PANGERAN BAYANGAN
Di suatu malam, di tengah guyuran hujan yang deras. Seorang pria yang terlihat gagah dengan pedang di tangannya berdiri di ambang pintu. Raut wajah khawatir yang dia miliki sejak tadi, kini berganti menjadi putus asa. Wanita yang dia cintai, kekasih hatinya, pasangan yang dia pilih untuk menghabiskan waktu bersama hingga maut memisahkan. Sudah tak ada lagi di dunia yang sama dengan dirinya. Lubang besar di dada wanita itu, darah yang terus mengalir dari sana, mata yang tertutup erat, dan tubuh yang menjadi semakin dingin. Membuktikan kalau dia jelas sudah ditinggalkan.
"Tidak! Tidak! Ini pasti mimpi!" gumamnya jatuh bersimpuh.
"Yang mulia!" pekik ajudannya ikut jatuh berlutut juga. Kaisar mereka sedang berlutut, mana mungkin mereka berani berdiri lebih tinggi dari pada junjungan mereka sendiri. "Tolong tenangkan diri anda!" katanya lagi mengingatkan. "Kita harus memeriksa siapa tahu ada yang selamat!" katanya menambahkan.
Seolah ingat akan sesuatu, pria itu mengangkat kepalanya. Dia berjalan di antara mayat para dayang dan pelayan istrinya. Tangannya terulur, menyapu lembut wajah cantik pasangan jiwanya yang telah tiada. Air mata menitik, jelas hatinya teramat hancur melihat istri yang dia cintai meninggal dalam kesakitan dan penuh luka.
Samar, dia mendengar suara tangisan bayi. Pria itu pun mengambil anak mereka yang disembunyikan oleh istrinya dalam dekapannya. Demi melindungi buah hatinya, istirnya bahkan rela kehilangan nyawa. "Meski dari jauh, akan aku jaga anak kita, istriku!" bisiknya tersenyum pahit di sela tangisnya.
Hujan semakin turun dengan derasnya, seolah tahu kalau kaisar negara ini sedang berduka. "Laksanakan titahku!" kata sang kaisar berbalik menghadap para abdinya. "Tutup mulut kalian tentang insiden ini! Pangeran kecil akan dipindahkan ke istana terbuang hingga tak akan ada mata jahat yang bisa mengancam keselamatannya!" lanjutnya dengan tegas dan berwibawa.
"Kami akan melaksanakan titah anda sesuai dengan yang anda perintahkan, yang mulia!" kata mereka menanggapi.
"Tujuh! Jadilah pengawal bayangan dari pangeran kecil! Lindungi dia di saat yang paling berbahaya saja!" kata pria itu lagi.
"Hamba siap melaksanakan perintah anda, yang mulia!" kata pengawal yang dipanggil tujuh.
"Ha-ah, bahkan aku yang seorang kaisar pun tak boleh berduka terlalu lama," desahnya menyerahkan anaknya sendiri ke tangan si tujuh tadi.
Mulai hari itu, istana yang luas ini seakan tak menerima keberadaan Pangeran Henry. Bocah itu selalu hidup dan terkurung di istana buangan tanpa pernah melihat satu pun saudaranya. Dia hanya bisa melihat ayahnya dalam potret atau buku yang dia baca. Tujuh pun selalu mengawasi dalam diam dan tak pernah menemui langsung majikan kecilnya itu.
...ೋ❀❀ೋ═══ • ═══ೋ❀❀ೋ...
Tujuh tahun berlalu, pangeran kecil yang terbuang itu kini sudah tumbuh sedikit besar. Pelayan di istananya tak ada yang ramah, mereka semua kesal karena harus ditempatkan di istana terbuang dan mengurus pangeran tak berguna seperti Henry.
"Aku lapar," kata Henry memegangi perutnya.
"Jangan cerewet dan tunggu saja dengan sabar makanan anda!" kata salah satu pelayan berkata acuh dan juga tak sopan. Jelas tujuh akan melaporkan semua yang terjadi pada tuannya, tapi sang tuan tak pernah mempermasalahkan dan hanya akan mengganti pelayan yang bisa dikatakan bersikap sangat kasar dengan pelayan baru lainnya. Tapi yah, kebiasaan susah diubah. Berapa kali pun sang kaisar mengganti pelayan, sikap mereka tetap saja sama.
Makanan Henry baru akan datang setelah hampir jam makan siang, itu pun jenis makanan yang bahkan pelayan saja tak memakan makanan seperti itu. Tapi, pangeran kecil kita tak mengeluh. Dia bahkan mengucapkan terima kasih atas makanan yang sudah dihidangkan.
Waktu berlalu, semakin hari Pangeran Henry semakin bertumbuh. Dia dikaruniai wajah yang sangat-sangat tampan, wajah yang lembut tapi juga tegas di saat yang bersamaan. Bisa dibilang wajahnya merupakan perpaduan dari kedua orang tuanya.
Pangeran kecil itu kini bisa mengurus dirinya sendiri. Saat dia lapar dan tak ada pelayan yang mau mengurus makanannya, dia akan membuat makanan sederhana dari bahan-bahan yang bisa dia dapatkan. Tentu saja banyak cemoohan yang dia terima, baik dari para sepupunya atau pun dari saudaranya yang lain. Bahkan pelayan di istananya pun tak bisa melewatkan untuk merendahkan seorang pangeran terbuang yang bisa dengan mudahnya dihina.
Makin hari, makin sedikit juga pelayan yang ada di istananya. Dia memang merasa sedikit kesepian, tapi dia juga senang karena tak lagi mendengar orang-orang mencemooh dirinya. "Aku tak boleh putus asa!" katanya mengepalkan tangan kecilnya. "Aku harus kuat dan berusaha agar ayah bisa sedikit saja memperhatikan dan menyayangiku!" lanjutnya bertekad untuk membuat dirinya menjadi anak yang berguna dan bisa dibanggakan.
"Huft, seandainya saja ada buku yang bisa aku baca dan pelajari agar aku tahu aku memiliki bakat di bidang apa?" keluh bocah itu menelungkupkan kepalanya. Dia dilarang keluar dari istananya. Semua kebutuhan sehari-harinya dikirimkan langsung ke tempatnya. Tak ada guru yang mengajari, selama ini Henry belajar sendiri dari buku-buku yang ikut dikirimkan untuknya beberapa minggu sekali.
Makanya dia sengaja mengatakan hal tadi. Dia berharap keajaiban yang sama juga terjadi seperti terakhir kali. Saat dia mengatakan dia butuh sebuah buku yang mempelajari tentang obat-obatan herbal dan tumbuhan beracun agar tak salah mengira itu bisa dimakan. Seperti sihir, keesokan harinya buku yang dia inginkan datang bersamaan barang-barang yang diantarkan ke tempatnya.
Kalau kali ini hal yang sama terjadi, dia akan berterimakasih entah kepada siapa itu. Dia sudah cukup lama merasakan kalau ada yang memerhatikan dirinya, tapi dia tak bisa menemukan seberapa keras pun dia berusaha.
Dan seperti yang diharapkan, hal yang sama terjadi. Buku yang dia inginkan datang bersamaan beberapa bahan makanan dan juga beberapa potong pakaian baru. Tentu saja itu semua pakaian yang sederhana, tak ada aksesoris yang mewah di sana. Semua terlihat seperti pakaian biasa yang tak cocok dengan gelarnya sebagai pangeran kekaisaran.
"Kami permisi kalau begitu!" kata pelayan yang mengantarkan semuanya setelah mereka menyusun ke tempatnya.
"Terima kasih sudah membantu," balas Henry tersenyum ramah. Para pelayan yang tua sangat menyukai sikap sopan Henry, tapi mereka tak bisa terlihat dekat dengan pangeran bayangan yang bahkan tak dipedulikan oleh kaisar mereka. Mereka ingin hidup dengan tenang dan bekerja untuk waktu yang lama, jadi mereka tak ingin ditandai selevel dengan pangeran buangan mereka itu.
"Itu sudah tugas kami!" kata mereka dengan acuh sebelum benar-benar pergi.
Henry tak mempermasalahkannya, dia malah terlihat senang saat ditinggalkan sendiri. Bocah itu terlihat menarik napas panjang, kemudian dia berteriak dengan cukup lantang. "Siapa pun dirimu! Paman atau bibi, terima kasih untuk bukunya!" katanya ditutup dengan senyum lebar. Pangeran kecil kita itu pun berlari setelah mengucapkan kata terima kasih yang tentunya ditujukan untuk Tujuh yang bersembunyi di balik pohon besar.
Tujuh merasa tersentuh mendapatkan ucapan terima kasih secara tak langsung, pria itu tersenyum sangat tipis. "Biar ini jadi rahasia untukku," bisiknya terbawa angin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments