"Nic! Bantu kami," ujar Fanta dan Amadea yang kini duduk berhadapan dengan Nicole di sebuah cafe.
"Bantu apa?" tanya Nicole sedikit acuh.
"Gara gara ulahmu waktu itu, perusahaan keluargaku diambil alih oleh Keluarga Thomas. Untung saja mereka masih membiarkan Daddy bekerja di sana," ujar Fanta.
"Iya Nic, perusahaan keluargaku juga," ucap Amadea.
"Lha, itu kan salah kalian berdua. Seharusnya kalian bergerak cepat hingga tidak kalian disalahkan," ucap Nicole yang seakan tak mau tahu.
"Nic! Kamu tak bisa lepas tangan begitu saja. Kamu harus membantu kami," ucap Fanta lagi dengan suara yang mulai meninggi.
"Iya benar Nic, kamu harus membantu kami. Kedua orang tua kami menyalahkan kami atas hal itu, bahkan sekarang mereka membatasi segala bentuk keuangan kami," lanjut Amadea.
"Aku tidak boleh bertindak gegabah saat ini, Fan, De. Bahkan seharusnya aku tak bisa bertemu kalian dulu. Bagaimana kalau nanti Nathan tahu aku ikut andil dalam kejadian itu dan membenciku?"
"Kami sudah mengatakan padamu, Nic. Kamu seharusnya dekat dengan Nala, karena ia adalah saudara kembar Nathan," ucap Fanta.
"Aku hanya ingin memberi pelajaran pada Edelweiss saja. Nathan pasti akam menyalahkan Elis atas kejadian itu," ucap Nicole.
"Tapi buktinya sekarang malah kami yang tertimpa masalah," ucap Fanta.
"Meskipun Nathan pernah membela Elis, tapi kan bukan berarti ....," Amadea menghentikan ucapannya ketika melihat wajah Nicole yang menahan amarah.
"Kalian tidak tahu apa apa," ucap Nicole yang mengepalkan kedua tangannya. Hatinya masih merasa sakit ketika mengingat apa yang dilihatnya.
"Kalian pergi sana! Aku tidak bisa membantu kalian saat ini. Aku harus mengambil hati Nathan dulu, seelah itu aku akan membantu kalian. Bukankah jika aku menjadi kekasih Nathan, maka dengan mudah aku akan meminta padanya untuk mengembalikan perusahaan keluarga kalian," ucap Nicole.
Fanta dan Amadea menganggukkan kepalanya tanda mengerti. Apa yang dikatakan oleh Nicole ada benarnya, jadi untuk saat ini mereka tak akan memaksa Nicole dulu.
*****
2 minggu berlalu, hati Nala semakin resah karena ia masih tak dapat menghubungi Edelweiss. Saat ini mereka sudah kembali ke New York, meskipun liburan mereka belum selesai.
"Ada apa denganmu, sayang?" tanya Alexa yang sedari tadi melihat Nala yang berjalan mondar mandir di ruang keluarga.
"Mommy, apa Mommy tahu apa yang terjadi dengan Keluarga Rivera?"
"Rivera? Elis?" tanya Alexa menegaskan.
Nala menganggukkan kepalanya, bahkan ia mengerucutkan bibirnya, seperti seorang anak kecil yang sedang merajuk.
"Bukankah setiap hari One datang ke sini?" tanya Alexa dan Nala kembali menganggukkan kepalanya.
"Kamu bisa meminta tolong pada One untuk mencari tahu tentang hal itu," ucap Alexa.
Nala menepuk dahi nya sendiri. Ia merasa sangat bodoh. Mengapa ia tak menggunakan keahlian Uncle tampannya itu, bahkan ia bisa mendekatkan dirinya dengan Uncle kesayangannya itu.
"Uncle mana?" tanya Nala sekarang.
"One sedang pergi ke Indonesia. Ada beberapa hal yang harus ia selesaikan," jawab Alexa.
"Lalu mengapa tadi Mommy menyuruhku bertanya pada Uncle?" Nala kini duduk di kursi meja makan, menopang dagu dengan kedua tangan, dan menatap Mommynya yang sedang menyiapkan cemilan untuk sore nanti.
Alexa tersenyum pada Nala, "Mommy lupa."
"Ishh Mommy, masa masih muda sudah lupaan?"
Alexa hanya tersenyum saat mendengar putrinya itu sedikit menggerutu, "Kalau begitu tunggu saja. One sepertinya hanya pergi untuk beberapa hari dan selama itu pula, kamu tak boleh ke mana mana, kecuali bersama Mommy atau Daddy."
"Ishhh Mommy! Masa aku harus terkurung di rumah?"
"Mommy tidak mau kejadian sebelumnya terulang lagi, Nala sayang. Apa tercebur ke dalam kolam ingin kamu ulangi lagi?" tanya Alexa tiba tiba.
"Mommy mengetahuinya? Tapi kan ...."
"Memang tak ada yang memberitahu Mommy, tapi itu bukan berarti Mommy tidak tahu. Kalian adalah putra putri Daddy dan Mommy, maka kami akan selalu meletakkan mata kami di dekat kalian, sebelum nanti ada seseorang yang akan menjaga kalian menggantikan Daddy dan Mommy," ucap Alexa.
Baru Nala ingin mengucapkan sesuatu, terdengar langkah kaki dari arah depan. Kini tampaklah sosok Nathan dengan wajah yang sangat sulit diartikan oleh Nala. Sejak dulu, saudara kembarnya itu sangat memgerti akan dirinya, sementara dia sendiri tak pernah tahu apa yang sedang dipikirkan oleh Nathan.
"Kamu sudah pulang, sayang?" tanya Alexa sambil meletakkan kue yang baru saja selesai ia panggang, untuk cemilan putra putrinya di sore hari.
"Mom, ada yang ingin kubicarakan," ucap Nathan.
"Apakah penting sekali?" tanya Alexa lagi dan Nathan menganggukkan kepalanya.
"Kalau begitu tunggu Daddy pulang. Kita akan bicara bersama," Alexa selalu menunggu Michael pulang dari rumah sakit jika putra putri mereka ingin membicarakan sesuatu. Michael biasa memiliki pemikiran dan nasehat yang lebih bijak dari dirinya.
"Baik, Mom. Aku naik dulu," ucap Nathan kemudian melangkahkan kakinya menuju ke kamar tidurnya.
*****
Nala berdecak kesal ketika ia menyadari bahwa ia hanya perlu menghubungi One saja. Untuk apa menunggu Uncle nya itu kembali ke New York, bukankah hal ini bisa menjadi salah satu alasan bagi Nala untuk mendengar suara pria yang telah memenuhi hatinya itu.
Satu kali terdengar bunyi panggilan, dua kali ... Tiga kali ...
"Iya, Nala."
Hati Nala begitu penuh dengan taman bunga yang luas disertai dengan kupu kupu yang beterbangan dengan indahnya.
"Nala?"
"Nala?"
"Ah iya, Uncle. Ada apa menghubungiku?" tanya Nala.
Tanpa Nala ketahui bahwa One sedang menautkan kedua alisnya di ujung sambungan telepon.
Pletakkk
Nala menepuk dahinya sendiri karena merasa bodoh.
"Maaf, Uncle. Uncle dimana?"
"Uncle ada di Jakarta, Nala. Maaf Uncle tak memberitahu kepergian Uncle. Tapi lusa Uncle sudah kembali ke sana."
"Benarkah, Uncle? Aku merindukanmu," ucap Nala tanpa filter lagi. Ia akan berusaha menunjukkan rasa sukanya, rasa cintanya. Siapa tahu dengan begitu, One akan menunjukkan hal yang sama.
"Benar, Nala. Jangan pergi ke mana mana, okay?"
"Okay, Uncle. Bye! Nala sayang Uncle!"
"See you, Na."
Sambungan ponsel pun terputus. Nala yang begitu senang langsung memeluk ponselnya sendiri fan merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Ia menatap ke arah langit langit kamar sambil membayangkan wajah One yang sedang tersenyum.
Jujur, Nala tak pernah lagi melihat One tersenyum. Terakhir kali yang paling diingatnya adalah saat sebelum musibah yang menimpanya di arena bermain waktu ia kecil.
"Aku merindukan senyumanmu, Uncle. Apa berada di sampingku membuat senyummu menghilang?" gumam Nala.
Pletakkk
Nala kembali menepuk dahinya.
Aku kan ingin meminta bantuan Uncle untuk mencari tahu tentang Elis. Mengapa jadi lupa! - batin Nala.
🧡 🧡 🧡
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Sarah Yuniani
uncle juga sayang kamu nala ☺️
2024-10-18
0
Alexandra Juliana
Edelweis kemana yaaa apakah terjadi sesuatu pd nya?
2024-08-12
0
Ita rahmawati
aih si nala mah lgsg amnesia baru denger suara one juga 🤦♀️🤦♀️
2024-05-10
0