2. Fitnah Keji

Tidak punya apa-apa? Kenapa harus saling menghina jika kita ini sama?

Nuna menghembus nafas kasar lalu melanjutkan pekerjaan. Ia ingin segera istirahat dengan merebahkan badannya, pasti rasanya sangat nikmat setelah melakukan pekerjaan rumah yang sekarang terasa melelahkan ini.

Bu Ningsih keluar dapur saat Nuna hendak menyapu lantai teras. Beliau tak sengaja melihat menantunya itu hendak keluar rumah. Dan di saat bersamaan, mata elang wanita yang tak lagi muda itu menangkap beberapa tetangga yang sedang berbelanja di tukang sayur keliling depan rumahnya.

"Na, biar saya yang nyapu. Kamu nyuci sana!" Bu Ningsih merebut sapu itu tanpa menunggu jawaban dari menantunya.

Tanpa berpikir negatif atau berpikir yang tidak-tidak, Nuna segera melipir ke belakang untuk mencuci pakaiannya. Sebenarnya ia sedikit heran kenapa tiba-tiba wanita itu berubah dengan cepat. Baru saja beberapa jam yang lalu beliau mengatakan padanya untuk melakukan semua pekerjaan rumah sebagai imbalan karena dirinya tinggal di rumah itu tanpa membayar pakai uang.

Tak mau memikirkan hal yang tidak penting terlalu lama, ia segera melakukan pekerjaannya.

"Nyapu, Bu Ning?" Salah satu ibu yang sedang berbelanja di tukang sayur menyapa.

"Menantunya mana? Kok ibu yang nyapu?" Ibu yang lain menimpali sebelum Bu Ningsih menjawab pertanyaan sebelumnya.

Memang salah satu resiko tinggal di kampung adalah menghadapi tetangga yang suka julit.

"Masih tidur, mungkin masih kelelahan. Entahlah, anak zaman sekarang memang tidak pandai melakukan pekerjaan rumah. Maunya enak-enakan aja, maunya selonjoran, hamil mual dikit manjanya kayak bocah."

"Emang menantu Ibu hamil? Hamil duluan dong." Ketiga wanita yang sudah usai dengan urusan tukang sayur segera berjalan cepat menghampiri Bu Ningsih.

Hari masih pagi, para suami ketiga wanita tadi bahkan belum menyentuh nasi, tapi para istrinya sudah bergerombol di salah satu rumah tetangganya untuk membicarakan keburukan orang.

Seakan sudah menjadi tradisi bagi sebagian orang di sana. Membahas topik dengan mengumbar kelemahan, kesalahan, atau dosa manusia lainnya sudah menjadi hal yang biasa bagi mereka. Bahkan bagi Bu Ningsih dan beberapa orang yang akrab dengan beliau membicarakan orang lain seakan sudah menjadi kebutuhan wajib. Tiada hari tanpa berkumpul untuk membicarakan keburukan orang lain. Bahkan kini, menantunya menjadi topik utama di pagi yang baru saja menyapa.

"Saya sendiri sebenarnya tidak yakin kalau anak yang dikandung oleh Nuna itu anak dari Arga. Kalian, kan tahu anak saya itu pendiam, baik, tidak pernah neko-neko, nggak pernah macam-macam. Mana mungkin dia hamilin anak orang. Lagi pula jadi perempuan kok nggak bisa jaga martabatnya. Saya kurang suka sama istrinya Arga itu, berlagak kayak orang kaya, padahal biasa-biasa aja, tapi nggak mau hidup susah. Nggak mau bantuin saya, dari kemarin juga saya apa-apa sendiri."

Berbagai pertanyaan dari ketiga tetangga Bu Ningsih ternyata terus berlanjut. Dan tanpa mereka sadari, keempat pembicaraan wanita itu didengar oleh Nuna.

Wanita yang sedang mengandung satu bulan itu tidak sanggup untuk tidak mengeluarkan air matanya. Pembicaraan yang dibicarakan Ibu mertuanya kepada para tetangga sungguh sangat menyakitkan. Bagaimana bisa ada seorang perempuan yang begitu jahatnya pada perempuan lain? Apalagi perempuan itu adalah menantunya sendiri, perempuan yang seharusnya dianggap anak olehnya.

Nuna menghapus air matanya kasar lalu pergi ke kamar. Ia mendapati suaminya yang baru saja bangun tidur dan masih terduduk di tempat tidur. Pria itu hanya memperhatikannya dalam diam.

"Ada apa, Dik? Kenapa mukanya kok kayak sedih gitu?"

"Mas, kenapa sih Ibu kamu nggak suka banget sama aku? Emang aku ini pernah salah apa sama Ibu? Sampai Ibu menjelek-jelekkan aku di depan tetangga."

"Kan aku udah pernah bilang sama kamu kalau ini soal waktu. Kamu harus sabar. Udah, nggak usah didengerin apa omongan Ibu. Aku mandi dulu, ya."

Nuna semakin dibuat kesal karena respon suaminya yang nampak biasa saja. Sama sekali tidak ada kalimat pembelaan, kalimat penenang, atau setidaknya ia mengambil tindakan untuk memberitahu ibunya atau melakukan sesuatu yang membuat hatinya tenang.

Dan akhirnya ia hanya memilih diam seraya mengatur nafasnya agar ia lebih tenang. Sejurus kemudian, ia teringat kalau ia harus meninggalkan mesin cuci yang menyala.

Dengan langkah gontai dan memaksa dirinya untuk semangat, ia kembali ke belakang untuk melanjutkan mencuci pakaian. Namun, niatnya itu berubah menjadi menyakitkan ketika ia mendengar bahwa lagi-lagi Ibu mertuanya sedang membicarakannya dengan tetangganya yang lain seraya menjemur seluruh pakaian yang ia cuci.

"Saya juga tidak tahu apa yang membuat perempuan zaman sekarang kalau hamil itu manja. Hanya perkara mual dan pusing saja istrinya Arga sudah tidak ingin melakukan apa pun. Dia dari tadi hanya tiduran saja. Saya melakukan apa-apa sendirian, sama seperti sebelumnya saat saya belum punya menantu. Itu mah masih mending saya nyuciin baju saya sama Arga aja. Lah ini bajunya menantu juga saya yang nyuci."

"Ya ampun, bu Ning yang sabar, ya. Ibu harus ngasih tahu Arga supaya diberitahu istrinya itu."

"Ih nanti saya malah dimusuhin sama menantu. Saya cuman berharap, nanti Nuna bisa berubah dan menyesuaikan bagaimana harus bersikap saat tinggal di rumah mertuanya."

Nuna yang sejak tadi berada di ujung pintu akhirnya di sadari kehadirannya oleh salah satu diantara mereka.

"Tuh, Nuna dengerin. Punya Ibu mertua yang baik hati jangan dimanfaatin. Bu Ning rela ngerjain pekerjaan rumah dan nggak mau negur kamu karena menghargai kamu. Kamu seharusnya juga menghargai dia. Ibu mertua kamu, juga Ibu kamu."

Nuna hanya bisa bungkam dengan semua tuduhan itu. Mau bicara atau membela diri sekeras apa pun, mereka tidak akan percaya dengan pembelaannya karena tidak ada satu pun diantara mereka yang melihat bahwa sejak tadi Nuna juga tidak duduk diam. Tidak bersuara untuk tidak memperpanjang masalah adalah pilihannya saat ini.

Setelah puas menasehati Nuna dengan cara yang menyakitkan, para tetangga Bu Ningsih melipir ke rumah masing-masing. Tak berselang lama Bu Ningsih juga ikut masuk ke dalam rumah.

"Ibu kenapa sih? Kalau Ibu nggak suka sama aku nggak apa-apa Bu, tapi jangan ajak orang lain untuk nggak suka sama aku juga."

"Nggak usah banyak keinginan, nggak usah banyak tingkah masih bagus saya menerima kamu di rumah ini, ya." Bu Ningsih hendak pergi, sudah melangkah dua langkah dari hadapan Nuna. Namun, kehadiran Arga membuat langkahnya terhenti.

"Arga, kamu nasehati istri kamu ini suruh mengerjakan pekerjaan rumah. Hanya dengan nyapu atau bantu Ibu masak nggak akan buat dia keguguran juga." Beliau menatap tajam menantunya sebelum akhirnya pergi meninggalkan mereka di belakang.

"Apa Mas? Kamu mau nyalahin aku juga? Kamu baru bangun tidur, kamu nggak tahu apa yang aku lakukan dan aku kerjakan sebelum kamu bangun. Kamu nggak berhak nyalahin aku karena kamu juga nggak punya bukti atas apa yang Ibu kamu tuduhkan sama aku."

Episodes
1 1. Awal Neraka Dunia
2 2. Fitnah Keji
3 3. Air Mata Kepalsuan
4 4. Pria Ketus
5 5. Bekerja
6 6. Tidak Tenang
7 7. Dasar Bodoh
8 8. Salah Paham
9 9. Semakin Rumit
10 10. Meminta Bantuan
11 11. Ribut
12 12. Rencana Jahat
13 13. Calon Menantu
14 14. Bertemu Lagi
15 15. Suami Istri Bagaikan Pakaian
16 16. Kepikiran Nuna
17 17. Doa Bian
18 18. Kenyataan Baru
19 19. Pengusiran
20 20 Tak Sengaja Bersua
21 21. Keras Kepala
22 22. Debaran Jantung Bian
23 23. Bodoh Sekali Kau Bian
24 24. Ayah Yang Bijak
25 25. Situasi Yang Tidak Mudah
26 26. Obrolan Pria
27 27. Melahirkan
28 28. Sumpah Serapah Bian
29 29. Perhatian
30 30. Masih Berkilah
31 31. Terkuak
32 32. Sama Sakitnya
33 33. Pamit
34 34. Tanpa Nuna Dimulai Hari Ini
35 35. Debat
36 36. Kehilangan Kedua Kalinya
37 37. Rindu
38 38. Permainan Waktu
39 39. Sama Hampa
40 40. Kabur
41 41. Pulang
42 42. Pencerahan
43 43. Hati dan Keinginan Tidak Sejalan
44 44. Berada Di Tempat Yang Sama
45 45. Debat
46 46. Salah Paham
47 47. Penyesalan
48 48. Dejavu
49 49. Sentuhan Intim
50 50. Obrolan Dua Wanita
51 51. Runyam
52 52. Bicara Dari Hati Ke Hati
53 53. Momen Tak Terduga
54 54. Apakah Ini Pertemuan Terakhir?
55 55. Lampu Hijau
56 56. Awal Perjuangan Bian
57 57. Jalan Berdua
58 58. Kedekatan Yang Hangat
59 59. Pertemuan Yang Tak Disengaja
60 60. Sakit Yang Kembali Tersentuh
61 61. Romantis
62 62. Minta Restu Anak
63 63. Semua Laki-laki Sama Saja
64 64. Cemburu
65 65. Kecelakaan
66 66. Sweet
67 67. Pertemuan Yang Tak Disengaja
68 68. Karma Arga
69 69. Pelajaran Kehidupan
70 70.
71 71.
72 72.
73 73.
74 74.
75 pengumuman
76 75.
77 76
78 77
79 78
80 79.
81 80
82 81
83 82
84 83
85 84
86 85
87 86
88 87
89 88
90 89
91 90. Pintu Hati Yang Terketuk
92 91. Sisi Dewasa Nuna
93 92. Cashel Anakku
94 93. Selamat Pagi, Nyonya
95 94. I Love You
96 95. End
Episodes

Updated 96 Episodes

1
1. Awal Neraka Dunia
2
2. Fitnah Keji
3
3. Air Mata Kepalsuan
4
4. Pria Ketus
5
5. Bekerja
6
6. Tidak Tenang
7
7. Dasar Bodoh
8
8. Salah Paham
9
9. Semakin Rumit
10
10. Meminta Bantuan
11
11. Ribut
12
12. Rencana Jahat
13
13. Calon Menantu
14
14. Bertemu Lagi
15
15. Suami Istri Bagaikan Pakaian
16
16. Kepikiran Nuna
17
17. Doa Bian
18
18. Kenyataan Baru
19
19. Pengusiran
20
20 Tak Sengaja Bersua
21
21. Keras Kepala
22
22. Debaran Jantung Bian
23
23. Bodoh Sekali Kau Bian
24
24. Ayah Yang Bijak
25
25. Situasi Yang Tidak Mudah
26
26. Obrolan Pria
27
27. Melahirkan
28
28. Sumpah Serapah Bian
29
29. Perhatian
30
30. Masih Berkilah
31
31. Terkuak
32
32. Sama Sakitnya
33
33. Pamit
34
34. Tanpa Nuna Dimulai Hari Ini
35
35. Debat
36
36. Kehilangan Kedua Kalinya
37
37. Rindu
38
38. Permainan Waktu
39
39. Sama Hampa
40
40. Kabur
41
41. Pulang
42
42. Pencerahan
43
43. Hati dan Keinginan Tidak Sejalan
44
44. Berada Di Tempat Yang Sama
45
45. Debat
46
46. Salah Paham
47
47. Penyesalan
48
48. Dejavu
49
49. Sentuhan Intim
50
50. Obrolan Dua Wanita
51
51. Runyam
52
52. Bicara Dari Hati Ke Hati
53
53. Momen Tak Terduga
54
54. Apakah Ini Pertemuan Terakhir?
55
55. Lampu Hijau
56
56. Awal Perjuangan Bian
57
57. Jalan Berdua
58
58. Kedekatan Yang Hangat
59
59. Pertemuan Yang Tak Disengaja
60
60. Sakit Yang Kembali Tersentuh
61
61. Romantis
62
62. Minta Restu Anak
63
63. Semua Laki-laki Sama Saja
64
64. Cemburu
65
65. Kecelakaan
66
66. Sweet
67
67. Pertemuan Yang Tak Disengaja
68
68. Karma Arga
69
69. Pelajaran Kehidupan
70
70.
71
71.
72
72.
73
73.
74
74.
75
pengumuman
76
75.
77
76
78
77
79
78
80
79.
81
80
82
81
83
82
84
83
85
84
86
85
87
86
88
87
89
88
90
89
91
90. Pintu Hati Yang Terketuk
92
91. Sisi Dewasa Nuna
93
92. Cashel Anakku
94
93. Selamat Pagi, Nyonya
95
94. I Love You
96
95. End

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!