuhilah apa kata suami mu, karena surga istri ada pada suami."
"Iya, Paman...." Jawab Luna dengan suara tercekat menahan tangis.
Bramantyo mencium puncak kepala Luna, dengan perasaan sedih sekaligus bahagia. Sebagai paman, ia berharap semoga pernikahan Luna selalu di beri kebahagiaan.
"Tolong jaga Luna," imbuh Bramantyo kepada Dimas. " Jangan sakiti Luna. Jika kamu sudah tidak mencintainya lagi, tolong kembalikan Luna kepada kami," sambung Bramantyo berkaca-kaca.
Dimas mengangguk kecil.
'Siapa juga yang cinta sama dia.' Sungut Dimas di dalam hati.
Bramantyo dan Hanum mengantar Luna sampai naik ke mobil. Dengan perasaan sendu sedan, Bramantyo maupun Hanum melepaskan Luna pergi.
Perasaan sedih menggelayuti hati Luna. Meski berat, Luna tetap harus ikut dengan suaminya.
"Hati-hati di jalan," ujar Bramantyo.
"Titip Luna ya Dimas," timpal Hanum.
"Iya, bi. Kami pamit berangkat dulu," sahut Dimas.
Kini mobil yang dikendarai oleh Dimas bergerak meninggalkan rumah Bramantyo.
Hanum melambaikan tangannya, sampai mobil menghilang dibelokkan jalan.
Hanum membuang napasnya. Lalu mengusap sudut matanya yang basah.
"Semoga kamu bahagia," lirih Hanum.
Sepanjang perjalanan, baik Luna maupun Dimas tidak ada yang membuka suara. Ralat... Sebenarnya Luna ingin mengobrol tapi Luna tidak tahu harus memulainya darimana. Apalagi Dimas terlihat sangat fokus mengendarai mobil.
Mobil pun berhenti di lampu merah dan Luna berniat memulai pembicaraan, tapi suara dering ponsel milik Dimas mengurungkan niatnya untuk mengobrol.
"Apa kamu sudah melakukan tugas mu?" Dimas berbicara dengan orang yang menelponnya.
"Bagus. Mungkin sekitar tiga jam lagi aku sampai di sana," sambung Dimas kepada orang yang menelponnya.
Lalu Dimas melanjutkan lagi perjalanannya, tanpa ada yang membuka suara, hanya alunan musik yang terdengar dari audio mobil, dan pada akhirnya Luna pun memilih untuk tidur.
Tanpa terasa keduanya sudah sampai di kota. Dimas pun segera membangunkan Luna.
"Bangun... Sudah sampai." Sambil menggoyangkan lengan Luna.
"Euhmm...." Luna mele nguh dan membuka matanya. Menatap sekitarnya.
"Ayo turun." Suruh Dimas.
Luna segera turun dari mobil. Kemudian Luna mengedarkan pandangannya. "Kita dimana? Kenapa banyak mobil?" tanya Luna bingung.
"Nanti juga kamu tahu sendiri," jawab Dimas datar.
Walau bingung, Luna tetap mengikuti Dimas yang lebih dulu melangkah. Luna sedikit kesusahan mengimbangi langkah lebar Dimas.
"Bos," panggil seorang pria kepada Dimas.
"Apa orang nya sudah datang?" Tanya Dimas.
"Sudah, bos."
Dimas pun mengangguk, lalu mengalihkan tatapannya ke arah Luna.
"Sini kamu, ikut aku." Dimas menarik tangan Luna untuk digenggamnya.
Luna mengangguk dan mengikuti Dimas. Sampailah keduanya di depan pintu bernomor 1003. Dimas langsung mengetuk pintunya dan tidak lama pintu pun terbuka.
Seorang lelaki berumur 40 tahun, kini tengah tersenyum menyambut kedatangan Dimas. Begitu juga dengan Dimas, membalas senyuman lelaki itu.
"Maaf, membuat anda menunggu," ucap Dimas.
"Oh... Tidak masalah," balas lelaki itu. Lalu, lelaki itu melirik ke arah Luna dengan tatapan seringai.
Luna yang berdiri di belakang tubuh Dimas, menatap seram lelaki itu. Apalagi tatapan lelaki itu seperti tengah menelanjanginya.
"Wow... Gadis yang sangat menarik," tukas lelaki itu, menatap Luna. Seolah Luna adalah santapan lezat.
"Tentu saja menarik. Saya pastikan anda tidak akan menyesal," sahut Dimas. "Masih perawan, bro," bisik Dimas.
Bola mata lelaki itu membulat dan senyumnya semakin berkembang. Tatap lelaki itu semakin lekat menatap wajah Luna.
Luna mengerutkan keningnya. Ia tidak mengerti dengan apa yang dibicarakan Dimas dan lelaki itu. Apalagi Luna mendengar bisikan Dimas kepada lelaki itu.
Perawan? Apa maksud Dimas? Sebenarnya apa yang akan Dimas rencanakan?.
"Luna...." Dimas menarik tubuh Luna. "Malam ini kamu temani Pak Ariawan."
"Kenapa aku harus menemani Om ini?" Tanya Luna tak mengerti.
"Karena kamu sudah di bayar sama Pak Ariawan."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
lovely
dasar suami lucnuttt s Dimas
2023-06-16
1
Mutia Kim🍑
Rasanya ingin memaki si Dimas, bisa-bisanya dia menjual istrinya sendiri 😬
2023-06-04
0
Mak Aul
laki-laki dajjal
2023-05-29
1