Susah Ditebak

Disinilah Cia dan Abryal berada, duduk di ruang tamu sejak 20 menit yang lalu. Cia merutuki dirinya yang mempersilahkan pria itu masuk sebagai tamu kedalam rumahnya. Manalagi ia menyediakan teh dan biskuit yang barusan ia buat untuk pria itu.

Cia bingung harus mengobrol apa padanya, jujur ia sulit menebak maksud pria ini datang kemari. Apalagi mengetahui rumahnya rasanya aneh sekali. "Lo udah selesai kan kak? Silahkan pulang." usir Cia, ia tidak bisa seperti ini lebih lama lagi. Takut abangnya pulang atau kedua orang tuanya, bisa gawat nanti jelaskan pada mereka tentang Abryal.

Abryal tersenyum miring. "Mana jepit rambut yang lo curi tadi?" tanyanya membuat Cia menatapnya tidak percaya.

"Hei, ini jepit rambut gue kak, lo kenapa sih obsesi banget sama jepit rambut gue?"

Abryal diam, ia memilih meneguk teh itu dan mengunyah biskuit buatan gadis itu. "Enak, makasih." ucapnya berdiri dari tempatnya. Pria itu melenggang menuju motornya dan melaju meninggalkan perkarangan rumah Cia.

"Ini aneh banget, gue nggak ngerti jalan pikirannya. Tadi dia minta jepit rambut gue, trus pas gue tanya malah kabur. Apa sih maksudnya?!"

Cia mengunci pintu dan menutup semua jendela. Pokoknya ia jadi waspada sejak Abryal datang tadi. Jujur, ia merinding dengan pria itu. Pokoknya ia harus waspada mulai sekarang.

Tok...tok...tok.

"CICI! CIII!" teriak Azlan membuat lamunan Cia buyar, buru-buru ia membukakan pintu untuk abangnya.

"Kenapa dikunci dari dalam huh? Udah lama gue nunggu!" cerocos pria itu, Cia berdecak pelan.

"Demi keselamatan bang, lo nggak tau kalau banyak maling disini." ketusnya berjalan kembali ke sofa.

"Wah, dapur dah bersih ya. Makacih." seru Azlan senang melihat dapurnya sudah seperti sedia kala.

"Wah, dipir dih birsih yii, mikiicih." Cia mendumel menirukan ucapan abangnya tadi. Ia langsung melempar bantal sofa kearah abangnya. "Gue minta tagihan bang!" serunya.

"Nggak ikhlas nih ceritanya? Padahal gue bawain lo jajanan loh."

Telinga Cia langsung tegak, cengar-cengir menghampiri abangnya. "Hihihi apa tuh?"

Belum sempat Azlan menjawab, adiknya yang kurang ajar ini malah merampas makanannya begitu saja. "Cilor kesukaan gue!" pekiknya langsung melahap cilor itu.

Azlan memutar bola matanya malas. "Ambilah semuanya, gue mau tidur. Sumpah ngantuk banget." ucapnya berjalan menuju kamarnya.

"Ya...ya sanalah! Makasih bang!" jawabnya tanpa menoleh kearah abangnya.

***

Deg.

Tamatlah, kenapa gue bisa telat bangun kek gini?!

Cia buru-buru mandi dan memakai seragamnya. Lihatlah jam sudah menunjukkan pukul 06.15. Ia bisa saja terlambat pergi sekolah.

"Cih, gue nggak mau dihukum apalagi bertemu dengan pria sialan itu lagi." gerutunya pelan, ia jadi ragu untuk tetap sekolah hari ini.

"Cici woi Cii lo udah bangun?" panggil Azlan dari luar kamarnya.

Cia semakin panik dan hanya bisa mondar-mandir didepan cermin. "Uhuk, gue lagi nggak enak badan bang." serunya menyangkal agar tidak jadi sekolah.

"Hah? Nggak enak badan? Serius?" Azlan langsung membuka kamar Cia yang kebetulan tidak dikunci.

Azlan melirik adiknya heran, sudah berseragam lengkap namun tidak terlihat jika adiknya sedang sakit. "Lo benaran sakit?" tanyanya sambil meletakkan tangannya di kening Cia.

"Nggak panas pun. Ayoloh mau bolos huh?"

Cia langsung menatap tajam abangnya. "Enak aja gue mau bolos, orang gue benaran nggak enak badan. Udahlah gue mau berangkat langsung takut telat." kesalnya merampas ranselnya lalu berjalan mendahului Azlan. Bukannya melancarkan aksinya, ia malah tetap datang ke sekolah. Dasar plin-plan.

"Hei sarapan dulu woi!"

"Nggak, makasih gue lagi nggak lapar!" jawabnya melenggang keluar rumah.

Cia mengendarai motornya dengan sangat lambat seperti siput. Ia tidak peduli jika dirinya terlambat sekolah toh, tujuannya memang tidak datang kesana lantaran pria itu. Saat ini adalah tujuannya pergi ke warnet, untuk merilekskan otaknya yang jenuh.

"Yuhuu warnet aku datang." serunya memekik pelan, ia memakai jaket coklat kesukaannya berjalan masuk kedalam Warnet. Hari ini penghuninya tidak terlalu banyak lantaran hari sekolah dan kerja jadinya hanya 5 orang disini termasuk dirinya.

"Mas, saya pesan yang dua jam ya."

"Oke neng, silahkan ambil tempat sesukanya." jawab operator warnet itu. Cia bersiul pelan mencari tempat yang cocok untuknya bermain komputer. Setelah mendapatkan tempat, barulah ia bermain disana.

"Iya hajar trus! Mati lo!" serunya memainkan mouse dan keyboard untuk menembak musuh dalam komputer itu.

"YES GUE MENANG!" soraknya setelah memenangkan game di dalam komputer.

"Bagus ya, malah bolos kesini." ucap seseorang disebelahnya.

Deg.

Jantungnya tiba-tiba berdetak lebih cepat dari biasanya, apakah dia berhalusinasi? Kenapa ia merasa suara tadi adalah suara Abryal?

"Nggak mungkin...nggak mungkin, mana dia tau kalau gue kesini." gumamnya tetap berpikir positif.

"Belvana Bricia, ckckck lo bolos." ucapnya lagi membuat Cia langsung menoleh kesamping.

"Aakh! Lo?!" pekiknya terkejut melihat Abryal benar-benar ada disini. Astaga apa pria itu cenayang? Kenapa muncul dimana-mana?!

Abryal tersenyum samar, menatap wajah gadis itu yang terlihat syok. "Mau taruhan, kalau lo menang gue bebasin lo dari hukuman. Kalau lo kalah siap-siap hukuman dari gue karena bolos, gimana?" tawarnya.

"Nggak, gue nggak mau. Ini urusan gue, lagian ini diluar sekolah, jadi lo nggak usah ikut campur urusan gue!"

"Disini urusan gue, lo nggak bisa mengelak Bricia." ucapnya penuh tekanan, tetapi tidak membuat Cia gentar.

"Ini diluar sekolah Kak, tolong jangan campuri urusan gue!" Lama-lama pria ini membuatnya jengkel, apa dia tidak ada urusan lain selain merecoki dirinya huh?

"Terima taruhan atau tidak?" tanyanya lagi masih keras kepala. Cia mengumpat kesal dalam hati, rasanya ia ingin menghajar pria menyebalkan itu.

"Nggak, sampai kapanpun gue nggak bakalan terima taruhan apapun."

"Oh iya? Trus lo mau kedua orang tua lo dipanggil ke ruang BK, gara-gara anak gadis mereka bolos kesini?" ledeknya sukses memancing amarah Cia.

"Brengsek, lo kalau ada masalah sama gue bilang langsung kak. Nggak usah pakai ancaman rendahan kayak gini!"

"Ck, mulutnya sangat terjaga sekali akhlaknya ya. Kalau lo kalah beuh hukumannya jadi double karna lo ngomong kotor, Bricia." ledeknya.

"Berhenti manggil gue Bricia, Bricia...agak lain telinga gue dengarnya!" Cia juga mempermasalahkan panggilan yang satu ini. Bukan apa-apa ia melarangnya, hanya saja setiap dipanggil nama itu ia kembali teringat dengan mantan pacarnya yang hampir melecehkan dirinya waktu itu. Beruntung abangnya datang tepat waktu dan menghajar habis-habisan mantan pacar brengseknya.

"Trus lo mau gue panggil apa? Cici? Eh itu bagus juga. Oke, mulai hari ini gue bakalan manggil lo Cici." ucap Abryal dengan santai.

"Ck, terserah lo lah, gue capek kak." pasrahnya, kalau semakin dilawan yang ada ia malah menghabiskan waktu nya hanya berdebat dengan pria itu.

"Jadi gimana, setuju apa nggak nih taruhannya?"

"Pakai nanya pula, gue nggak setuju tapi lo tetap ngotot setuju kan kak!" jengkelnya melihat pria itu.

Abryal tertawa pelan. "Gue anggap setuju ya Ci, tunjukkan kemampuan bermain game lo. Gue nggak bakalan ngalah dengan cewek." ucapnya menyinggungkan senyumnya.

Deg.

Gila, nih orang benaran nggak liat-liat lawannya siapa ya? Oi gue cewek, ngala lah woi! Arrgh kalau kayak gini bisa-bisa gue kalah! Cowok nih susah banget sih ditebak. Sebenarnya dia mau apa dari gue?!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!