NovelToon NovelToon

My Fierce Boss

Surat pengunduran diri

Suara raungan mesin mobil berhenti di sebuah gedung perkantoran yang memiliki sekitarnya 28 lantai. Gedung itu baru saja diresmikan sekitar 1 bulan yang lalu.

Pintu mobil sport berwarna kuning itu terbuka lalu disusul dengan keluarnya sebelah kaki jenjang yang dilapisi oleh celana kain.

Seorang wanita dewasa keluar dari mobil tersebut dengan kacamata hitam bertengger di batang hidungnya.

Blammpp

Mobil tertutup begitu saja. Dengan gaya anggun wanita itu berjalan memasuki area perkantoran. Begitu sampai di lobi kantor, di sana sudah berjejer para karyawan dengan masing-masing ID card yang mereka kenakan.

"Pagi, Buuu!" seru mereka serentak sambil menundukkan tubuh mereka.

"Pagi." ujarnya membalas sapaan staff karyawannya dengan sedikit senyuman di bibirnya.

Setelah membalas sapaan mereka, wanita itu bergegas berjalan menuju ruangannya yang terletak di lantai paling atas.

"Adel sudah datang?"

Beberapa staff yang mengantarkannya langsung menjawab. "Sudah, Bu."

"Kalian lanjutkan bekerja."

"Baik, Bu."

Ting

Pintu lift terbuka, langkah kakinya semakin cepat menuju ruangannya.

"ADELLLL!!!"

Gubrakk

"Iya, Bu Boss." seorang wanita seusianya datang dengan sempoyongan karena sempat terjatuh dari atas kursi tadi karena terkejut mendengar teriakan menggema.

"Gak usah formal. Masuk!"

"Eh! Eh! Iya."

Adel, asisten sekaligus sekretaris pribadinya itu langsung membukakan pintu untuk sang bos. Ya, dia tau kesalahan apa yang kali ini dia perbuat sehingga membuat bosnya murka.

"Cepat jelaskan!" titahnya begitu duduk di kursi kebesarannya. Sebuah plang nama yang bertuliskan nama Denada Ayudia Utami sebagai Chief Executive officer atau yang dikenal dengan singkatan CEO.

"Eh! A- anu i-tu..."

Brakk

Meja digebrak membuat Adel terlonjak kaget. "Ayam ayam!"

"Adelaa!" geram wanita itu dengan tingkah receh asistennya.

"Iya, Bu Boss." sahut Adel cepat lalu menegakkan tubuhnya.

"Maksudnya ini apa?!" Dena mengeluarkan sebuah surat dari laci mejanya dan melemparkannya ke atas meja.

Kepala Adel tertunduk. "Maaf, Bos."

Dena tampak meraup wajahnya kasar. "Kenapa? Apa aku memperlakukanmu kasar?"

"Tidak, Bos." Adel menggeleng.

"Lalu?"

"Aku dilarang bekerja oleh Mas Bara." tutur Adel.

Tubuh Dena langsung bersandar di sandaran kursinya. Ia memutar kursi tersebut hingga posisinya membelakangi Adel.

"Kamu tau kan, Del? Sulit bagiku untuk mencari orang baru yang akan menggantikan posisimu?"

"Dulu aku juga orang baru." balas Adel.

"Tapi, aku sudah mengenalmu sejak aku datang ke Paris. Karena itu aku tidak ragu untuk mempekerjakanmu."

Dena memutar kursinya hingga menghadap Adel.

"Aku mengizinkanmu untuk mengundurkan diri dengan satu syarat."

"Apa syaratnya?" tanya Adel cepat.

"Buka lowongan pekerjaan dan carikan aku orang yang berkompeten dan berpengalaman. Aku tidak mau orang yang asal-asalan apalagi yang tidak jelas."

"Syarat diterima." senyum Adel mengembang. Hal itu membuat Dena tersenyum tipis.

"Apa kau bahagia jika menikah dengan pria itu?" tanya Dena.

"Huumm..." Adel menganggukkan kepalanya yakin.

"Baiklah kalau itu sudah keputusanmu. Aku berharap semoga kau bahagia. Jangan lupa undangannya nanti."

"Pasti. Kau adalah sahabatku terbaikku. Terimakasih karena selama ini menemani hari-hariku."

"Ck! Kemarilah, beri aku pelukan perpisahan."

"Aku bukan mau mati, Na. Aku hanya ingin menikah, bukan berpisah untuk selamanya."

Dena langsung terkekeh mendengarnya. Keduanya langsung berpelukan.

"Lalu, kapan kau akan menyusul?" goda Adel mengerlingkan matanya setelah mereka melepaskan pelukan.

"Aku?" Dena menunjukkan dirinya sendiri. "Masih lama."

"Ish ish ish! Jangan memikirkannya lagi. Mungkin sekarang dia sudah bahagia dengan pasangannya."

Wajah Dena langsung memerah. "Apasih! Kapan aku memikirkannya?" kilah wanita itu.

"Serius nih? Hayooo lohhh... itu kalungnya aja masih dipakai." Adel menatapnya dengan senyum penuh godaan membuat Dena merasa dipojokkan.

"Kapan kau akan membuka lowongan pekerjaan?" Dena berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Mungkin besok bisa. Aku akan mencoba merekomendasikan beberapa orang kepadamu."

"Ya, dan selama sebelum aku mendapatkan orang yang pas, kau harus bekerja seperti biasanya."

"Bagaimana bisa? Aku sudah memberikan surat pengunduran diri." protes Adel.

"Itu syarat yang aku berikan. Jika tidak, kau tidak boleh keluar dari sini."

"Kau sangat kejam."

"Satu lagi, carikan aku yang perempuan, bukan laki-laki."

"Haduhhh! Itu sangat susah, Nona. Zaman sekarang perempuan tuh pemalas. Maunya digaji tapi tidak serius bekerja. Taunya memerintah saja."

Dena yang mendengarnya langsung mendelik sempurna. Kalimat Adel seakan-akan menyindir dirinya.

Seakan mengerti, Adel langsung menenangkannya. "Kau itu bos, jadi wajar saja memerintah. Sudah, sudah, jangan pasang wajah galakmu itu. Aku takut calon pekerja baru akan ketakutan dan berlarian saat melihat wajahmu."

Ck!

"Apa aku galak?" Dena lekas mengambil ponselnya dan membuka kamera untuk melihat pantulan wajahnya.

.

.

.

Berbeda di tempat lain. Tampak semua karyawan kantor tengah mengantri di sebuah ruangan tertutup. Satu per satu karyawan kantor di perusahaan itu masuk ke dalam ruangan bos mereka lalu keluar dengan ekspresi yang tidak mengenakkan untuk dilihat.

"Fairel Atharizz!" sebuah suara memanggil salah satu nama karyawan yang bekerja di sana.

Tampak pria muda yang berusia sekitar 25 tahun langsung bangkit dari tempat duduk memanjang yang tampak penuh oleh para karyawan lainnya.

"Silahkan!" ujar seorang laki-laki berkisar umur empat puluhan mempersilahkannya masuk ke dalam ruangan.

"Terima kasih, Pak." ucapnya seraya menganggukkan kepalanya.

"Silahkan duduk, Fairel." sahut asisten pemilik perusahaan itu kepada Fairel saat dirinya sudah berjalan masuk ke dalam.

"Baik, Pak." Fairel lekas menempatkan dirinya di kursi yang berhadapan langsung dengan meja. Hanya saja terhalang oleh meja kerja.

"Begini, kamu sudah tau bukan apa maksud dan tujuan saya memanggil satu per satu karyawan di sini?" ucap pria dengan stelan kerjanya. Sedangkan Fairel, dia hanya mengenakan kemeja putih polos dan celana bahan kain. Serta tadi ID card yang tergantung di lehernya sebagai tanda pengenal dan lainnya.

Fairel menganggukkan kepala. Tangannya saling menggenggam di bawah sana.

"Saya sebagai wakil dari Pak Theo sebenarnya cukup berat untuk menyampaikan hal ini kepada kalian semua. Maaf, kamu dan karyawan lainnya harus kami PKH karena ada suatu hal yang tidak bisa kami jelaskan secara detail. Intinya, mulai sekarang semua ya g bekerja di perusahaan ini akan kami berhentikan secara paksa."

Fairel tersenyum. Karena dari awal ia sudah tau berita itu. Perusahaan tempatnya bekerja akan melakukan PHK massal yang memberhentikan semua pekerja di perusahaan itu dengan sangat terpaksa.

"Kamu tidak apa-apa kan? Padahal kamu itu karyawan yang sangat kreatif dan memiliki skil dan kemampuan yang luar biasa. Tapi, yahh... saya harus melakukan ini."

"Saya tidak apa-apa, Pak. Mungkin ini bukan rezeki saya bekerja di perusahaan yang sangat inovatif dan sehebat ini. Saya sangat menghargai apa yang sudah diputuskan oleh Bapak terutama Pak Theo."

"Terima kasih, Fairel. Terima kasih karena sudah membantu perusahaan ini untuk maju."

"Iya, Pak. Saya juga berterima kasih kembali."

"Ini! Uang pesangon sekaligus gaji kamu bulan ini. Semoga kamu bisa mendapatkan pekerjaan baru yang layak. Dan semoga kita bisa kembali bertemu untuk ke kepannya." laki-laki itu menunjukkan dua buah amplop berwarna coklat ke hadapan Fairel.

"Terimakasih, Pak. Lain hari saya akan menjenguk Pak Theo. Semoga cepat sembuh dan bisa beraktivitas kembali." ujar Fairel mendo'akan.

"Aamiin. Pak Theo sangat menunggu kedatangan kamu."

"Kalau begitu saya pamit."

"Baiklah, hati-hati." laki-laki itu hanya bisa menatap Fairel dengan tatapan sendunya. Biar bagaimanapun juga, Fairel adalah satu-satunya karyawan yang sangat berpotensi di perusahaan itu. Belum lagi Fairel memiliki skill dan bakat khusus yang membuatnya bisa menjadi aset berharga bagi sebuah perusahaan. Tapi, hari ini juga ia harus terpaksa diberhentikan kerja atau di PHK. Desas-desus akar masalah itu mulai menyebar baik dari mulut ke mulut maupun dari internet ataupun media sosial.

.

.

.

Hola author comeback 🥰 Dena & Fairel juga comeback dan udah siap untuk menemani hari-hari kalian semua 🥰

Di hari yang spesial ini author mau mengucapkan beberapa katah kata. Marhaban Ya Ramadhan 1444 H. Selamat menjalankan ibadah puasa, dan semoga di bulan yang penuh berkah ini kita bisa mendapatkan mengampunan dari Allah SWT🥰

Melamar bekerja

Seorang pria tampak berjalan kaki sambil memeluk tas kerjanya yang berisi banyak dokumen penting. Hari ini adalah hari ke-tiga dia berkeliling pindah ke sana pindah ke sini guna mengirim surat lamaran pekerjaan. Namun, satu pun belum ada karena setiap perusahaan yang ia datangi tidak membuka lowongan pekerjaan baru. Tapi, pria itu pantang menyerah sebelum darah menetes dari sudut pelipisnya.

Keringat membasahi tubuhnya di tengah-tengah terik matahari yang begitu panas. Tas yang sebelumnya peluk itu ia gunakan sebagai alat untuk mengipasi wajahnya. Kendaraan-kendaraan berlalu lalang di depan matanya.

Brukkk

Tidak jauh dari tempatnya, tampak seorang wanita menjatuhkan banyak sekali kertas lalu bertaburan di trotoar. Awalnya ia tidak perduli, namun, saat melihat sosok wanita itu yang tampak kesusahan, membuat jiwa penolongnya langsung muncul. Ia perlahan bangkit dari duduknya di atas kursi kayu lalu perlahan berjalan mendekati wanita itu.

"Ada yang bisa dibantu, Mbak?" tanya pria itu yang bernama Fairel. Setelah di PHK, ia harus berjuang mencari pekerjaan baru untuk memenuhi kebutuhan hidupnya tinggal di kota Jakarta yang sangat padat dan banyak persaingan. Dirinya harusnya menyesuaikan diri dengan segala perkembangan zaman.

Wanita itu sempat menoleh sebentar, namun, kembali fokus ke kertas-kertasnya yang berbentuk seperti poster. "Tolong bantu kumpulin ini semua, Mas." pinta wanita itu.

"Oke." jawab Fairel. Tangannya langsung terulur memungut lembaran-lembaran poster yang bertaburan di trotoar, bahkan ada sebagian yang melayang di tengah jalan. Awalnya Fairel tidak menyadari bahwa itu adalah poster lowongan pekerjaan. Saat lembaran terakhirlah Fairel baru sadar. Ia terhenti sambil melihat tulisan-tulisan di poster itu.

"Mbak, ini--" perkataan Fairel terpotong saat wanita itu menganggukkan kepalanya.

"Iya, Mas. Itu adalah poster lowongan pekerjaan dari beberapa hari yang lalu."

"Beberapa hari yang lalu? Apa masih berlaku, Mbak?" tanya Fairel seperti tertarik mendengarnya. Ia kembali lagi melirik nama perusahaan yang tercantum di posternya.

"Sebelumnya saya belum pernah mendengar dan melihat nama perusahaan ini." lanjut Fairel.

"Perusahaannya baru diresmikan satu bulan yang lalu, Mas. Lebih tepatnya pindah kantor pusat dari luar negeri." jelas wanita itu yang sudah selesai mengumpulkan posternya.

"Apa saya masih bisa melamar bekerja di sana?" tanya Fairel memastikan. Karena seperti yang ia dengar tadi bahwa lowongannya dibuka beberapa hari yang lalu. Jadi, ia pikir sudah ada yang menempati posisi yang diinginkan atau lowongannya sudah ditutup.

"Mas mau melamar kerja di sana?" wanita itu memandang penampilan Fairel dari atas ke bawah.

Ditatap seperti itu membuat Fairel sedikit risih. "Kebetulan saya sedang mencari pekerjaan baru."

"Sebelumnya Mas bekerja sudah berapa lama dan di jabatan apa?" selidiknya lebih lanjut.

"Saya sudah bekerja selama 2 tahun sebagai marketing manager." tutur Fairel membeberkan data-data riwayat kerja sebelumnya. "Ini! Kalau Mbak tidak percaya." Fairel langsung mengeluarkan dokumen dari tasnya dan memberikannya kepada wanita itu.

"Bagus juga nih orang. Gue yakin Bu Boss pasti langsung tertarik dan langsung menjadikannya sebagai asisten dan sekretaris pribadinya hahaha...gue bisa cepet-cepet nikah deh sama Mas Bara."

"Nama Mas siapa? Nama saya Adela Anindya. Panggil saja Adel." wanita yang mengaku namanya Adel itu mengulurkan jabatan tangannya ke hadapan Fairel.

"Nama saya Fairel, Mbak." balas pria itu membalas jabatan tangan Adel lalu melepaskannya.

"Fairel?"

"Nama lengkap saya Fairel Atharizz." ucap Fairel dengan antusias karena yang ada di dalam pikirannya saat ini adalah cepat untuk bekerja.

"Owh." Adel hanya ber'oh saja.

"Silahkan Mas datang ke perusahaan ini besok siang sekitar pukul setengah 2. Jangan lupa bawa berkas-berkasnya."

"Baik, Mbak Adel."

"Kalau begitu saya pamit."

"Hati-hati, Mbak."

Diam-diam Fairel bersorak hore saat melihat kepergian Adel dari hadapannya. Senyumnya tidak lagi surut, melainkan terus menerus terbit membuat orang-orang di sekitarnya melihatnya bingung karena pria itu senyum-senyum sendiri dengan langkah kakinya bak anak kecil yang sedang bahagia.

.

.

.

Sudah beberapa hari terlewati sejak Dena membuka lowongan pekerjaan baru di perusahaannya. Sudah banyak juga calon pegawai yang melamar bekerja. Namun, sampai saat ini ia masih belum mendapatkan pegawai baru yang srek dan cocok di hatinya. Ini adalah hari keempat di mana sudah banyak calon pegawai berdatangan. Dena sebagai owner dari perusahaan itu jelas ikut terlibat dalam memilih karyawan.

"Riwayat pendidikan?" tanya Dena menginterogasi seorang calon pegawai baru yang duduk di hadapannya sekarang.

"SD di negeri 1 Jakarta, SMP di negeri 2 Bandung, SMA di--"

"Stop stop stop!!" potong Dena cepat.

"Kenapa, Buk?" tanya wanita itu.

"Lebih ringkas!" titah Dena.

"Saya lulusan S1 di Surabaya."

"Pengalaman kerja?"

"Menjadi baby sister dengan 5 anak sekaligus." jawab wanita itu polos.

"WHAT THE HELL!?? Baby sister? Gue cari pegawai kantoran, bukan pegawai buat ganti popok bayi. Yang bener aja!!" sungut Dena dalam hati.

Sungguh, Dena ingin sekali berteriak saat itu juga di hadapan calon pegawai baru. Ingat! Masih calon ya! Belum lulus seleksi.

"Kamu! Kamu lulusan S1 jurusan apa?" tanya Dena menekan sabarnya.

"Kebidanan." jawabnya lagi langsung membuat Dena mendorong kursinya ke belakang dan membelakangi calon pegawai baru itu.

"Kenapa, Bu? Saya diterima ya?" tanya wanita itu dengan tingkat percaya diri tinggi.

"Gagal total! Silahkan kamu keluar dari ruangan saya." balas Dena tanpa mau melihat wajah wanita itu.

"Yahhhh... padahal saya sudah jauh-jauh ke sini. Masa gak diterima sih, Buk? Nanti emak saya marah loh kalau denger anaknya gak diterima kerja kantoran."

Sontak Dena langsung berbalik sambil memasang wajah kesal. "Biarin. Bilang sama ibu kamu, kalau nyuruh anak ngelamar kerja itu sesuai bidangnya, bukan asal ikut kayak gini!!"

"Ishhh, si Ibuk mah galak." calon pegawai baru yang habis ditolak mentah-mentah itu langsung berdecak kesal. Dia bangkit dari duduknya lalu pergi dengan kaki dihentakkan membuay Dena yang melihatnya hanya bisa geleng-geleng kepala.

"Ya Allah, Adel!! Ngapain lo main bukain pintu aja buat tuh cewek. Bikin darah tinggi aja." Dena mengelus dadanya pelan.

Tidak lama sang biang kerok pun datang dengan senyum di bibirnya. Dena yang melihatnya langsung memasang wajah sinisnya.

"Eh eh! Ngapain nih Bu Boss kok cemberut gitu? Gak dikasih vitamin ya sama ayank?" ledek Adel dengan santainya berjalan menuju Dena dan berdiri tepat di belakang kursinya.

"Del." panggil Dena.

"Iya, Bu Boss?" tanya Adel yang saat itu perlahan memijit kedua bahu bosnya.

"Gue nyerah, Del. Ternyata capek banget nyeleksi pegawai baru sendiri."

"Sama, saya juga capek, Bu Boss. Lari-larian ke sana kemari tanpa alamat dan tujuannya sambil nempelin poster di batang pohon."

"Lo mah enak bentar lagi jadi pengangguran." sontak Adel langsung menarik tangannya dari kedua bahu Dena. Ia memutar kursi Dena hingga menghadapnya. Perlu digaris bawahi, panggilan mereka itu berubah-ubah. Kadang pakai aku-kamu dan kadang pakai lo-gue. Itu tergantung ya.

"Enak apanya heh! Emangnya jadi pengangguran itu enak apa?!" todong Adel merasa gemas dengan perkataan Dena. Ingin sekali ia menarik mulut wanita itu dan mengikatnya dengan sebuah talu rafia.

"Ya enak gak enak sih." jawab Dena membetulkan.

"Kalau mau jadi penganguran itu siap-siap buat makan batu dan kayu. Emangnya lo udah siap makan batu dan kayu trus dicocol sambal tomat?"

"Gak usah ngelawak, Del. Gue serius nih. Ada lagi gak pegawai baru yang mau melamar kerja? Kalau enggak ada ya tutup aja itu lowongan. Dan lo! Lo gak usah resign dari sini. Itu kan persyaratan yang udah kita buat dari awal?"

"Ihhh! Kok gitu sih. Masih ada satu orang nih cowok. Eh eh! Ngomong-ngomong soal tuh cowok, kemarin gue nemu dia di pinggir jalan tau gak."

"Hemmmm..." ekspresi Dena langsung berubah datar. Ia menyilangkan kedua tangannya di dadanya.

"Ihhh! Serius gue tuh, Na! Nanti dia datang, bentar lagi mungkin. Nah! Apa mau langsung disuruh masuk ke sini?"

"Enggak usah. Bawa aja daftar riwayat kerjanya ke sini."

"Okeee... dijamin langsung oke kalau yang ini. Awas loh ya! Dia itu tampan..."

"Gue bilangin Bara ya!" ancam Dena membuat Adel langsung berlari keluar dari ruangannya.

"Emang seganteng apasih sampai bikin Adel klepek-klepek?" gumam Dena sambil memainkan pulpen mahal di tangan kanannya.

Dia akan selalu ada di sisimu

"Eh, udah datang kamu?" ujar Adel saat turun ke lobi bawah dan tidak sengaja bertemu dengan Fairel yang saat itu tampak rapi dengan stelan kemeja putih polosnya membuat sebagian karyawan di sana terpesona. Mereka tampak berbisik-bisik membicarakan tentang keberadaan Fairel.

"Iya, Mbak." jawab Fairel lalu mengedarkan pandangannya ke segala penjuru arah.

"Yaudah, ayo langsung naik ke atas. Nanti kamu gak usah masuk. Biar saya aja yang bawa masuk berkas-berkas kamu."

"Siap, Mbak."

Sepanjang perjalanan menuju lantai atas, Fairel tampak mengamati detail sudut demi sudut ruangan di gedung itu. Sampai akhirnya ia sampai di depan sebuah pintu ruangan yang bertuliskan nama jabatan di dinding samping pintu. Chief Executive Officer. Namun, nama CEO tersebut tidak tertera di sana membuat Fairel hanya bisa menerka-nerka. Apakah CEO perusahaan itu seorang laki-laki atau perempuan.

"Kamu duduk di sini dulu ya. Saya mau ke ruangan Bu Bos dulu ngasih ini." Adel membawanya ke sebuah kursi tunggu yang berada berdekatan diantara ruangan CEO dan ruangan milik Adel.

Fairel hanya menganggukkan kepalanya menurut. Ia bisa melihat Adel perlahan menghilang dari balik pintu.

"Huffftt!!!" pria itu menghela nafas panjang.

Sementara di dalam, Adel langsung menemui atasannya sambil membawa sebuah map tipis yang berisikan data riwayat kerja milik Fairel.

"Nananananana..." Adel tampak bersenandung kecil sembari mengelilingi meja bosnya.

"Bu Boss, lihat! Apa yang saya bawa!" Adel mengangkat tinggi-tinggi dokumen itu. Namun, Dena hanya berdehem singkat tanpa mau menoleh.

"Bu Bosss!!"

"Apa sih, Adel? Kamu tidak lihat saya sedang memeriksa dokumen ini?" ujar Dena yang tampak fokus memeriksa tumpukan kertas di atas mejanya.

"Ini penting, bos. Lihat! Apa yang saya bawakan sekarang. Ini menyangkut kelangsungan perusahaan ini." mendengar itu membuat Dena sedikit tertarik. Ia melepaskan pulpen di tangannya tanpa menutup dokumen-dokumen itu.

"Itu dokumen baru yang akan saya tanda tangani?" tanya Dena mendapat gelengan kepala oleh sekretaris sekaligus asisten pribadinya.

"Lalu?" Dena memandang dengan kedua mata menyipit. Seakan-akan bisa menerawang apa isi tulisan di dalam map itu.

"Ini! Silahkan lihat sendiri." dengan santainya Adel berkata demikian dan memberikan meletakkan map itu di atas meja bosnya.

"Akkhhh!!! Akhirnya aku bisa bebas juga." Adel tampak mengangkat tinggi-tinggi tangannya ke udara.

"Jangan senang dulu." balas Dena.

"Dan jangan negatif thinking dulu. Saya pastikan Bu Boss akan terkesima melihatnya. Ah ya, sayang sekali dia tidak mau menyantumkan fotonya di kertas itu."

"Kau sudah mau menikah, Adel!" tegas Dena membuat sekretarisnya mendengus kesal.

Srekkk

Bunyi lembaran kertas yang dibalikkam oleh Dena. Ia tampak serius membaca kata demi kata apa ya v tertulis di atas kertas putih itu.

"Tunggu tunggu! Ini... bukannya perusahaan Papa?"

Batin Dena saat melihat data-data riwayat kerjanya dan tercantum di sana bahwa calon pegawainya itu sudah pernah bekerja di perusahaan sang papa.

"Dan ini, apalagi? Namanya bahkan sama!"

Dena baru tau kalau calo pegawai barunya itu adalah seorang pria. Nama lengkap pria itu sudah tercantum di sana. Membuat Dena melongo sempurna. Sudah cukup ia dibuat tercengang dengan data riwayat kerjanya, jangan sampai ia jantungan saat melihat wajah pria itu yang namanya sama dengan masa lalunya.

Berulang kali Dena membolak-balikan halaman kertas yang sama. Menimbulkan suara kertas hampir robek. Adel yang menyadarinya lekas merebut kertas-kertas itu dari tangan bosnya.

"Adel! Apa yang kau lakukan? Aku belum selesai memeriksanya!" protes Dena bermuka masam.

"Syutt!!" Adel meletakkan jari telunjuk tepat di depan bibirnya sendiri. Meminta agar bosnya tidak banyak protes. "Anda bisa merobeknya, bos. Apakah anda tidak tau bahwa kertas demi kertas ini sangat berharga? Bahkan harganya lebih mahal dari jabatan saya." ucap Adel mendrama.

"Adel!" geram Dena merasa kesal.

"Iya, Bu Bos." dengan santai Adel masih menyahut tanpa adanya rasa bersalah.

"Kembalikan itu sekarang juga!"

"Tidak!" tolak Adel berani.

"Kau berani membantahku?" seringai muncul di ujung bibir Dena. Ia melirik Adel dengan tatapan mengancam. Namun, itu malah tidak digubris sama sekali oleh sekretarisnya.

"Saya punya syarat yang harus anda penuhi."

"What!!" pekik Dena tidak percaya. "Syarat apa yang ingin kau katakan?" tanya wanita itu mencoba untuk berdamai dengan hatinya.

"Izinkan aku berhenti bekerja mulai besok."

"Tidak bisa!" jawab Dena cepat.

"Maka surat ini tidak akan aku berikan."

"Silahkan saja."

"Urghhhhh... boss, aku hanya ingin mengundurkan diriku saja." rengek Adel, bahunya mulai melemas.

"Jika kau memaksa, maka, kau harus membayar biaya penalti karena sudah memutuskan kontrak."

"Tidak masalah. Bukankah kontrak ku hanya 2 tahun? Dan aku sudah bekerja selama 1 tahun 8 bulan. Berarti masih tersisa 4 bulan lagi. Aku akan membayar semua biaya penalti yang sudah aku langgar."

"Adela!!" Dena menggeram kesal karena setiap ucapannya selalu kalah telak.

"Sudahlah. Terima saja yang ini, aku jamin kinerjanya tidak kalah hebat denganku."

"Bukan itu permasalahannya." seketika kepala Dena serasa mau meledak. Ia memijit pelipisnya, bersandar di sandaran kursi.

"Apa karena dia seorang pria? Lalu kenapa?"

"Aku juga membutuhkan asisten pribadi yang akan mengatur semua jadwal-jadwalku. Mana mungkin aku mempekerjakan seorang pria." balas Dena.

"Hanya bekerja. Itu saja, bukan melakukan hal yang melanggar hukum."

"Ayolah, Na. Saatnya lo mulai hidup yang baru. Belajar menerima orang luar, karena gak selamanya lo bersama orang-orang dalam. Ngerti kan maksud gue?" kalau bahasanya begini, Dena tidak dapat melawan.

"Terima yang ini dan gue bebas. Oke?"

"Hmmm..." wanita itu hanya berdehem.

"Gue anggap itu sebagai jawaban iya."

"Ya, terserah lo." balas Dena mengalah.

"Itu lebih baik. Aku akan memberitahunya sekarang. Besok dia sudah bisa bekerja di sini. Maksudku bukan benar-benar bekerja. Tapi, aku akan mendampingi dan mengajarkan beberapa hal penting kepadanya."

"Aku beri kau waktu selama seminggu. Jika dalam waktu satu minggu karyawan baru itu tidak bisa bekerja sepertimu. Dia akan aku pecat!"

"Deal. Akan ku buktikan kemampuannya."

"Dan ya satu lagi, selama satu minggu itu aku akan bekerja dari rumah. Aku tidak akan datang ke kantor."

"Tidak masalah. Aku akan mengatasi semuanya. Intinya, setelah satu minggu terlewati. Aku akan benar-benar pergi dan karyawan baru itu akan memulai pekerjaannya... bersamamu, kemanapun kamu pergi, dia akan selalu ada di sisimu."

Entah kenapa saat mendengar kalimat terakhir Adel, Dena seakan merinding. Buku kuduknya berdiri semua. Apalagi terkhusus kalimat "bersamamu, kemanapun kamu pergi, dia akan selalu ada di sisimu". Ya memang Dena akui, mungkin ia dan karyawan barunya akan berinteraksi lebih dekat karena pekerjaan. Belum lagi Dena juga mempekerjakannya sebagai asisten pribadi yang akan mengatur semua jadwal pribadinya. Menemaninya kemana-mana. Membayangkan saja sudah membuat Dena merinding entah kenapa. Seakan-akan ada magnet kuat yang menariknya.

.

.

.

Kalau ada yang lihat nama "Dina" kasih tau ya. Soalnya sebelumnya nama sekretaris Dena itu mirip dengan nama Dena yaitu Dina. Jadi, karna gak mau bikin kalian pusing alhasil aku tukar namanya jadi Adel 🙏🏼

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!