My Fierce Boss

My Fierce Boss

Surat pengunduran diri

Suara raungan mesin mobil berhenti di sebuah gedung perkantoran yang memiliki sekitarnya 28 lantai. Gedung itu baru saja diresmikan sekitar 1 bulan yang lalu.

Pintu mobil sport berwarna kuning itu terbuka lalu disusul dengan keluarnya sebelah kaki jenjang yang dilapisi oleh celana kain.

Seorang wanita dewasa keluar dari mobil tersebut dengan kacamata hitam bertengger di batang hidungnya.

Blammpp

Mobil tertutup begitu saja. Dengan gaya anggun wanita itu berjalan memasuki area perkantoran. Begitu sampai di lobi kantor, di sana sudah berjejer para karyawan dengan masing-masing ID card yang mereka kenakan.

"Pagi, Buuu!" seru mereka serentak sambil menundukkan tubuh mereka.

"Pagi." ujarnya membalas sapaan staff karyawannya dengan sedikit senyuman di bibirnya.

Setelah membalas sapaan mereka, wanita itu bergegas berjalan menuju ruangannya yang terletak di lantai paling atas.

"Adel sudah datang?"

Beberapa staff yang mengantarkannya langsung menjawab. "Sudah, Bu."

"Kalian lanjutkan bekerja."

"Baik, Bu."

Ting

Pintu lift terbuka, langkah kakinya semakin cepat menuju ruangannya.

"ADELLLL!!!"

Gubrakk

"Iya, Bu Boss." seorang wanita seusianya datang dengan sempoyongan karena sempat terjatuh dari atas kursi tadi karena terkejut mendengar teriakan menggema.

"Gak usah formal. Masuk!"

"Eh! Eh! Iya."

Adel, asisten sekaligus sekretaris pribadinya itu langsung membukakan pintu untuk sang bos. Ya, dia tau kesalahan apa yang kali ini dia perbuat sehingga membuat bosnya murka.

"Cepat jelaskan!" titahnya begitu duduk di kursi kebesarannya. Sebuah plang nama yang bertuliskan nama Denada Ayudia Utami sebagai Chief Executive officer atau yang dikenal dengan singkatan CEO.

"Eh! A- anu i-tu..."

Brakk

Meja digebrak membuat Adel terlonjak kaget. "Ayam ayam!"

"Adelaa!" geram wanita itu dengan tingkah receh asistennya.

"Iya, Bu Boss." sahut Adel cepat lalu menegakkan tubuhnya.

"Maksudnya ini apa?!" Dena mengeluarkan sebuah surat dari laci mejanya dan melemparkannya ke atas meja.

Kepala Adel tertunduk. "Maaf, Bos."

Dena tampak meraup wajahnya kasar. "Kenapa? Apa aku memperlakukanmu kasar?"

"Tidak, Bos." Adel menggeleng.

"Lalu?"

"Aku dilarang bekerja oleh Mas Bara." tutur Adel.

Tubuh Dena langsung bersandar di sandaran kursinya. Ia memutar kursi tersebut hingga posisinya membelakangi Adel.

"Kamu tau kan, Del? Sulit bagiku untuk mencari orang baru yang akan menggantikan posisimu?"

"Dulu aku juga orang baru." balas Adel.

"Tapi, aku sudah mengenalmu sejak aku datang ke Paris. Karena itu aku tidak ragu untuk mempekerjakanmu."

Dena memutar kursinya hingga menghadap Adel.

"Aku mengizinkanmu untuk mengundurkan diri dengan satu syarat."

"Apa syaratnya?" tanya Adel cepat.

"Buka lowongan pekerjaan dan carikan aku orang yang berkompeten dan berpengalaman. Aku tidak mau orang yang asal-asalan apalagi yang tidak jelas."

"Syarat diterima." senyum Adel mengembang. Hal itu membuat Dena tersenyum tipis.

"Apa kau bahagia jika menikah dengan pria itu?" tanya Dena.

"Huumm..." Adel menganggukkan kepalanya yakin.

"Baiklah kalau itu sudah keputusanmu. Aku berharap semoga kau bahagia. Jangan lupa undangannya nanti."

"Pasti. Kau adalah sahabatku terbaikku. Terimakasih karena selama ini menemani hari-hariku."

"Ck! Kemarilah, beri aku pelukan perpisahan."

"Aku bukan mau mati, Na. Aku hanya ingin menikah, bukan berpisah untuk selamanya."

Dena langsung terkekeh mendengarnya. Keduanya langsung berpelukan.

"Lalu, kapan kau akan menyusul?" goda Adel mengerlingkan matanya setelah mereka melepaskan pelukan.

"Aku?" Dena menunjukkan dirinya sendiri. "Masih lama."

"Ish ish ish! Jangan memikirkannya lagi. Mungkin sekarang dia sudah bahagia dengan pasangannya."

Wajah Dena langsung memerah. "Apasih! Kapan aku memikirkannya?" kilah wanita itu.

"Serius nih? Hayooo lohhh... itu kalungnya aja masih dipakai." Adel menatapnya dengan senyum penuh godaan membuat Dena merasa dipojokkan.

"Kapan kau akan membuka lowongan pekerjaan?" Dena berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Mungkin besok bisa. Aku akan mencoba merekomendasikan beberapa orang kepadamu."

"Ya, dan selama sebelum aku mendapatkan orang yang pas, kau harus bekerja seperti biasanya."

"Bagaimana bisa? Aku sudah memberikan surat pengunduran diri." protes Adel.

"Itu syarat yang aku berikan. Jika tidak, kau tidak boleh keluar dari sini."

"Kau sangat kejam."

"Satu lagi, carikan aku yang perempuan, bukan laki-laki."

"Haduhhh! Itu sangat susah, Nona. Zaman sekarang perempuan tuh pemalas. Maunya digaji tapi tidak serius bekerja. Taunya memerintah saja."

Dena yang mendengarnya langsung mendelik sempurna. Kalimat Adel seakan-akan menyindir dirinya.

Seakan mengerti, Adel langsung menenangkannya. "Kau itu bos, jadi wajar saja memerintah. Sudah, sudah, jangan pasang wajah galakmu itu. Aku takut calon pekerja baru akan ketakutan dan berlarian saat melihat wajahmu."

Ck!

"Apa aku galak?" Dena lekas mengambil ponselnya dan membuka kamera untuk melihat pantulan wajahnya.

.

.

.

Berbeda di tempat lain. Tampak semua karyawan kantor tengah mengantri di sebuah ruangan tertutup. Satu per satu karyawan kantor di perusahaan itu masuk ke dalam ruangan bos mereka lalu keluar dengan ekspresi yang tidak mengenakkan untuk dilihat.

"Fairel Atharizz!" sebuah suara memanggil salah satu nama karyawan yang bekerja di sana.

Tampak pria muda yang berusia sekitar 25 tahun langsung bangkit dari tempat duduk memanjang yang tampak penuh oleh para karyawan lainnya.

"Silahkan!" ujar seorang laki-laki berkisar umur empat puluhan mempersilahkannya masuk ke dalam ruangan.

"Terima kasih, Pak." ucapnya seraya menganggukkan kepalanya.

"Silahkan duduk, Fairel." sahut asisten pemilik perusahaan itu kepada Fairel saat dirinya sudah berjalan masuk ke dalam.

"Baik, Pak." Fairel lekas menempatkan dirinya di kursi yang berhadapan langsung dengan meja. Hanya saja terhalang oleh meja kerja.

"Begini, kamu sudah tau bukan apa maksud dan tujuan saya memanggil satu per satu karyawan di sini?" ucap pria dengan stelan kerjanya. Sedangkan Fairel, dia hanya mengenakan kemeja putih polos dan celana bahan kain. Serta tadi ID card yang tergantung di lehernya sebagai tanda pengenal dan lainnya.

Fairel menganggukkan kepala. Tangannya saling menggenggam di bawah sana.

"Saya sebagai wakil dari Pak Theo sebenarnya cukup berat untuk menyampaikan hal ini kepada kalian semua. Maaf, kamu dan karyawan lainnya harus kami PKH karena ada suatu hal yang tidak bisa kami jelaskan secara detail. Intinya, mulai sekarang semua ya g bekerja di perusahaan ini akan kami berhentikan secara paksa."

Fairel tersenyum. Karena dari awal ia sudah tau berita itu. Perusahaan tempatnya bekerja akan melakukan PHK massal yang memberhentikan semua pekerja di perusahaan itu dengan sangat terpaksa.

"Kamu tidak apa-apa kan? Padahal kamu itu karyawan yang sangat kreatif dan memiliki skil dan kemampuan yang luar biasa. Tapi, yahh... saya harus melakukan ini."

"Saya tidak apa-apa, Pak. Mungkin ini bukan rezeki saya bekerja di perusahaan yang sangat inovatif dan sehebat ini. Saya sangat menghargai apa yang sudah diputuskan oleh Bapak terutama Pak Theo."

"Terima kasih, Fairel. Terima kasih karena sudah membantu perusahaan ini untuk maju."

"Iya, Pak. Saya juga berterima kasih kembali."

"Ini! Uang pesangon sekaligus gaji kamu bulan ini. Semoga kamu bisa mendapatkan pekerjaan baru yang layak. Dan semoga kita bisa kembali bertemu untuk ke kepannya." laki-laki itu menunjukkan dua buah amplop berwarna coklat ke hadapan Fairel.

"Terimakasih, Pak. Lain hari saya akan menjenguk Pak Theo. Semoga cepat sembuh dan bisa beraktivitas kembali." ujar Fairel mendo'akan.

"Aamiin. Pak Theo sangat menunggu kedatangan kamu."

"Kalau begitu saya pamit."

"Baiklah, hati-hati." laki-laki itu hanya bisa menatap Fairel dengan tatapan sendunya. Biar bagaimanapun juga, Fairel adalah satu-satunya karyawan yang sangat berpotensi di perusahaan itu. Belum lagi Fairel memiliki skill dan bakat khusus yang membuatnya bisa menjadi aset berharga bagi sebuah perusahaan. Tapi, hari ini juga ia harus terpaksa diberhentikan kerja atau di PHK. Desas-desus akar masalah itu mulai menyebar baik dari mulut ke mulut maupun dari internet ataupun media sosial.

.

.

.

Hola author comeback 🥰 Dena & Fairel juga comeback dan udah siap untuk menemani hari-hari kalian semua 🥰

Di hari yang spesial ini author mau mengucapkan beberapa katah kata. Marhaban Ya Ramadhan 1444 H. Selamat menjalankan ibadah puasa, dan semoga di bulan yang penuh berkah ini kita bisa mendapatkan mengampunan dari Allah SWT🥰

Terpopuler

Comments

Fin

Fin

ada apa dg perusahan tempat kerja farel

2023-05-22

0

ᴄᷤʜͦɪͮᴄͥʜͣɪᷡᴋͣ

ᴄᷤʜͦɪͮᴄͥʜͣɪᷡᴋͣ

alhamdulilah UP kalau lama UP bisa karatan pembacanya nunggu authornya🤣🤣🤣

2023-03-24

1

Station Liakolia

Station Liakolia

HEPI BEZDEI BOCIIIIIIILLLL🎂🎂🎂😘

2023-03-24

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!