Hari ini, sang kaisar memanggil Leo. Pangeran Leo menghadap dengan wajah cemas, dia tak tahu ada apa gerangan sang ayah memanggil dirinya secara pribadi seperti ini. Apa ini ada hubungannya dengan pangeran bayangan yang terbuang di istana jelek itu. Tapi tak mungkin kaisar sendiri yang mengurus hal tak penting seperti ini.
"Ada apa ayahanda memangil hamba kemari?" tanya Leo dengan hormat.
"Kamu akan dikirim ke perbatasan negara untuk pertukaran budaya!" kata sang kaisar tegas dengan suara tak terbantahkan.
Mata Pangeran Leo terbelalak kaget, dia bahkan langsung mengangkat kepalanya secara tak sadar. "Ampuni hamba, ayahanda! Hamba merasa kalau tugas itu terlalu berlebihan untuk hamba yang tak memiliki bakat apa pun ini," katanya jelas untuk menghindar dari titah kaisar.
"Jadi kamu bermaksud menolak titah kaisar?!" kaisar berbicara dengan penuh penekanan. Menatap tak peduli kepada anaknya sendiri. Anak yang terlahir hanya karena keserakahan dari pihak istrinya. Sudah tahu dia hanya mencintai mendiang istri sahnya, mereka malah menyuruhnya untuk menikah demi kepentingan politik dan memperluas negara. Mau membantah, dia tak memiliki cukup kekuatan. Akhirnya dia menerima begitu saja dan merasa kalau dirinya tak akan pernah membuat kesalahan yang bisa mengancam kekasih hatinya. Sayangnya itu hanya imajinasi dan kepercayaannya saja. Obat yang mereka berikan lebih kuat, dia pun tak tahu kalau dirinya sudah berhubungan dengan istri yang dinikahinya secara politik. Makanya dia bisa memiliki anak lain selain dari anaknya dan wanita yang dia cintai. Anak yang harus dia lindungi dengan berpura-pura membencinya agar sang anak bisa tetap hidup walau tanpa kasih sayang darinya.
"Bukan begitu, ayahanda! Hanya saja, saya merasa tak pantas untuk menanggung beban tersebut," kata Leo cepat, tak ingin ayahnya lebih marah dari pada ini.
"Haruskah aku panggil si bungsu yang tinggal di istana terbuang? Mungkin dia akan menerima dengan patuh titah dari kaisar negara ini tanpa memikirkan apa pun!" jelas itu provokasi yang sengaja sang kaisar ucapkan agar Leo marah dan berubah pikiran.
"Tidak perlu, ayahanda!" katanya cepat meski masih tersirat keraguan. "Biar saya yang pergi!" ucapnya lagi.
Kaisar pun menarik sudut bibirnya ke atas, terlihat puas karena sudah berhasil menjauhkan pangeran nakal ini dari anaknya yang malang. "Kamu boleh bersiap dan pergi besok pagi-pagi sekali," kata sang kaisar melambaikan tangannya menyuruh Leo pergi dari hadapannya dengan segera.
"Kalau begitu, saya permisi, ayahanda!" ucap Leo berpamitan. Hari itu, Leo sibuk berkemas dibantu oleh beberapa pelayan. Ibunya mengatakan kalau dia akan berbicara dengan sang kaisar agar suaminya itu mengubah keputusannya. Namun, Leo mencegah hal itu. Dia lebih tak rela kalau anak buangan itu yang malah melakukan tugas yang seharusnya menjadi miliknya. Meski ini berbahaya tapi dia yakin dia bisa melewatinya karena banyak pengawal yang ikut bersama dengan dirinya.
"Biarkan ibu berbicara sekali saja dengan ayahmu, ya?" bujuk sang ibu yang khawatir anaknya kenapa-napa nantinya.
"Tidak! Ayahanda sudah memutuskan dan aku menerimanya! Ibu sebaiknya jangan melakukan hal yang bisa membuat ayahanda kesal pada kita," kata Leo kemudian.
"Meski kesal, ayahmu tak akan bisa berbuat banyak. Dia masih butuh dukungan dari keluarga ibu!" kata sang ibu terlihat yakin.
"Lakukan! Dan ibu akan melihat anak jelek itu yang melakukan tugas ini?!" balas Leo mengangkat bahu sambil berdecih. Jelas dia membenci hal tersebut.
"Memang apa masalahnya?" kata sang ibu dengan cepat. Dia tak peduli siapa yang diutus, asal bukan anak kesayangannya. Anaknya harus menjadi kaisar menggantikan suaminya yang sama sekali tak pernah memberikan sedikit pun hatinya kepadanya selama mereka menikah bertahun-tahun. Jadi, sudah sewajarnya kalau tahta kekaisaran diberikan pada anaknya yang merupakan anak sulung raja. "Bukankah malah bagus kalau itu terjadi, siapa yang tahu kalau dia akan mati saat menjalankan tugas sulit ini," dengus wanita itu terlihat senang dengan apa yang dia bayangkan akan terjadi pada Henry kalau menjalankan tugas menggantikan anaknya.
"Dan bagaimana kalau perhatian ayahanda berpindah kepada bocah bodoh itu?" tukas Leo tak suka. "Aku tak bisa membayangkan kalau aku harus duduk sejajar dengan makhluk tak berguna seperti dia!" katanya lagi dengan ekspresi jijik.
"Ibu tak memikirkan itu sama sekali," gumam sang ibu akhirnya sadar. Kalau mereka membuat suaminya kesal dan kecewa lalu bocah jelek itu menyetujui tanpa berpikir sama sekali, bukan hal yang mustahil kalau anak itu bisa mendapatkan kasih sayang dari suaminya yang sangat mencintai ibu dari anak tak berguna itu.
"Karena itu, ibu tenang saja. Tak akan ada yang terjadi padaku!" kata Leo yakin. "Lagi pula paman akan menyusul dan menjagaku dengan baik kalau ada bahaya yang datang," ucap bocah yang berusia dua belas tahun itu membanggakan paman dari pihak ibunya yang selalu memberikan dukungan padanya dalam bentuk apa pun.
Meski masih khawatir, tapi Ibu Leo berusaha menekan kekhawatirannya. Dia harus percaya, keluarganya akan menjaga anaknya agar tak terjadi apa pun. "Baiklah, ingat untuk bersembunyi kalau keadaan memang sangat berbahaya!" kata sang ibu yang lebih mementingkan keselamatan anaknya di atas hal yang lain. "Ibu akan berdo'a untuk keselamatan kamu, putraku," katanya lagi.
"Jaga kesehatan, ibunda. Jangan lupa ibunda merupakan ibu suri di masa depan," kata Leo sebelum berangkat.
Kata-kata yang ditinggalkan Leo memberi banyak dorongan bagi sang ibu yang ditinggalkan. Wanita itu merasa penuh sukacita saat membayangkan berapa banyak kekuasaan yang bisa dia dapatkan di masa depan setelah menjadi ibu suri.
Leo tak akan pernah tahu apa yang akan menimpa dirinya di perjalanan karena berani mengganggu Henry. Ayah mereka tak akan tinggal diam, dia pasti memberikan hukuman yang setimpal.
Perjalanan yang panjang, bandit dan binatang hutan bergantian menyerang. Leo terlihat gusar dan kesal, dia harus melalui ini hanya agar ayahnya tak kecewa dan berakhir berpaling darinya. Dia tak mau kalau sampai pangeran bodoh yang berbagi darah yang sama dengannya itu sampai mendapat perhatian dari ayahnya. Semua itu miliknya, Henry hanya boleh diam seperti orang mati di istananya yang terbuang.
"Paman! Lakukan sesuatu agar aku bisa kembali lebih cepat dari yang seharusnya?!" desak Leo datang ke ruangan pamannya. "Aku benci harus berlama-lama di sini!" katanya lagi disertai ekspresi kesal dan muak di saat yang bersamaan.
"Bersabar saja. Baru seminggu anda berada di sini," kata si paman menjaga sopan santun. Walau Leo keponakannya sendiri, tapi status Leo lebih tinggi dari pada dirinya.
"Paman ingin aku bertahan untuk berapa lama di sini?" tanya Leo semakin kesal disuruh bersabar. Makanan di sini tak enak, terlalu berisik kalau malam karena suara binatang buas. Belum lagi udara yang sangat ekstrim yang terus berganti antara panas dan dingin, membuat Leo tak bisa beradaptasi meski pun dia ingin.
"Setidaknya sampai yang mulia kaisar memanggil anda kembali," balas si paman yang sepertinya merasa jengah mendengar keluhan keponakannya yang tak ada hentinya itu.
"Ugh, kapan ayahanda akan memanggil aku kembali ke istana?" desah Leo setengah berharap tapi juga merasa putus asa. Entah apa masalahnya dan dirinya malah disuruh pergi ke sini. Padahal biasanya dia akan tetap menikmati hangatnya ibukota kekaisaran tanpa pernah melakukan apa pun untuk kekaisaran. Sudah ada para prajurit yang melakukan semuanya tanpa harus dia yang turun tangan sebagai pangeran.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments