Seorang pria tampak berjalan kaki sambil memeluk tas kerjanya yang berisi banyak dokumen penting. Hari ini adalah hari ke-tiga dia berkeliling pindah ke sana pindah ke sini guna mengirim surat lamaran pekerjaan. Namun, satu pun belum ada karena setiap perusahaan yang ia datangi tidak membuka lowongan pekerjaan baru. Tapi, pria itu pantang menyerah sebelum darah menetes dari sudut pelipisnya.
Keringat membasahi tubuhnya di tengah-tengah terik matahari yang begitu panas. Tas yang sebelumnya peluk itu ia gunakan sebagai alat untuk mengipasi wajahnya. Kendaraan-kendaraan berlalu lalang di depan matanya.
Brukkk
Tidak jauh dari tempatnya, tampak seorang wanita menjatuhkan banyak sekali kertas lalu bertaburan di trotoar. Awalnya ia tidak perduli, namun, saat melihat sosok wanita itu yang tampak kesusahan, membuat jiwa penolongnya langsung muncul. Ia perlahan bangkit dari duduknya di atas kursi kayu lalu perlahan berjalan mendekati wanita itu.
"Ada yang bisa dibantu, Mbak?" tanya pria itu yang bernama Fairel. Setelah di PHK, ia harus berjuang mencari pekerjaan baru untuk memenuhi kebutuhan hidupnya tinggal di kota Jakarta yang sangat padat dan banyak persaingan. Dirinya harusnya menyesuaikan diri dengan segala perkembangan zaman.
Wanita itu sempat menoleh sebentar, namun, kembali fokus ke kertas-kertasnya yang berbentuk seperti poster. "Tolong bantu kumpulin ini semua, Mas." pinta wanita itu.
"Oke." jawab Fairel. Tangannya langsung terulur memungut lembaran-lembaran poster yang bertaburan di trotoar, bahkan ada sebagian yang melayang di tengah jalan. Awalnya Fairel tidak menyadari bahwa itu adalah poster lowongan pekerjaan. Saat lembaran terakhirlah Fairel baru sadar. Ia terhenti sambil melihat tulisan-tulisan di poster itu.
"Mbak, ini--" perkataan Fairel terpotong saat wanita itu menganggukkan kepalanya.
"Iya, Mas. Itu adalah poster lowongan pekerjaan dari beberapa hari yang lalu."
"Beberapa hari yang lalu? Apa masih berlaku, Mbak?" tanya Fairel seperti tertarik mendengarnya. Ia kembali lagi melirik nama perusahaan yang tercantum di posternya.
"Sebelumnya saya belum pernah mendengar dan melihat nama perusahaan ini." lanjut Fairel.
"Perusahaannya baru diresmikan satu bulan yang lalu, Mas. Lebih tepatnya pindah kantor pusat dari luar negeri." jelas wanita itu yang sudah selesai mengumpulkan posternya.
"Apa saya masih bisa melamar bekerja di sana?" tanya Fairel memastikan. Karena seperti yang ia dengar tadi bahwa lowongannya dibuka beberapa hari yang lalu. Jadi, ia pikir sudah ada yang menempati posisi yang diinginkan atau lowongannya sudah ditutup.
"Mas mau melamar kerja di sana?" wanita itu memandang penampilan Fairel dari atas ke bawah.
Ditatap seperti itu membuat Fairel sedikit risih. "Kebetulan saya sedang mencari pekerjaan baru."
"Sebelumnya Mas bekerja sudah berapa lama dan di jabatan apa?" selidiknya lebih lanjut.
"Saya sudah bekerja selama 2 tahun sebagai marketing manager." tutur Fairel membeberkan data-data riwayat kerja sebelumnya. "Ini! Kalau Mbak tidak percaya." Fairel langsung mengeluarkan dokumen dari tasnya dan memberikannya kepada wanita itu.
"Bagus juga nih orang. Gue yakin Bu Boss pasti langsung tertarik dan langsung menjadikannya sebagai asisten dan sekretaris pribadinya hahaha...gue bisa cepet-cepet nikah deh sama Mas Bara."
"Nama Mas siapa? Nama saya Adela Anindya. Panggil saja Adel." wanita yang mengaku namanya Adel itu mengulurkan jabatan tangannya ke hadapan Fairel.
"Nama saya Fairel, Mbak." balas pria itu membalas jabatan tangan Adel lalu melepaskannya.
"Fairel?"
"Nama lengkap saya Fairel Atharizz." ucap Fairel dengan antusias karena yang ada di dalam pikirannya saat ini adalah cepat untuk bekerja.
"Owh." Adel hanya ber'oh saja.
"Silahkan Mas datang ke perusahaan ini besok siang sekitar pukul setengah 2. Jangan lupa bawa berkas-berkasnya."
"Baik, Mbak Adel."
"Kalau begitu saya pamit."
"Hati-hati, Mbak."
Diam-diam Fairel bersorak hore saat melihat kepergian Adel dari hadapannya. Senyumnya tidak lagi surut, melainkan terus menerus terbit membuat orang-orang di sekitarnya melihatnya bingung karena pria itu senyum-senyum sendiri dengan langkah kakinya bak anak kecil yang sedang bahagia.
.
.
.
Sudah beberapa hari terlewati sejak Dena membuka lowongan pekerjaan baru di perusahaannya. Sudah banyak juga calon pegawai yang melamar bekerja. Namun, sampai saat ini ia masih belum mendapatkan pegawai baru yang srek dan cocok di hatinya. Ini adalah hari keempat di mana sudah banyak calon pegawai berdatangan. Dena sebagai owner dari perusahaan itu jelas ikut terlibat dalam memilih karyawan.
"Riwayat pendidikan?" tanya Dena menginterogasi seorang calon pegawai baru yang duduk di hadapannya sekarang.
"SD di negeri 1 Jakarta, SMP di negeri 2 Bandung, SMA di--"
"Stop stop stop!!" potong Dena cepat.
"Kenapa, Buk?" tanya wanita itu.
"Lebih ringkas!" titah Dena.
"Saya lulusan S1 di Surabaya."
"Pengalaman kerja?"
"Menjadi baby sister dengan 5 anak sekaligus." jawab wanita itu polos.
"WHAT THE HELL!?? Baby sister? Gue cari pegawai kantoran, bukan pegawai buat ganti popok bayi. Yang bener aja!!" sungut Dena dalam hati.
Sungguh, Dena ingin sekali berteriak saat itu juga di hadapan calon pegawai baru. Ingat! Masih calon ya! Belum lulus seleksi.
"Kamu! Kamu lulusan S1 jurusan apa?" tanya Dena menekan sabarnya.
"Kebidanan." jawabnya lagi langsung membuat Dena mendorong kursinya ke belakang dan membelakangi calon pegawai baru itu.
"Kenapa, Bu? Saya diterima ya?" tanya wanita itu dengan tingkat percaya diri tinggi.
"Gagal total! Silahkan kamu keluar dari ruangan saya." balas Dena tanpa mau melihat wajah wanita itu.
"Yahhhh... padahal saya sudah jauh-jauh ke sini. Masa gak diterima sih, Buk? Nanti emak saya marah loh kalau denger anaknya gak diterima kerja kantoran."
Sontak Dena langsung berbalik sambil memasang wajah kesal. "Biarin. Bilang sama ibu kamu, kalau nyuruh anak ngelamar kerja itu sesuai bidangnya, bukan asal ikut kayak gini!!"
"Ishhh, si Ibuk mah galak." calon pegawai baru yang habis ditolak mentah-mentah itu langsung berdecak kesal. Dia bangkit dari duduknya lalu pergi dengan kaki dihentakkan membuay Dena yang melihatnya hanya bisa geleng-geleng kepala.
"Ya Allah, Adel!! Ngapain lo main bukain pintu aja buat tuh cewek. Bikin darah tinggi aja." Dena mengelus dadanya pelan.
Tidak lama sang biang kerok pun datang dengan senyum di bibirnya. Dena yang melihatnya langsung memasang wajah sinisnya.
"Eh eh! Ngapain nih Bu Boss kok cemberut gitu? Gak dikasih vitamin ya sama ayank?" ledek Adel dengan santainya berjalan menuju Dena dan berdiri tepat di belakang kursinya.
"Del." panggil Dena.
"Iya, Bu Boss?" tanya Adel yang saat itu perlahan memijit kedua bahu bosnya.
"Gue nyerah, Del. Ternyata capek banget nyeleksi pegawai baru sendiri."
"Sama, saya juga capek, Bu Boss. Lari-larian ke sana kemari tanpa alamat dan tujuannya sambil nempelin poster di batang pohon."
"Lo mah enak bentar lagi jadi pengangguran." sontak Adel langsung menarik tangannya dari kedua bahu Dena. Ia memutar kursi Dena hingga menghadapnya. Perlu digaris bawahi, panggilan mereka itu berubah-ubah. Kadang pakai aku-kamu dan kadang pakai lo-gue. Itu tergantung ya.
"Enak apanya heh! Emangnya jadi pengangguran itu enak apa?!" todong Adel merasa gemas dengan perkataan Dena. Ingin sekali ia menarik mulut wanita itu dan mengikatnya dengan sebuah talu rafia.
"Ya enak gak enak sih." jawab Dena membetulkan.
"Kalau mau jadi penganguran itu siap-siap buat makan batu dan kayu. Emangnya lo udah siap makan batu dan kayu trus dicocol sambal tomat?"
"Gak usah ngelawak, Del. Gue serius nih. Ada lagi gak pegawai baru yang mau melamar kerja? Kalau enggak ada ya tutup aja itu lowongan. Dan lo! Lo gak usah resign dari sini. Itu kan persyaratan yang udah kita buat dari awal?"
"Ihhh! Kok gitu sih. Masih ada satu orang nih cowok. Eh eh! Ngomong-ngomong soal tuh cowok, kemarin gue nemu dia di pinggir jalan tau gak."
"Hemmmm..." ekspresi Dena langsung berubah datar. Ia menyilangkan kedua tangannya di dadanya.
"Ihhh! Serius gue tuh, Na! Nanti dia datang, bentar lagi mungkin. Nah! Apa mau langsung disuruh masuk ke sini?"
"Enggak usah. Bawa aja daftar riwayat kerjanya ke sini."
"Okeee... dijamin langsung oke kalau yang ini. Awas loh ya! Dia itu tampan..."
"Gue bilangin Bara ya!" ancam Dena membuat Adel langsung berlari keluar dari ruangannya.
"Emang seganteng apasih sampai bikin Adel klepek-klepek?" gumam Dena sambil memainkan pulpen mahal di tangan kanannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
ᴄᷤʜͦɪͮᴄͥʜͣɪᷡᴋͣ
lanjuut thor
2023-03-24
1
auzi
lnjt lgi dong thor up ya
2023-03-23
1