Pertemuan pertama

Seperti apa yang dikatakan Dena, seminggu ia tidak hadir di perusahaannya. Hanya bekerja dari rumah saja tanpa menengok bagaimana perusahaannya berjalan semenjak kehadiran karyawan baru. Ia juga tidak mau tau dan penasaran bagaimana dengan tampang wajah pria tersebut.

Mobil sport kuningnya terparkir indah di parkiran khusus. Hanya ada mobilnya saja yang ada di parkiran tersebut.

Kakinya yang jenjang melangkah bak model di salah satu ajang pemilihan model nasional.

Semua karyawannya berbaris rapi di lobi kantor dengan pakaian yang rapi juga. Dena melirik sekelilingnya. Tidak ada Adel yang selalu menyambut kedatangannya seperti biasa. Rasanya memang hampa dan kosong. Karena ia sudah terbiasa dengan kehadiran Adel di sisinya, menemaninya bekerja dan bepergian. Mereka juga akan bepergian ke salon dan spa untuk mempercantik diri. Namun, kali ini terasa berbeda.

Tadi pagi Adel sudah mengirimkan pesan sebagai ucapan perpisahan sebagai hubungan bos dan karyawan. Namun, hubungan pertemanan mereka tidak akan pernah putus kecuali maut yang memisahkan.

Netra matanya terhenti pada seorang karyawan biasa. "Novi." panggil wanita itu.

"Siap, bos." jawab Novi, karyawan di bagian divisi pemasaran. Ya, selama ini Dena cukup akrab dengan karyawan-karyawannya termasuk Novi, Lala, Dion, dan Frank. Keempat karyawan tersebut cukup akrab dengan Dena. Mereka berasal dari divisi yang sama, yaitu divisi pemasaran.

"Karyawan baru, mana?" tanya Dena mencari-cari karyawan baru yang menjabat sebagai sekretarisnya sekaligus asisten pribadinya.

"Owh, itu. Tadi katanya kebelet mau ke toilet." jawab Novi berbicara lancar sambil menunjuk ke arah belakangnya.

"Ada-ada aja." lirih Dena.

"Ya sudah, kalian semua lanjutkan bekerja."

"Baik, Bos." jawab semuanya serentak.

Dena melangkahkan kakinya menuju lift. Tampak Novi mengikutinya dari arah belakang. "Mau saya antar, Bu Boss?" tawar Novi karena ya memang selain ia juga ingin pergi ke lantai atas, ia juga sering mengantarkan Dena sampai ke depan ruangannya.

"Tidak usah, kamu lanjut bekerja saja."

"Baiklah. Kalau begitu saya pamit."

"Eh! Tunggu tunggu!" Dena mengulurkan tangannya berniat meraih Novi.

"Kenapa, Boss?" Novi membalikkan badannya.

"Kenapa harus pamit? Sini, naik bareng saya." ucap Dena mengkode menggunakan tangannya agar Novi segera masuk ke lift bersama dengannya. Tidak ada lift khusus bos ataupun karyawan biasa. Karena semuanya sama, mereka mengenakan lift yang sama.

"Eh! Iya." Novi segera berlari masuk ke dalam lift yang hampir tertutup.

"Bagaimana dengan karyawan barunya?" tanya Dena karena ia sama sekali tidak pernah bertanya kepada bagian HDR tentang karyawan baru itu.

"Ganteng, Bu." jawab Novi cepat. Namun, sesat ia langsung menutup mulutnya.

Dena hanya menggeleng. "Iya, tau ganteng. Kan namanya juga cowok. Kalau cowok cantik itu beda lagi."

"Saya serius, Bu Boss. Orangnya itu tinggi, putih, ya emang jarang senyum sih. Tapi, beneran itu ganteng banget, Bu Boss." curhat Novi malah memancing rasa penasaran Dena.

"Bisa aja kamu, Nov."

"Yee, Bu Boss mah suka gitu. Ada cowok ganteng malah gak mau ngelirik."

Keduanya mengobrol sangat santai, bagaikan teman, ya memang teman sih.

"Ganteng versi saya itu beda lagi, Nov."

"Eh ya, trus bagaimana dengan kinerjanya selama seminggu ini tanpa kehadiran saya?" Dena mengalihkan topik pembicaraan.

"Perfect."

Hanya satu kata yang bisa Novi ucapkan. Karena memang, selama seminggu penuh itu ia selalu memantau bagaimana kinerja karyawan baru itu. Selain untuk berjaga-jaga, Novi juga diperintahkan oleh Dena agar mengawasi karyawan baru itu.

"Bu Boss." panggil Novi melihat keterdiaman Dena.

"Iya, kenapa, Nov?" Dena memandang Novi. Di dalam lift hanya ada mereka berdua, makanya keduanya bisa berbicara bebas dan santai.

"Biasanya kan setiap ada karyawan baru yang masuk, kita selalu ngadain acara penyambutan. Saran aja, Bu Boss. Udah lama kita gak kedatangan karyawan baru."

Dena terkekeh pelan mendengar kode keras dari karyawannya.

"Atur saja dimana tempat dan kapan waktunya." balas Dena membuat Novi tersenyum puas.

"Serius, Bu Boss?" tanya Novi begitu semangat.

"Serius. Kamu diskusikan dulu sama yang lain. Minta pendapat mereka juga." begitulah alasan karyawannya yang betah bekerja. Selain baik, Dena juga royal. Setiap ada hari penting salah satu karyawannya, Dena selalu membuat perayaan seperti makan-makan.

"Makasih ya, Bu Boss. Semoga rezekinya lancar dan semoga cepat dapat jodoh. Aamiin."

"Aamiin. Ehh!!" Dena langsung tersadar.

"Kenapa, Bu Boss?" tanya Novi bingung.

"Ah, enggak." jawab Dena berbohong. Sebenarnya ia cukup terkejut dengan do'a yang diucapkan oleh Novi.

Ting

Pintu lift terbuka karena lift sudah berada di lantai 18. Novi segera berpamitan kepada atasannya sambil membawa berita bahagia kepada rekan kerjanya.

"Saya pamit, Bu Boss. Bu Boss yang semangat kerjanya." Novi mengangkat kepalan kedua tangannya ke udara.

"Kamu juga, Nov."

"Dahh, Bu Boss."

Dena melambaikan tangannya saat pintu lift hampir tertutup. Begitu sudah tertutup dan lift naik ke atas, Dena menghela nafasnya panjang. Entah kepada jantungnya berdebar kencang. Tidak biasanya Dena merasakan hal tersebut kecuali dulu saat remaja. Mengingat itu membuat Dena termenung. Namun, sesaat kemudian ia menggelengkan kepalanya beberapa kali berusaha mengusir pikiran yang mengusiknya.

Tangannya terangkat menyentuh dadanya yang berdebar hebat.

"Hufttttt!!" berulang kali ia terdengar menghembuskan nafasnya panjang lalu menarik nafas. Itu dilakukannya berulang kali untuk menghilangkan rasa gugup yang tiba-tiba melanda.

"Duhhh... ngapain sih woy!" Dena berbicara dengan dirinya sendiri. Ia tampak memukul-mukul pelan dadanya. Tangannya tiba-tiba berkeringat dingin dan pucat. Tubuhnya terasa bagaikan jelly. Ingin sekali Dena menghempaskan badannya, namun, ia sadar bahwa dirinya masih berada di dalam lift.

"Ini lama banget sih? Panas lagi." tangannya mengipasi wajahnya yang tiba-tiba berkeringat. Padahal di dalam liftnya ada pendingin udara.

"Huuuuhhhhh..." helaan nafasnya terdengar jelas bagi orang jika ada di ruangan yang sama dengannya.

Sedangkan di lantai paling atas, Fairel tampak baru saja keluar dari toilet karena tiba-tiba ia merasakan perutnya mules. Diliriknya jam di pergelangan tangannya. Ternyata sudah sekitar 20 menitan ia berada di dalam ruangan sempit.

"Mampus, kata Mbak Adel kan jam segini tuh waktunya Bu Boss datang." Fairel memukul pelan bibirnya menyadari perkataannya barusan. "Itu kan bos gue juga. Ngapain sih ngereog gini. Nasib-nasib. Niatnya melamar di bagian pemasaran, eh malah keterima jadi sekretaris CEO. Mana CEO-nya cewek lagi." Fairel mendumel sendiri. Bibirnya tidak bisa berhenti bergerak.

Fairel berbicara sendiri hampir memakan waktu 5 menit. Menyadari itu, Fairel langsung menepuk pelan dahinya.

"Dah lah, ngapain sih." ia juga bingung dengan dirinya sendiri. Dari tadi pagi sejak berangkat ke kantor, Fairel tiba-tiba dilanda gugup yang membuatnya selalu merasakan mules.

Fairel segera mengakhiri acara dadakan berbicara dengan dirinya sendiri. Ia langsung beranjak dari ambang pintu toilet.

Namun, baru beberapa langkah ia berjalan, tiba-tiba dari arah depan ada seorang wanita yang berjalan terburu-buru. Namun, tiba-tiba wanita itu tergelincir oleh air yang terciprat di atas lantai sehingga membuat lantai itu licin.

Wanita tersebut hampir terjungkal ke belakang, karena melihat ada orang lain di depannya membuatnya langsung menarik kerah bajunya berharap ia terselamatkan. Namun, tarikan nya ternyata cukup kuat sehingga Fairel tidak bisa menahan bebannya. Alhasil ia ikut terjerumus ke depan. Tangannya refleks memegang belakang kepala wanita itu.

Brukkk!!!

Terdiam. Keduanya terdiam di posisi yang bisa dibilang intim karena Fairel menimpa tubuh wanita itu. Belum lagi bibir mereka yang saling bersentuhan.

Keduanya masih terpejam kuat, Fairel menahan sakit di tangannya sementara sang wanita menahan rasa ngilu akibat terjatuh ke belakang, ditambah bobot tubuh pria asing di atasnya.

Seperdetik kemudian mata mereka tampak saling mengerjap mulai membuka kelopak matanya.

Hening

Suasana hening karena kejadian itu. Dena mengerjapkan bola matanya berkali-kali diikuti dengan kerjapan mata Fairel. Yup, ternyata yang menabrak Fairel adalah Dena. Selepas keluar dari lift, tiba-tiba ia ingin ke toilet. Namun, naas, kejadian tidak terduga malah menimpanya.

Keduanya saling mencerna kejadian apa yang barusan terjadi. Merasa pikirannya sudah kembali fokus, Dena sontak mendorong tubuh Fairel sehingga membuat pria itu terjungkal ke samping.

Fairel terkejut. Ia meraba bibirnya pelan.

Berbeda dengan Fairel, saat ini Dena tengah mengingat dan berusaha meyakinkan bahwa apa yang ia lihat itu adalah mimpi. Berharap bahwa itu adalah bukan orang yang seharusnya Dena hindari. Namun, takdir malah mempertemukan mereka kembali di posisi yang sangat dekat.

Terpopuler

Comments

ᴄᷤʜͦɪͮᴄͥʜͣɪᷡᴋͣ

ᴄᷤʜͦɪͮᴄͥʜͣɪᷡᴋͣ

mantap thor semngat

2023-03-25

1

auzi

auzi

lnjt lgi dong thor up ya

2023-03-24

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!