Sebelum lanjut baca, author cuma mau ngingetin. Jangan lupa tekan likenya dan rate serta komennya. Soalnya author mau coba ikut event sebelah tuh yg khusus anak sekolahan 😁
.
.
.
Dena tampak berjalan ke sana ke mari tanpa alasan dan tujuan sambil menggigit kuku jari tangannya. Berulang kali ia mendengus panjang, menarik nafasnya dalam lalu menghembuskannya panjang.
"Ughhh!!!" wanita itu mengacak rambutnya frustasi. Entah sudah berapa lama ia bolak-balik ke sana ke mari di depan kaca pembatas ruangannya. Dari atas sana ia bisa melihat keadaan di bawah.
"Gak bisa gak bisa ini gak bisa. Adel sialaann! Kenapa harus dia kenapa harus dia??!" umpat Dena mengomel tidak jelas.
"Haa! Adel!" seketika Dena tersadar. Ia lekas mengambil ponselnya dari dalam tasnya dan membuka log panggilan dan mengetik di kolom pencaharian atas nama Adel.
Panggilan pertama tidak diangkat. Membuat Dena menggeram kesal. Sungguh! Mantan sekretarisnya itu sangat menyebalkan.
Di panggilan ketiga baru Adel mengangkat. Sontak Dena langsung mencerocos tanpa henti.
"Adel sialaannn! Lo tau gak sih yang jadi sekretaris baru gue itu siapa?? Lo itu, arghh!!! Kebangetan. Pokoknya gue gak mau tau, lo ke sini sekarang! Cariin gue sekretaris baru lagi dan putusin kontrak baru itu sekarang juga. Lo, lo, kenapa lo gak teliti sih nyari calon pegawai. Arghhhh!!!" rasanya Dena ingin membanting semua barang-barang di dalam ruangannya.
Di seberang sana Adel langsung menjauhkan ponsel dari telinganya. Suara Dena begitu melengking membuat telinganya pekak. Adel tidak tau kenapa mantan bosnya itu begitu sensitif kali ini.
"Lahhh! Yang jadi masalahnya sekarang apa lagi? Denger ya MANTAN BOSS yang terhormat. Si anu, eh siapa sih namanya?" Adel malah semakin membuat emosi Dena memuncak.
"Fairel!" jawab Dena ketus. Tapi, kenapa saat mengucapkan nama Fairel, hatinya serasa berbunga-bunga. Padahal Dena sedang kesal sekarang.
"Nah iya! Fairel. Padahal ya itu si Fairel kerjanya udah mantap. Kurang apa lagi sih? Lo kan udah ngasih waktu satu minggu buat gue nunjukin skillnya. Dan sekarang kita udah sepakat. Kontrak udah ditandatangani. Emangnya masalahnya apa sampe lo mau mecat dia? Dia punya salah sama lo?" cerocos Adel tanpa henti. Sedangkan dirinya tidak tau yang sebenarnya Fairel itu siapa.
"E-enggak sih." kata Dena pelan. "Tapi, dia tuh--" hampir saja Dena keceplosan. Namun, ia segera memasang rem hingga mulutnya tidak kelepasan bicara..
"Dia apa? Kalian udah ketemu kan?"
Dena menggigit bibir bawahnya. Ia tidak sanggup untuk mengatakannya bahwa Fairel itu adalah bagian dari kisah remajanya dulu. Yang Adel tau hanyalah ceritanya saja karena Dena tidak mengatakan siapa nama Fairel kepadanya.
"Na. Woy, Na!" teriak Adel membuat Dena tersentak kaget.
"Gue gak mau tau. Pokoknya lo harus cariin sekretaris yang baru buat gue. Hari ini juga!" titah Dena tanpa alasan yang jelas.
"Gak bisa!! Dia gak bisa dipecat gitu aja!!!"
"Lo harus nyertain alasan yang jelas." sambung Adel lagi hampir membuat Dena frustasi dibuatnya.
"Kalaupun lo mau mecat dia, lo gak bisa mecat gitu aja tanpa alasan yang jelas. Kontrak udah ditandatangani. Di perjanjiannya tertulis kalian akan terikat selama 3 bulan. Itu masih percobaan. Kalau kerjanya bagus, gue bakal bantu lo buat bikin kontrak baru dengan jangka waktu yang lebih panjang. Dari yang gue liat, dia itu pekerja keras, hebat, pintar, punya skill dan kemampuan yang gak bisa dimiliki oleh banyak orang. Harusnya lo ngerti dan manfaatin sebaik mungkin. Ini juga demi kemajuan perusahaan lo, Na. Kalau lo mau pecat dia sih terserah. Lo gak bakal bisa nemuin karyawan kayak dia lagi. Susah nyari yang bener-bener perfect dan mau bekerja serius."
Dena tertegun. Apa yang dikatakan Adel itu benar adanya. Dena hanya terperangkap masa lalu. Harusnya ia tidak boleh mencampur adukkan urusan pribadi dan pekerjaan. Harusnya Dena bisa profesional.
"Lo denger gue gak?" tanya Adel.
"Ya." jawab Dena sangat singkat.
"Lihat sendiri gimana kerjanya. Kalau gak menurut kriteria lo, lo bisa nyari. Tapi, cari sendiri, gue udah capek nyari pegawai baru ke sana ke mari. Karena gue tau, lo orangnya teliti banget. Gue harap lo gak menyesal suatu saat nanti kalau masa kontraknya habis. Manfaatin waktu lo sebaik mungkin. 3 bulan itu gak lama. 3 bulan itu sangat singkat."
Dena terdiam, mencermati kata demi kata yang diucapkan oleh Adel.
"Udah dulu ya. Gue tutup telfonnya dulu. Oh ya satu lagi, lo gak perlu khawatir karena selama seminggu itu gue udah ngajarin dia. Jangan khawatir soal jadwal-jadwal lo."
"Dah ya, gue tutup dulu. Bye!"
"Oke. Bye." kata Dena pelan. Ia memandang layar ponselnya yang panggilannya sudah terputus.
"Hufttt!!!" Dena menghela nafas panjang berusaha untuk menenangkan hatinya. Dena sangat tegang sekarang. Ia ragu untuk keluar dari ruangannya dan berinteraksi dengan sekretaris barunya.
"Huhuhuhuu... ini gak bisa... huwaaaa Papaaaa..." rengek Dena memanggil papanya.
"Ekhem!" suara deheman pria berhasil membuat Dena hampir jantungan.
"AAAAAKKKHHHH SETANNNN!!!" teriak Dena menggelegar. Ia sampai terduduk di lantai keramik yang terasa sangat dingin.
"Gak apa-apa?"
"Lo! Sejak kapan lo ada di sini??!" ketus Dena sambil mundur ke belakang saat seorang pria hendak membantunya berdiri.
"T- tadi."
"Lo denger apa?!" tanya Dena menginterogasi. Takut-takut kalau pembicaraannya dengan Adel sampai terdengar.
"E-enggak denger apa-apa. C- cuma--"
"Gawat! Jangan-jangan dia???"
"Cuma denger pas manggil Papa aja."
Huft!
Akhirnya Dena bernafas lega. Ia meletakkan tangannya di depan dadanya dan mengusapnya pelan.
Dena langsung tersadar. Ia merubah ekspresinya datar. Wanita itu langsung bangkit sambil menepuk-nepuk pelan celananya.
"Ekhem..." Dena berdehem untuk meredam rasa gugupnya. Keduanya terdiam tidak tau harus mengatakan apa. Sama-sama canggung hingga mereka tidak sadar bahwa ada salah satu karyawan masuk ke dalam ruangan Dena untuk mengantarkan laporan keuangan.
"Bu Boss." panggilnya membuat Dena tersadar. Ia langsung beranjak dari tempatnya dan berpindah ke kursi kerjanya.
"Ke sini!" titah Dena.
"Baik, Bu Boss."
Karyawan wanita itu langsung berjalan mendekati meja kerja Dena dan memberikan dokumennya.
Dena langsung mengambil dokumen itu untuk ia tandatangani. Setelah selesai, Dena langsung memberikannya kembali. "Kembali bekerja."
"Baik. Kalau begitu saya pamit, Bu Boss."
"Iya." balas Dena mengiyakan.
Sesaat setelah karyawan itu pergi, Dena masih terdiam. Ia merasa canggung. Jika dengan Adel, mungkin saja mereka sudah tertawa lepas. Namun, kali ini untuk tersenyum pun rasanya Dena tidak mampu. Seolah-olah semua saraf-saraf di tubuhnya lumpuh.
"Apa jadwalku selanjutnya?" tanya Dena.
Sontak Fairel berjalan mendekat dan berhenti tepat di samping meja kerja Dena sambil membuka buku hitam yang berisi catatan penting baik untuk rapat ataupun yang berkaitan dengan jadwal Dena.
"Pukul 2 anda ada meeting di restoran XXX. Selanjutnya tidak ada." tutur Fairel membacakan jadwal Dena.
Dena menyanggah dagunya dengan kedua tangan yang ia tumpukkan menjadi satu. Ia memandang lurus ke depan tanpa mau melirik ke samping. Mereka masih terdiam karena merasa sama-sama canggung. Bukan hanya canggung karena pertemuan pertama setelah berpisah selama 6 tahun lamanya, tapi, juga canggung karena kejadian di toilet tadi. Dena masih mengingat saat-saat bibir bertemu bertemu sempurna.
Sesaat kemudian Dena mengubah posisinya. Ia menoleh ke samping tempat dimana sekretarisnya berada. Dena menoleh secara perlahan, ia tidak langsung melihat wajah Fairel. Melainkan melihat dari ujung sepatu kerjanya lalu naik ke atas hingga akhirnya netra matanya bertemu langsung dengan netra mata hitam milik Fairel.
Deg
*Deg
Deg*
Tiba-tiba jantungnya berdetak cepat.
Srettt
Dena langsung mengalihkan pandangannya ke depan karena ia tidak sanggup untuk menatap pria itu lebih lama lagi.
"Masya Allah. Udah 6 tahun ternyata dan lo... tambah ganteng. Eh! Astaghfirullah."
Dena hanya bisa membatin sambil mengagumi sosok yang dulunya remaja tampan menjadi pria dengan ketampanan yang selalu membuat Dena oleng karenanya.
Sedangkan yang dirasakan oleh Fairel tidak kalah sama dengan apa yang dirasakan Dena. Saat kecelakaan tadi, Fairel hampir dibuat pangling dengan perubahan yang ada di dalam diri Dena. Satu kata yang mungkin Fairel bisa katakan, yaitu perfect.
"Udah gue bilang. Kemanapun lo pergi, gue selalu ada di sisi lo. Lo gak bisa kabur lagi, Na."
Keduanya hanya bisa sama-sama membatin dan sama-sama memuji satu sama lain. Perpisahan yang membuat mereka menjadi canggung dan gugup. Perpisahan mereka yang membawa sebuah keistimewaan. Pergi dan kembali dengan membawa segala perubahan. Bagaikan istilah. Pergilah sejauh-jauhnya dan kembalilah dengan versi yang jauh lebih baik lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
ᴄᷤʜͦɪͮᴄͥʜͣɪᷡᴋͣ
lagi thooor kasih tambah amunisi biar semangat
2023-03-25
2
auzi
lnjt lgi dong thor up ya.
mkn seru ni
2023-03-24
1