Cia And Her Ketos

Cia And Her Ketos

Pertemuan yang Buruk

Deras hujan mengguyur jalanan tidak membuat Gadis berseragam SMA itu terhambat menuju sekolahnya. Dengan menggunakan sepeda motornya ia melajukan motor menuju parkiran sekolah. Setelah memakirkan dengan benar, ia berlari kecil masuk kedalam sekolah sebelum terlambat.

"Fyuuh untung belum terlambat." ucap Cia berlari menuju lorong sekolah. Ia bingung, banyak pasang mata menyorot kearahnya dengan berbagai eskpresi. Malah lebih dominan yang menertawainya, apakah ada yang aneh?

Saat melihat dirinya dipantulan kaca jendela, Cia sontak tertawa pelan, pantas saja mereka menertawainya karena dirinya masih mengenakan helm dan juga jas hujan. Gadis itu langsung kembali lagi menuju parkiran motor.

"Aduh buat malu aja." gerutunya sambil melipat jas hujannya masuk kedalam jok motornya. Setelah itu ia merapikan rambutnya dan barulah masuk kembali ke sekolahnya. Sayangnya, ia malah dihadang oleh segerombolan kakak tingkatnya yang mengenakan jas kebanggaan sekolah. Anak OSIS ngapain disini ya??

"Lo yang pakai jepit rambut putih sini!" seru suara bariton itu membuat langkah kaki Cia berhenti sejenak. Jepit rambut putih? Siapa?

Cia celingak-celinguk mencari seseorang disekitarnya, namun tidak ada satupun kecuali dirinya sendiri. "Oh maksud kakak, gue?" tunjuknya pada diri sendiri.

"Emang selain lo gue manggil siapa huh?" ketusnya membuat Cia mencebik pelan.

"Ya mana gue tau kak, kalau kakak bilang nama pasti gue nyaut." balasnya membuat pria bertopi hitam itu menatapnya tajam. Tatapannya tertuju pada nama di seragam Cia.

"Belvana Bricia, dah gue sebut tuh nama lo. Lo udah telat 5 menit, sekarang lari ke lapangan!" serunya membuat Cia melotot tajam.

"Lo gila ya kak? Hari lagi hujan lo, lo suruh gue la—" Cia membelalak melihat ada beberapa siswa seperti dirinya rela berlari-lari mengelilingi lapangan ditengah hujan yang mengguyur sekolahnya. Wah nih orang punya hati apa nggak sih?!

"Apa yang lo tunggu lagi, cepat lari sana!" serunya membuat Cia menghela napas kasar. Gadis itu meletakkan ranselnya dipangkuan pria itu. "Gue titip tas ya, ada uang dalamnya. Kalau hilang gue salahin lo ya kak." ucapnya tersenyum puas langsung berlari ke lapangan sebelum pria itu mengeluarkan suara.

Baju Cia kini basah kuyup, percuma saja ia mati-matian memakai jas hujan saat berangkat tadi kalau ujung-ujungnya malah seperti ini. Ini sudah putaran ke dua Cia berlari, ia terus menyorot tajam menatap pria yang tengah mengawasinya sambil bermain ponsel. Cia memicingkan mata, saat melihat ada kucing yang mendekati ranselnya. "Oh tidak, bekal gue!" serunya panik berlari menyelamatkan ranselnya.

Pria bertopi hitam itu mendongak dan terkejut melihat Cia berlari kencang kearahnya, ia langsung memalingkan wajahnya dari gadis itu lantaran baju yang dikenakan Cia tembus pandang. "Lo ngapain kesini huh?!" kesalnya namun tidak dipedulikan Cia, gadis itu langsung mengusir kucing itu dan mengangkat ranselnya.

"Fyuuh syukurlah!" serunya senang lalu menatap tajam kearah pria didepannya ini. Tatapannya tertuju pada nama di name tag seragam pria itu. "Abryal Alfariel, bisa nggak sih jagain tas gue?!" kesalnya membuat semua anggota OSIS terkejut melihat kearahnya. Cia bingung, pandangannya beralih kearah seragamnya yang tembus pandang, sontak ia langsung menutup tubuhnya dengan ransel miliknya.

"A-apa yang kalian liat-liat huh?" serunya gugup, astaga ini pertama kalinya ia terlihat kacau. Ia tidak pernah menyangka akan mendapatkan hukuman di hari kedua dirinya menginjakkan kaki ke sekolah ini.

"Ikut gue!" ucap pria itu dingin menarik paksa tangan Cia, semuanya hanya bisa melihatnya dengan iba karena bisa gadis itu simpulkan jika pria yang menariknya ini adalah orang yang sangat ditakuti di sekolah ini. Sial, lo salah berurusan dengan orang yang salah Cia.

Pria itu membuka ruangan OSIS miliknya, lalu berjalan menuju lemari. "Ganti baju lo!" serunya melempar pakaian itu pada Cia.

Cia spontan menangkap baju itu, ia mengernyit bingung mengapa pria ini mendadak aneh? Apalagi ini seragam perempuan. "Lo dapat dari mana baju nih kak?"

"Sumbangan, cepat ganti. Gue tunggu diluar!" jawabnya lagi langsung menutup pintu ruangan itu.

Braak.

"Iih ngeselin banget nih orang!" gerutunya lalu menatap kembali baju pemberian Abryal. Cia menghela napas sejenak, mau tak mau ia harus mengenakan seragam ini atau dirinya bisa masuk angin.

Usai mengganti seragamnya, Cia mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil didalam ranselnya tadi. Setelah itu barulah ia berjalan kearah pintu. "Udah."

Pria itu menoleh kearahnya lalu mengangguk. "Lain kali jangan terlambat." ucapnya berjalan meninggalkan Cia yang terdiam ditempat.

"Lah kan hujan woi!" protesnya namun tidak dipedulikan pria itu, Cia menghela napas kasar dirinya pun langsung berjalan menuju kelasnya.

"CIA!" teriak seseorang membuat gadis itu menoleh keara suara itu.

"Mira, ngapain lo disini?" tanyanya bingung melihat temannya berlari kearahnya.

"Disini lo rupanya, gue dari tadi nyariin lo!"

"Emang ada apa?"

"Nggak ada, yok masuk. Lo beruntung banget, bisa ketemu sama kak Al!" godanya menyenggol lengan Cia.

"Huh? Maksudnya gimana?" Cia sama sekali tidak mengerti maksud gadis didepannya ini. Apalagi tadi menyebutkan beruntung banget ketemu pria itu? Yang ada Cia merasa sial karena dialah yang membuat paginya menjadi kacau seperti ini.

"Ish, kak Al jarang banget terlihat loh. Apalagi sekali ketemu udah berasa beruntung banget tuh liat cowok. Dia itu misterius Ci." terangnya.

"Misterius?" Dahi Cia semakin mengernyit bingung. Nih cewek kayaknya udah diracuni pikirannya tentang pria itu. Abryal Alfariel, gue harap kita nggak bertemu lagi.

"Udahlah, lo nggak bakalan ngerti. Yok ke kelas!" ajak Mira menarik tangan Cia menuju kelas. Tanpa disadari jika keduanya diperhatikan oleh pria yang tengah menjadi perbincangan mereka.

Pria itu merapikan topi yang dikenakannya sambil tersenyum miring. "Belvana Bricia, gue harap kita bertemu setiap hari mulai detik ini." gumamnya langsung bersiul menuju kelasnya.

***

Cia duduk termenung, pelajaran Fisika tadi membuat kepalanya pusing tujuh keliling. Memang dasarnya ia tidak pandai Fisika makanya setiap pelajaran itu masuk pasti gadis itu frustasi.

"Huft, kenapa nggak bisa dihilangin aja sih pelajaran Fisika, sumpah susah banget ngertinya!" kesalnya meneguk kandas jus mangganya.

Mira hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat kelakuan teman barunya ini. Cia adalah murid pindahan, entah kenapa gadis itu pindah ia pun tidak tahu."Lo mending makan mie gorengnya nih, keburu ngembang nggak enak lagi." ujarnya langsung dituruti oleh gadis itu.

Cia mengambil garpu dengan malas, ia memilin mie itu lalu memasukkan kedalam mulutnya. "Emang nggak ada tandingannya nih mie, buat gue candu." Suasana hatinya mendadak baik.

"Ya elah nih anak malah dramatis banget. Udah cepatan kunyahnya bentar lagi masuk!" serunya jengkel melihat betapa lambatnya Cia mengunyah makanan.

Cia yang tengah menikmati makanannya dengan tenang, dikejutkan dengan kedatangan Abryal yang duduk dihadapannya. Sontak Cia tersedak, buru-buru meneguk air putih milik Mira.

Jangan tanya Mira seperti apa sekarang, dirinya diam membeku karena kedatangan Abryal tiba-tiba duduk disampingnya.

Abryal tersenyum tipis, ia tidak peduli dengan semua orang yang tengah menatap mereka. Ia menikmati makanan yang sama dengan Cia. Tentu gadis itu menatapnya tajam. "Kenapa lo disini duduknya?" tanyanya sontak membuat semuanya terdiam.

Abryal mendongak menatap gadis itu dengan intens. "Nggak ada." jawabnya singkat. Cia kesal, ia mengambil sosis di piring Abryal dan mengunyahnya didepan pria itu. Lagi-lagi aksi Cia membuat semuanya kembali syok.

Abryal terkekeh pelan. "You're so brave, Bricia. I wonder if you life after this goes normally or not." ucapnya pelan lalu berdiri meninggalkan Cia yang terbengong dengan ucapannya barusan. Gadis itu mengepal tangannya kuat menatap tajam punggung pria yang mulai menghilang dari pandangannya.

Mira melihat iba kearah Cia, Abryal memanglah populer dan tampan. Tetapi, jika sekali berurusan dengan pria itu dahlah panjang urusannya. "Cia..."

Cia menghentakkan mejanya kuat. "Bisa nggak sih dia pakai bahasa Indonesia aja?! Mana gue ngerti bahasa Inggris anjir! Dia tadi ngomong apaan??" gerutunya membuat semuanya terbengong lagi menatapnya.

Mira menepuk jidatnya pelan. "Astaga gini amat gue punya teman."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!