Lidah Pahit Mertua

Lidah Pahit Mertua

1. Awal Neraka Dunia

"Jangan bercanda kamu, Ar! Ibu nggak akan pernah kasih izin kamu nikah sama dia. Apa jaminannya kalau anak yang dikandung sama perempuan ini anak kamu?"

Pagi itu, Bu Ningsih dibuat emosi oleh anak semata wayangnya. Bagaimana tidak? Di hari yang masih pagi, Arga sudah membawa seorang perempuan yang beberapa bulan lalu juga pernah ia bawa ke rumah.

Bu Ningsih tidak menyukai kekasih anaknya itu, karena jika dilihat dari penampilannya saja, perempuan itu nampak sederhana. Ditambah lagi kekasih anaknya itu berasal dari kampung.

"Astaga, Bu. Nuna hanya melakukan ini sama aku. Dan aku akui memang aku sering melakukan itu dengan Nuna. Mau Ibu merestui atau nggak, aku tetap akan menikahi Nuna, Bu. Ada anakku di perutnya. Ibu juga perempuan. Aku yakin Ibu pasti lebih paham sama apa yang dirasakan Nuna."

"Nggak. Ibu bukan dia, Ibu punya kamu karena menikah, bukan pacaran."

Bu Ningsih berlalu dari ruang tamu dengan rasa kesal. Sementara Nuna hanya bisa mengeluarkan air matanya setelah mendapat penolakan yang kedua kalinya dari Bu Ningsih.

Sungguh terasa lengkap penderitaannya. Hidup jauh dari orang tua, hamil di luar nikah, dan sekarang belum apa-apa sudah mendapatkan perlakuan tidak baik dari Ibu kekasihnya. Bagimana ia akan menjalani hidup yang terasa berat ini? Pertanyaan akan kelanjutan hidup dan nasibnya kini ia sendiri yang mempertanyakannya.

Arga menatap nanar kekasihnya. Hatinya terasa teriris ketika melihat air mata yang berjalan jatuh membasahi pipi wanitanya. Tidak terdengar isakan atau sesenggukan, tapi cairan bening itu terus saja keluar dari kedua kelopak matanya dan itu menyakiti hati Arga.

"Maafin Ibu, ya. Mungkin Ibu belum bisa menerima kenyataan. Aku yakin suatu saat nanti, pasti Ibu juga akan menerima kamu kok. Ibu masih syok, yakinlah semuanya akan baik-baik saja. Ini hanya soal waktu."

Arga meraih tangan kekasihnya lalu ia genggam dengan erat. Mungkin genggaman di tangannya tidak bisa merubah keadaan, tapi setidaknya sentuhan itu bisa membuat wanita 22 tahun itu lebih tenang.

Dan nyatanya, sentuhan penenang dari Arga itu terus ia lakukan hingga hari di mana mereka menikah. Pernikahan mereka hari itu berjalan lancar tanpa hambatan meski di laksanakan dengan sederhana.

Ketidakteriman Bu Ningsih ternyata tidak hanya berlaku untuk Nuna saja, tapi juga untuk kedua orang tuanya. Bu Ningsih tidak menyambut baik kedua besannya itu hanya karena mereka dari kalangan orang sederhana yang sebenarnya sama seperti dirinya.

"Na, gimana kalau kamu dan suamimu tinggal di rumah kami saja? Menantu perempuan tinggal di rumah Ibu mertuanya itu tidak mudah. Apalagi ibu mertuamu seperti itu, ya kami paham kalian itu salah sudah melakukan hubungan seperti itu sebelum menikah, tapi mau bagaimana lagi? Mau semarah apa pun atau sekecewa apa pun tidak akan merubah keadaan."

"Mas Arga kerjanya di sini, Bu. Lagi pula nanti ibunya sendirian kalau kita tinggal di kampung. Nggak apa-apa, itu cuman masalah waktu aja kok. Aku yakin suatu saat nanti Ibu pasti akan menerima aku jadi menantu, apalagi nanti kalau cucunya sudah lahir. Biasanya seorang bayi bisa meluluhkan kerasnya hati seseorang." Setidaknya kalimat itulah yang sering Arga perdengarkan pada dirinya dan kini, ia menggunakan kalimat penenang yang sama pada kedua orang tuanya.

Meskipun masih tidak yakin dan tidak tega meninggalkan anaknya satu rumah dengan mertuanya, kedua orang tua Nuna akhirnya berusaha untuk melepas anaknya tinggal bersama dengan keluarga barunya.

"Ya sudah kalau gitu. Kalau ada apa-apa bisa cerita ke Ibu atau kalian bisa tinggal di rumah Ibu dan Ayah. Pintu kami akan selalu terbuka untuk kalian. Kami langsung pulang aja, ya. Nanti keburu malam sampai rumah."

"Jaga kesehatan, kami pulang." Hanya kalimat itu yang dikeluarkan oleh ayah Nuna.

Setelah kalimat pelepasan itu mereka berpelukan bergantian dan akhirnya mereka benar-benar terpisah sore itu.

Dan satu hari setelah hari perayaan itu, adalah pembukaan bab baru di kehidupan Nuna yang menjadi seorang istri dan menantu dalam satu waktu. Dan pembukaan itu, diawali dengan ocehan bu Ningsih dari dapur.

"Dasar, punya menantu satu nggak ada rajin-rajinnya. Bisa-bisanya dia jam segini belum bangun. Emang di kiranya aku ini pembantu apa? Yang suka rela masakin buat dia. Dasar menantu tidak tahu diri!"

Bu Ningsih meracau seraya memotong bawang untuk memasak. Di hari yang masih pagi buta beliau mengawali hari dengan amukan. Memang sudah menjadi kebiasaan beliau pukul lima pagi sudah berkutat di dapur. Dan di hari pertama beliau menerima menantu malah dibuat kesal karena punya menantu atau tidak, tidak ada bedanya di mata beliau.

"Maaf Bu, aku terlambat. Aku bukannya belum bangun, tapi memang aku tadi sedikit mual dan pusing. Jadi setelah salat subuh tadi aku tiduran lagi. Apa yang bisa aku bantu, Bu?"

"Makanya, kalau belum siap hamil jangan pacaran sambil tiduran. Yang namanya hamil, ya pasti mual, pusing, lemas. Itu sudah pasti, kalau kamu pakai tiduran terus yang ada anak kamu nanti nggak tumbuh dengan sehat. Nih kamu yang masak, saya mau istirahat. Nanti setelah masak, jangan lupa bersih-bersih rumah sekalian dicuci baju saya, ya! Kamu tinggal di sini nggak bayar pakai uang, jadi setidaknya tenaga kamu harus digunakan biar nggak cuma numpang."

Nuna hanya bisa beristighfar dalam hati seraya mengelus dadanya dengan pelan setelah kepergian sang Ibu mertua. Ini hari pertama ia tinggal di rumah itu, tapi ucapan ibunya sudah semenyakitkan itu.

Nuna yang rapuh hatinya dan gampang menangis ingin mengeluarkan air matanya saat itu juga. Namun, ia teringat bahwa ia tidak menjaga nyawanya saja, tapi ada nyawa lain yang harus ia jaga di dalam tubuhnya.

"Nggak boleh nangis, Nuna. Nggak boleh nangis, nggak boleh sedih, harus tetap bahagia. Jangan masukkan hati apa pun ucapan yang menyakitkan. Jangan pikirkan itu, ada anak kamu di dalamnya tubuhmu."

Wanita itu menggunakan seluruh tenaganya dan juga pemikirannya untuk tidak memikirkan ucapan ibunya. Sebelum melakukan aktivitas di dapur itu, ia mengambil ponsel dan menyalakan musik agar sedikit rileks dan lupa dengan kalimat pembukaan di hari pertama ia menjadi menantu.

Tidak sulit bagi Nuna untuk mengerjakan pekerjaan rumah karena memang ia terbiasa dari kecil sudah membantu ibunya di dapur. Membersihkan rumah, mencuci baju, semuanya sudah ia lakukan dan ia pelajari dari kecil.

Selesai dengan memasak, Nuna membersihkan rumah terlebih dahulu sebelum mencuci. Di saat tengah fokus dengan pekerjaannya Bu Ningsih keluar dari kamar dan

"Na, kamu itu tidak tinggal di rumahmu sendiri. Kenapa sih harus menyalakan musik? Berisik!"

Padahal Nuna menyalakan musik itu dengan pelan. Suaminya saja yang masih tertidur di kamar tidak terbangun karena suara musiknya. Tapi wanita yang melahirkan suaminya itu selalu saja mencari kesalahan untuk melampiaskan kebenciannya pada menantunya.

"Kalau Ibu terganggu aku akan matikan, Bu."

"Tidak hanya suara musikmu yang mengganggu, tapi kehadiran kamu di sini juga sangat mengganggu. Arga memang terlalu bodoh untuk mencari istri. Bagaimana bisa dia menghamili wanita yang tidak punya apa-apa seperti kamu ini." Bu Ningsih berucap dengan kesal lalu membawa kakinya melangkah ke dapur.

Terpopuler

Comments

Tiana

Tiana

hadeh.. yg baru baca udh mewek aja

2023-09-09

0

Rahma Hayati

Rahma Hayati

2023-08-15

0

RAYI🎐ᵇᵃˢᵉ

RAYI🎐ᵇᵃˢᵉ

mulut mertua setajam parangg🗡️🗡️🗡️

2023-07-11

0

lihat semua
Episodes
1 1. Awal Neraka Dunia
2 2. Fitnah Keji
3 3. Air Mata Kepalsuan
4 4. Pria Ketus
5 5. Bekerja
6 6. Tidak Tenang
7 7. Dasar Bodoh
8 8. Salah Paham
9 9. Semakin Rumit
10 10. Meminta Bantuan
11 11. Ribut
12 12. Rencana Jahat
13 13. Calon Menantu
14 14. Bertemu Lagi
15 15. Suami Istri Bagaikan Pakaian
16 16. Kepikiran Nuna
17 17. Doa Bian
18 18. Kenyataan Baru
19 19. Pengusiran
20 20 Tak Sengaja Bersua
21 21. Keras Kepala
22 22. Debaran Jantung Bian
23 23. Bodoh Sekali Kau Bian
24 24. Ayah Yang Bijak
25 25. Situasi Yang Tidak Mudah
26 26. Obrolan Pria
27 27. Melahirkan
28 28. Sumpah Serapah Bian
29 29. Perhatian
30 30. Masih Berkilah
31 31. Terkuak
32 32. Sama Sakitnya
33 33. Pamit
34 34. Tanpa Nuna Dimulai Hari Ini
35 35. Debat
36 36. Kehilangan Kedua Kalinya
37 37. Rindu
38 38. Permainan Waktu
39 39. Sama Hampa
40 40. Kabur
41 41. Pulang
42 42. Pencerahan
43 43. Hati dan Keinginan Tidak Sejalan
44 44. Berada Di Tempat Yang Sama
45 45. Debat
46 46. Salah Paham
47 47. Penyesalan
48 48. Dejavu
49 49. Sentuhan Intim
50 50. Obrolan Dua Wanita
51 51. Runyam
52 52. Bicara Dari Hati Ke Hati
53 53. Momen Tak Terduga
54 54. Apakah Ini Pertemuan Terakhir?
55 55. Lampu Hijau
56 56. Awal Perjuangan Bian
57 57. Jalan Berdua
58 58. Kedekatan Yang Hangat
59 59. Pertemuan Yang Tak Disengaja
60 60. Sakit Yang Kembali Tersentuh
61 61. Romantis
62 62. Minta Restu Anak
63 63. Semua Laki-laki Sama Saja
64 64. Cemburu
65 65. Kecelakaan
66 66. Sweet
67 67. Pertemuan Yang Tak Disengaja
68 68. Karma Arga
69 69. Pelajaran Kehidupan
70 70.
71 71.
72 72.
73 73.
74 74.
75 pengumuman
76 75.
77 76
78 77
79 78
80 79.
81 80
82 81
83 82
84 83
85 84
86 85
87 86
88 87
89 88
90 89
91 90. Pintu Hati Yang Terketuk
92 91. Sisi Dewasa Nuna
93 92. Cashel Anakku
94 93. Selamat Pagi, Nyonya
95 94. I Love You
96 95. End
Episodes

Updated 96 Episodes

1
1. Awal Neraka Dunia
2
2. Fitnah Keji
3
3. Air Mata Kepalsuan
4
4. Pria Ketus
5
5. Bekerja
6
6. Tidak Tenang
7
7. Dasar Bodoh
8
8. Salah Paham
9
9. Semakin Rumit
10
10. Meminta Bantuan
11
11. Ribut
12
12. Rencana Jahat
13
13. Calon Menantu
14
14. Bertemu Lagi
15
15. Suami Istri Bagaikan Pakaian
16
16. Kepikiran Nuna
17
17. Doa Bian
18
18. Kenyataan Baru
19
19. Pengusiran
20
20 Tak Sengaja Bersua
21
21. Keras Kepala
22
22. Debaran Jantung Bian
23
23. Bodoh Sekali Kau Bian
24
24. Ayah Yang Bijak
25
25. Situasi Yang Tidak Mudah
26
26. Obrolan Pria
27
27. Melahirkan
28
28. Sumpah Serapah Bian
29
29. Perhatian
30
30. Masih Berkilah
31
31. Terkuak
32
32. Sama Sakitnya
33
33. Pamit
34
34. Tanpa Nuna Dimulai Hari Ini
35
35. Debat
36
36. Kehilangan Kedua Kalinya
37
37. Rindu
38
38. Permainan Waktu
39
39. Sama Hampa
40
40. Kabur
41
41. Pulang
42
42. Pencerahan
43
43. Hati dan Keinginan Tidak Sejalan
44
44. Berada Di Tempat Yang Sama
45
45. Debat
46
46. Salah Paham
47
47. Penyesalan
48
48. Dejavu
49
49. Sentuhan Intim
50
50. Obrolan Dua Wanita
51
51. Runyam
52
52. Bicara Dari Hati Ke Hati
53
53. Momen Tak Terduga
54
54. Apakah Ini Pertemuan Terakhir?
55
55. Lampu Hijau
56
56. Awal Perjuangan Bian
57
57. Jalan Berdua
58
58. Kedekatan Yang Hangat
59
59. Pertemuan Yang Tak Disengaja
60
60. Sakit Yang Kembali Tersentuh
61
61. Romantis
62
62. Minta Restu Anak
63
63. Semua Laki-laki Sama Saja
64
64. Cemburu
65
65. Kecelakaan
66
66. Sweet
67
67. Pertemuan Yang Tak Disengaja
68
68. Karma Arga
69
69. Pelajaran Kehidupan
70
70.
71
71.
72
72.
73
73.
74
74.
75
pengumuman
76
75.
77
76
78
77
79
78
80
79.
81
80
82
81
83
82
84
83
85
84
86
85
87
86
88
87
89
88
90
89
91
90. Pintu Hati Yang Terketuk
92
91. Sisi Dewasa Nuna
93
92. Cashel Anakku
94
93. Selamat Pagi, Nyonya
95
94. I Love You
96
95. End

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!