I Choose You!
Suara yang merdu dengan petikan gitar yang begitu terampil membuat beberapa pengendara motor di lampu merah terus memperhatikannya. Seorang gadis pengamen yang selalu tekun dalam bekerja selalu mempersembahkan lagu-lagu yang indah di setiap harinya.
Alunan musik serta suara yang bisa menyatu membuat para pengendara ikut terbuat. Satu persatu diantara mereka memberikan uang recehnya pada gadis pengamen itu.
"Terima kasih~"
"Terima kasih, semoga harimu menyenangkan!"
"Wah, terima kasih."
Ketika bicara biasa saja, gadis itu juga memiliki suara yang enak di dengar. Membuat beberapa pemuda, bahkan sampai yang lebih tua saja sengaja lewat di lampu merah itu hanya ingin melihat gadis itu.
Nama dari pengamen cantik itu adalah Sarah Alona, atau selalu dipanggil dengan nama Alona.
'Namaku Alona, Sarah Alona. Saat ini usiaku mau menginjak 18 tahun dan sudah sekolah di bangku SMA. Hmm, suatu saat nanti … Aku pasti akan menjadi seorang penyanyi terkenal.'
Alona memiliki adik bernama Lulita Zalona. Gadis itu tahun ini akan masuk ke SMP. Mereka berdua memiliki Ayah yang sudah sering sakit-sakitan. Membuat seorang Alona ngamen tanpa sepengetahuan orang tuanya. Gadis pekerja keras itu, selama ini mampu membeli buku sekolah sendiri dari hasil ngamen setiap ada jam kosong ataupun waktu libur di sekolah.
Gadis itu memiliki teman sebangku bernama Leon Radita (19), ia seorang yang penakut tapi pintar. Dia juga seorang yang kutu buku. Suka membela dan menasehati Alona. Lahir dari keluarga yang terbilang berada.
***
Suatu hari di kelas.
"Hei, kamu mau kemana?" tanya Leon, berbisik.
"Biasa—ini jam kosong, 'kan?" jawab Alona.
"Memangnya kenapa kalau jam kosong?" tanya Leon lagi.
Alona memutar bola matanya. "Astaga, apa kau lupa? Seperti biasa, aku akan cari nafkah untuk diriku dan adikku. Memangnya mau kemana lagi?" jelasnya, sambung mau siap-siap pergi.
Leon menahan tangan Alona. Membuat gadis muda itu menatap sahabatnya. "Ada apa lagi?" ketusnya lirih.
"Mm, jika kamu memang sangat butuh uang, kenapa harus membolos sekolah? Aku bahkan ada disini untukmu. Katakan, kamu butuh berapa, aku akan memberikannya padamu," bisik Leon.
"Ssstt jangan lagi, okay? Ck, hari ini aku membutuhkan banyak uang. Sebentar lagi ulang tahunnya Lulita, sepatu dia sudah rusak, jadi aku ingin memberikannya yang baru," terang Alona.
Mendengar itu, Leon langsung menahan tangan Alona laia. Sekali lagi dia mengatakan bahwa dirinya ada yang jika hanya membeli sepatu baru untuk Lulita.
"Leon, jika kamu meminjamkan uang padaku, bagaimana cara aku mengembalikannya?" Alona melepaskan tangan Leon secara perlahan. "Aku harus cari uang, bye!"
Leon sangat menyayangkan sikap Alona itu. Alona, selalu saja menjadi sang juara umum di sekolah, selalu jadi teladan karena menjadi siswa yang cerdas. Namun, kebiasaan buruknya yang sering bolos sekolah itu membuat bintang baik Alona menurun.
Alona berhasil melompat dinding sekolahan, berlari cepat menuju semak-semak tempat menyimpan gitar kesayangannya. Gitar kecil yang selalu menemaninya ketika mencari uang, selalu disimpan rapi supaya guru dan orang tuanya tidak menyita gitar kecilnya.
"Semoga kali ini aku berhasil mendapatkan banyak uang!" serunya.
Gadis itu segera lari menuju halte bus. Ia naik bis menuju terminal terdekat. Alona juga akan ganti baju sebelum pergi mencari uang, karena baginya, tidak mungkin mengamen masih memakai seragam sekolah, sebab itu bisa saja membuat citra sekolah akan buruk. Tidak lupa juga, Alona harus memakai topi dan jaket ketika mengamen.
"Nah, ini baru namanya Alona," sebutnya sendiri.
"Sarah Alona, calon penyanyi di masa depan yang akan terkenal dimana-mana, hehehe—"
Saat berjalan terburu-buru, tidak sengaja Alona menabrak seseorang.
Bruk!!
"Aduh, hati-hati!" seru suara seorang pria.
Pria dengan pakaian yang terlalu rapi itu sangat mencolok jika berdiri di terminal. "Kalau jalan tuh lihat kanan kiri, apa matamu tertinggal di rumah?" imbuh pria itu.
"Astaga, maafkan saya. Saya terburu-buru, maafkan saya!" Alona sampai membungkukkan punggungnya.
Remaja cantik ini tidak ragu untuk meminta maaf karena memang pada dasarnya dia yang salah. "Maaf, ya ..." lanjutnya merasa bersalah. Tanpa mendengar jawaban dari pria itu, Alona pergi begitu saja mengejar bus.
"Hah! Haduh, dasar anak jaman sekarang. Memang tidak ada sopan santunnya!" keluh pria itu.
Alona sudah beberapa naik turun bis hanya untuk bernyanyi. Namun tetap saja jumlah uang yang ia dapat masih belum mencapai target yang sudah ditargetkan.
"Haih, benar-benar sangat melelahkan," remaja itu mulai mengeluh. "Sudah bersusah payah, tetap saja hanya dapat sedikit,"
Setelah berpikir, Alona memiliki ide untuk bernyanyi di lampu merah. Sebenarnya malas sekali bagi Alona harus bernyanyi di lampu merah di terik matahari seperti siang itu. Tapi mau tidak mau, dia pun harus bernyanyi di sana.
"Disini sepertinya aman,"
Ketika Alona sedang bernyanyi, seorang pria yang menabraknya di terminal tadi bertemu dengannya lagi. Memang kebetulan atau takdir, Alona menyodorkan dompet kecilnya untuk meminta upah pada mobil pria itu.
"Hei, kita bertemu lagi?" ujar pria itu. "Hmm, ini untukmu!" katanya, memberikan lembaran uang kertas pada Alona.
"Eh Bapak lagi ya? Wah, ini apa tidak kebanyakan Pak?" tanya Alona begitu menerima uang tersebut.
Ekhem!
Pria di belakang kemudi mendehem. "Hanya uang sedikit, tidak ada harganya bagi saya. Pengamen seperti kamu ini, pasti senang bukan menerima uang itu? Sudahlah, kamu terima saja," kata-kata dan tatapan merendahkan darinya membuat Alona tersentak.
"Sama-sama dari tanah. Sama-sama menginjak tanah dan bakal balik lagi ke tanah, Jadi buat apa sombong? Heh, bahkan langit tak perlu menjelaskan kenapa dia tinggi. Dih, aku lihat ... yang tinggi saja tidak melangit. Ini kenapa tanah sok menjadi langit?" sulut Alona, dia sampai melempar uang itu pada pria itu.
"Melihat ke atas sebagai motivasi, bukan untuk jadi rendah diri. Melihat kebawah agar lebih bersyukur bukan agar jadi sombong," sambung remaja itu.
"Kau lihat, gunung yang tinggi, besar, luas dan gagah perkasa pun tidak pernah bangga. Lalu kenapa anda yang hanya sejentiknya saja berani sombong?! Malulah sama gunung. Menyebalkan!" Alona pun berlari menjauh dari mobil itu.
Dialah Kenzie, seorang pria kaku yang suatu saat akan merubah kehidupan Alona di masa depan. Pria yang memiliki sejuta prestasi yang sudah nyata adanya.
"Kau carikan dia untukku. Aku akan berterima kasih atas nasehat yang mahal itu," perintah Kenzie.
"Siap Pak," sahut asisten pribadinya.
Mata Kenzie terus menatap ke arah Alona pergi. Tatapan penuh amarah karena merasa terhina membuat pria gagah itu semakin ingin cepat bertemu dengan gadis bergitar itu.
"Ck, untuk apa kau mencarinya lagi? Dia hanya modus saja. Kau baru kembali dari luar negeri, jangan sampai terkecoh dengan gadis berwajah polos seperti dia," tegur Melvin, sahabat Kenzie.
Meski sudah diingatkan oleh sahabatnya, niatnya bertemu kembali dengan Alona tidak pudar. Ia terus saja menatap Alona yang saat itu sedang bernyanyi di seberang jalan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments