Bab 6 Bertemu Gadis Aneh

Hari mulai kembali gelap. Kota mati yang begitu terang dan bersahabat saat siang hari, sekarang berubah layaknya kota hantu yang mencekam. 

Clara coba menahan napasnya selama mungkin di belakang rak sebuah supermarket di pusat perbelanjaan tempat Teo berada. Ia melihat ada lima zombie yang lalu-lalang mencari keberadaannya.

Clara masuk ke dalam pusat perbelanjaan dan bersembunyi di dalamnya setelah dikejar oleh lima zombie hingga membuatnya terluka di bagian lengan kanan. 

Ia membawa satu flare gun dan sepuluh peluru isi ulang di kantongnya. Clara mencoba untuk menunggu saat yang tepat untuk menggunakannya.

"Sial! Mereka tidak mau pergi!" Pikir Clara yang semakin kesal.

Luka yang berada di lengannya semakin parah. Darah menetes ke lantai dan membuat satu zombie mencium darah miliknya. Zombie tersebut langsung mengarah ke tempat Clara yang sedang bersembunyi.

"****!" Seru Clara yang mulai panik.

Zombie itu mendekati rak, di mana Clara bersembunyi. Dengan mulut berlumuran darah yang telah menghitam. Serta kulit yang terlihat begitu pucat. Ditambah pakaian yang telah compang-camping berlumuran tanah dan sisa-sisa daging.

Zombie tersebut terus berteriak sambil menoleh ke arah belakang rak. Ia bereaksi terhadap tetesan darah Clara yang berceceran di lantai. Zombie itu sampai menjilati darah tersebut.

"Fiuh, untung masih sempat pindah," ucap Clara.

"Main petak umpet?" Tanya Teo yang tiba-tiba muncul.

"Hah!" Teriak Clara.

Teo langsung menyumbat mulut Clara. Ia melihat ke arah para zombie yang terpanggil dengan suara teriakan Clara. 

Pemuda itu segera melempar kaleng cola yang sudah kedaluwarsa ke arah ujung, menjauh dari tempat mereka berdua sekarang. 

"Kau siapa?" Tanya Clara. Ia melepaskan sumbatan mulut Teo.

"Hanya orang yang sedang berpatroli dekat sini," jawab Teo. Ia melihat para zombie terpancing dengan kaleng cola itu.

"Ayo," ajak Teo.

"Ke mana?" Tanya Clara.

"Cepat ikut saja!" Paksa Teo.

Teo memandu Clara menuju ke lantai dua, untungnya tidak ada tanda-tanda zombie. Ia terus memandu Clara hingga menuju ke area rooftop.

"Wow, kau punya perkemahan di sini," kejut Clara.

"Selamat datang di Utopia," sindir Teo.

Utopia adalah sebutan untuk tempat tersembunyi yang begitu makmur. Teo menggunakan kiasan itu untuk menunjuk tempat persembunyiannya.

Teo akhirnya mengajak Clara menemui Profesor Agasa dan Alwi.

"Kau mengajak siapa?" Tanya Agasa.

"Wanita ini dikejar oleh lima zombie di lantai bawah. Untungnya ia masih bisa diselamatkan, mungkin cuma terlihat agak kurus. Ini mungkin karena efek panik," sindir Teo.

"Ha-ha-ha! Aku tertawa," sindir Clara balik. Ekspresi wajahnya begitu datar saat menatap ke arah Teo. 

"Hai, aku adalah Profesor Agasa, salam kenal." Agasa menjabat tangan Clara.

"Aw, maaf. Masih baru lukanya," rintih Clara memegangi lukanya.

"Oh, maaf. Sebaiknya kita obati dulu lukamu, kemarilah," ucap Agasa.

Ia memandu Clara untuk duduk di dekat tenda. Agasa segera menyiapkan beberapa antiseptik dan beberapa perban serta alkohol.

"Halo, Kak. Aku Alwi, salam kenal," sapanya.

"Kalian semua satu keluarga atau hanya saling kenal?" Tanya Clara. Ia terlihat bingung.

"Untungnya hanya saling kenal, karena bila aku satu keluarga dengan seorang profesor yang sudah mengakibatkan bencana bodoh ini terjadi, maka aku akan membakarnya hidup-hidup," jawab Teo. Ia melihat area di bawah pusat perbelanjaan.

"Apa? Penyebab bencana ini adalah Profesor Agasa?" Tanya Clara. Ia merasa sangat bingung dengan penjelasan Teo.

"Kau benar-benar sangat berusaha menjadikanku penjahat utamanya di sini, yah?" Ucap Agasa. Ia segera mengobati luka Clara. 

Agasa menuangkan alkohol sedikit demi sedikit untuk membersihkan area luka. 

"Aw, tolong pelan-pelan, Prof," ucap Clara menahan sakit.

"Tahan dan diam," ucap Agasa. 

Ia mulai membasahi kapas dengan antiseptik dan mengelap luka Clara perlahan. Untungnya hanya goresan, bila tidak maka harus dijahit.

"Profesor, apa yang dimaksud Teo? Tolong jelaskan?" Tanya Clara.

"Benar 'kan? Setiap ada orang baru yang bergabung, maka kita harus perkenalan dahulu. Bayangkan bila orang barunya ada seribu, kita bisa menghabiskan waktu buat Human Resource Department," pikir Teo.

"Kau yang memulainya, bodoh!" Teriak Agasa kesal.

"Profesor? Please?" Clara memohon.

"Baiklah, ini adalah kisah yang menyebalkan. Intinya adalah kejadian badai energi yang terjadi di dunia nyata karena kesalah Mark Elon dan aku. Kami terlalu terburu-buru dalam mengambil keputusan untuk mencoba Quantum Ark tanpa pertimbangan dari banyak hal. Mark sangat yakin project ini sangat bermanfaat dan menjadi terobosan luar biasa bagi manusia modern, tapi malah justru berbalik sebagai bencana yang menakutkan," jelas Agasa.

"Badai energi kuantum, benar bukan?" Tanya Clara.

"Yah, itu benar," sahut Agasa.

"Kau benar-benar kurang kerjaan Profesor, sungguh," ucap Clara.

Agasa telah selesai dengan luka Clara. Perban bersih sudah menyelimuti lukanya. Clara merasa baik kembali, walau pun masih terasa ngilu.

"Lalu, apa yang kalian lakukan di sini? Hanya bertahan hidup sampai bumi ini hancur?" Tanya Clara.

"Hahaha! Lucu! Kau pandai berkomedi rupanya," sahut Teo.

"Apa kalian tahu, The Unknown di setiap wilayah berbeda?" Ucap Clara.

"Apa maksudmu? Apa itu The Unknown?" Tanya Agasa.

"The Unknown hanyalah sebutan ciptaanku untuk para penduduk lokal di bumi ini. Sebut saja bila di kota ini ada zombie," jelas Clara.

"Sangat kreatif, aku suka." Teo melihat ada burung merpati yang hinggap di dekat kabel pemancar dekat ruang kantor. Ia langsung mengambil busur panah.

Dalam satu tarikan tali busur, anak panah melesak cepat menghantam dada burung merpati itu. Clara yang menyaksikan itu hanya bisa tertegun melihat Teo.

"Kak Clara tahu dari mana bila The Unknown masing-masing wilayah berbeda?" Tanya Alwi.

"Kakak kebetulan baru masuk ke kota ini sekitar sepuluh hari yang lalu, kakak berjalan dari daerah bernama Bogor ke arah Jakarta. Di daerah Bogor, sangat banyak The Unknown yang disebut peri gigi" jelas Clara.

"Kau sudah sepuluh hari di dunia ini?" Tanya Agasa.

"Iya, aku menghitung pergantian hari sejak aku terdampar di sini," ucap Clara.

"Itu aneh, aku baru terdampar di sini kemarin, lalu ada Teo yang sudah terdampar di sini sepuluh menit lebih cepat dariku," pikir Agasa.

Agasa mulai berpikir. Kenapa setiap orang yang terdampar berbeda waktunya?

"Apa mungkin ada paradoks waktu? Karena badai energi itu menyebar layaknya tsunami ke seluruh dunia di hari yang sama," pikir Clara 

"The Unknown yang kau bilang tadi, apa mereka memiliki komunitas sendiri di setiap wilayah?" Tanya Teo.

"Kurang lebih seperti itu. Karena saat aku berpindah menuju wilayah bernama Depok, The Unknown di sana pun berganti." Clara mengambil segelas air dari teko dan meminumnya. Ia begitu kehausan.

"Akhirnya, air! Ucap Clara dalam hati.

"The Unknown jenis apa?" Tanya Teo lagi.

"Ghost, mereka seperti roh yang bergentayangan. Tidak terlalu membuat masalah, tapi cukup merepotkan karena mereka punya power untuk melakukan telekinesis benda," jelas Clara.

"Profesor, di atas wilayah Jakarta, ada wilayah apa?" Tanya Teo.

Agasa langsung membuka peta dunia Earthopean miliknya. Ia menunjuk wilayah Jakarta, di mana mereka berada. Dan menunjuk ke atas wilayah Jakarta yang bernama Banjarmasin.

"Dari mana kau dapat peta ini!" Tanya Clara.

"Dari sebuah resto di pusat perbelanjaan ini, aku sangat bersyukur sekali. Teo, wilayah di atas Jakarta adalah Banjarmasin. Bagaimana menurutmu?" Tanya Agasa.

"Kukira ada laut Jawa yang berubah jadi danau, tapi ternyata tidak," pikir Teo.

"Tunggu dulu, Apa maksudnya? Peta itu berbeda dengan peta bumi kita!" Tunjuk Clara. Ia begitu terkejut.

Teo menjelaskan bila Itu disebut sebagai Earthopean. Daratan layaknya pangea yang merupakan superbenua yang ada selama era akhir Paleozoikum dan awal Mesozoikum.

Daratan tersebut terbentuk sekitar 300 juta tahun yang lalu dan mulai retak sekitar 200 juta tahun yang lalu, sebelum komponen benua dipisahkan menjadi beberapa gugusan pulau seperti bentuk benua yang ada sekarang.

"Pangea di dunia paralel ini disebut dengan nama Earthopean, di mana letak dari setiap negara pasti berbeda dari tata letak di dunia kita yang asli. Namun wilayah di dalamnya seperti kota dan kontur alam masih sama seratus persen. artinya ini bisa di bilang copy paste," ucap Agasa.

Teo mengambil merpati yang baru ia panah. Teo memberikannya ke Agasa untuk dibersihkan dan dimasak.

"Siang ini kita makan merpati dan beberapa sarden di kaleng," ucap Teo.

"Bagaimana caranya kita pulang?" Tanya Clara. Ia menoleh ke arah Agasa.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!