Menggenggam Rindu

Menggenggam Rindu

01. Awal Mula

Seorang gadis berlari dengan terbirit - birit mencoba menyelamatkan diri dari kejaran sang gigolo yang hendak menjual dirinya pada seorang pengusaha kaya raya yang sudah tua.

Gadis itu tersandung lalu bangun lagi, tersandung lagi hingga akhinya ia menemukan tempat bersembunyi.

Tong sampah.

Jangan ditanya baunya seperti apa?

Tapi bukan itu yang gadis itu pikirkan saat ini. Yang ada dalam benaknya saat ini adalah selamat dari kejaran sang gigolo kejam itu.

Blus

Gadis itu menenggelamkan tubuhnya pada tong sampah berukuran besar.

Ia menutup hidungnya menggunakan kedua tangannya. Sambil didalam hatinya terus berdoa agar tidak sampai tertangkap oleh seseorang yang sejak tadi mengejarnya tanpa lelah.

"Sialan! kemana bocah itu pergi?"

"Tapi aku yakin bocah itu pasti masih ada disekitar sini. Mana mungkin tiba - tiba menghilang. Ya bocah itu pasti bersembunyi."

Gigolo itu terus menatap tong sampah berukuran besar yang tak jauh dari pandangan matanya.

"Heh bocah keluarlah! aku tahu kau ada didalam sana!"

Sang gigolo mendekati tong sampah tersebut lalu membukanya dengan begitu antusias.

Sementara didalam sana gadis itu menahan rasa ketakutannya.

Habislah aku!

Matilah aku!

Tuhan masih adakah kesempatan untukku menyebut namamu.

Gadis itu terus tenggelam dalam pikirannya yang telah melayang jauh ke segala kondisi dan situasi yang mencekam menurutnya.

Kyaaaaa...

Sang gigolo itu membuka penutup tong sampah berukuran besar.

Kosong.

"Brengsek! tidak ada disini!"

Bug

Sang gigolo itu menendang dengan kuat tong sampah yang kosong itu.

"Awh, sakit! Anjing kau ya. Tong sampah sialan berani sekali kau menipuku! dasar tong sampah tidak berguna. Sini hadapi aku kalo berani!"

Sang gigolo itu terus memaki benda mati yang bernama 'Tong Sampah'

Gadis itu hampir saja terkakak didalam persembunyiannya. Beruntung segera tersadar jika dirinya sedang dalam bahaya.

Terdengar sang gigolo itu menelpon kliennya.

Setelah panggilan telpon terputus, Toto meninggalkan tempat itu dengan rasa marah dan terus memaki dirinya sendiri.

Zahira menyembulkan kepalanya pelan. Menyapukan pandangannya ke setiap arah.

Aman

Zahira beranjak dari tong sampah lain yang berada tak jauh tong sampah yang telah dimaki habis - habisan oleh sang gigolo.

Zahira Khaira Najwa.

Seorang gadis yatim piatu yang hidup disebuah panti asuhan 'Pelita Kasih' namun ia terpaksa melarikan diri saat anak sang pemilik panti itu hendak melecehkannya. Beruntung ia berhasil kabur dari panti tersebut.

Parasnya yang ayu dan menawan membuat siapa saja yang melihatnya tentu akan terpikat.

Setelah berhasil kabur dari panti tempatnya tinggal, ia justru bertemu dengan Toto seorang gigolo yang sejatinya adalah pamannya sendiri.

Toto tidak menyangka jika keponakannya yang ia buang ke panti asuhan itu, sekarang telah tumbuh menjadi seorang gadis yang begitu cantik.

Ia berpikir untuk menjadikan Zahira sebagai penghasil pundi - pundi rupiah dengan menjualnya kepada pengusaha kaya yang selalu mendambakan para wanita muda untuk jadi pemuas ranjangnya.

Kini Zahira merasa beruntung karna nasib baik masih menyertainya saat ini.

Ia selamat dari kejaran sang paman yang berniat menjual dirinya kepada seorang pengusaha tua yang selalu haus akan ****.

Zahira menghembuskan napas lega.

"Kemana aku harus pergi?"

Zahira merogoh kantong celananya. Membuka beberapa lembar uang pecahan lima ribuan yang hanya ada enam lembar saja. Ditatapnya uang yang tidak seberapa itu.

Kruuuukkkkkk

Bunyi cacing didalam perut sudah menuntut minta diisi.

Zahira berjalan menyusuri jalan yang entah akan sampai dititik mana ia harus berhenti.

Zahira mengembangkan senyum dibibirnya saat nampak sebuah warung dari jarak beberapa meter dari tempatnya berjalan.

Warung manisan

Zahira mendekati warung meraih beberapa bungkus roti dan air mineral dalam kemasan cangkir.

Duduk disebuah kursi kayu panjang didepan warung sambil menyantap roti lalu meneguk air mineral.

Tatapannya kosong dan menerawang jauh entah kemana. Membuat sang pemilik warung akhirnya memberanikan diri untuk bertanya.

"Kelihatannya neng bukan orang sini ya?" tanya sang pemilik warung.

"Ya bu, aku kebetulan lewat mampir untuk mengisi perutku."

"Emang eneng mau kemana?"

Zahira menggeleng Frustasi karena memang tidak punya tujuan.

"Bu, apa disekitar ini ada pabrik atau orang membutuhkan jasa pembantu rumah tangga misalnya?"

"Eneng ijazah terakhirnya apa?"

"SMA bu, tapi saya tidak membawanya."

"Kalo tidak membawa ijazah, paling paling jadi buruh lepas harian saja di pabrik tempat suami saya bekerja."

"Tidak masalah bu, aku bersedia," jawabnya dengan antusias.

"Kalau begitu kita tunggu saja. Biasanya suamiku pulang sekitar jam empat sore."

"Ya, bu. terima kasih sebelumnya."

"Sama - sama. Siapa namamu?"

"Zahira, bu."

"Baiklah, Zahira. berapa usiamu sekarang?"

"19 tahun bu."

"Masih muda."

"Ayo masuk!" ajak ibu pemilik warung.

"Sekali lagi terima kasih bu."

"Sama - sama Nak Zahira."

Obrolan panjang antara Zahira dan sang pemilik warung berlangsung hingga sore hari.

Setelah menjelang sore suami pemilik warung itu datang. Dan sang pemilik warung yang bernama Siti itupun mulai menceritakan gadis yang saat ini berada di dalam rumahnya itu

Lalu Bu Siti meminta suaminya itu untuk membantunya memasukan Zahira untuk bekerja ditempatnya bekerja.

Ditempat kerja.

Zahira mulai bekerja di hari pertamanya. Ia ditempatkan di bagian pengecekan barang yang hendak dikirim dengan upah kisaran seratus ribu perhari.  Ia akan menerima upah dalam satu minggu satu kali dihari sabtu nanti.

Zahira sangat bersyukur dan berusaha bekerja dengan begitu giat dan sebaik mungkin.

Ia sadar mencari pekerjaan itu tidaklah mudah. Contohnya saja disini, Zahira tidak akan bisa masuk jika tanpa orang dalam yang membawanya. Apalagi pekerja lepas seperti dirinya yang masuknya tanpa menggunakan lamaran dan data pribadi lainnya seperti KTP dan Ijazah.

Pimpinan pabrik tersebut memberikan tanggung jawab sepenuhnya tentang diri Zahira kepada Pak Karim, orang yang telah memasukannya bekerja di sana.

Zahira yang berpenampilan ayu itu menarik perhatian para karyawan lelaki yang bekerja di sana.

Terutama Dimas.

Dimas adalah salah satu staff pengawas  yang mengawasi para pekerja harian lepas.

Lelaki berparas tampan dan gagah itu adalah sosok lelaki yang selalu di idamkan - idamkan oleh para wanita.

Parasnya yang gagah dengan postur tubuhnya yang begitu atletis membuat para kaum hawa yang ada dalam pabrik tersebut berlomba - lomba demi mendapatkan perhatian dari seorang Dimas.

"Anak baru, siapa namamu?"  Dimas bertanya pada Zahira yang sedang menghitung barang - barang yang akan dikirimkan ke distributor.

"Aku Zahira kak," sahutnya dengan sopan.

"Zahira siapa yang mengajakmu kerja disini?"

"Pak Karim kak, kenapa?"

"Tidak apa, hanya tanya saja. Kamu saudaranya Pak Karim?"

Zahira hanya menganggukkan kepalanya.

Karna ia pun tak tahu  harus menjawab apa tentang pertanyaan itu.

Melihat gadis itu bekerja dengan begitu lincah membuat seorang Dimas menyimpulkan senyuman.

Cantik

Satu kata yang keluar dari mulut Dimas.

Sampai akhirnya jam makan siang telah tiba.

Waktunya para karyawan dan staff pabrik tersebut beristirahat dan makan siang.

Zahira memilih untuk menunaikan sholat Dzuhur terlebih dahulu.

Gadis itu berjalan menyusuri trotoar menuju masjid yang tak jauh dari pabrik tersebut.

Setibanya ia langsung menunaikan kewajibannya yaitu sholat lima waktu yang tak pernah ia lewatkan sekalipun kecuali saat sedang mendapat tamu bulanan.

Zahira merogoh saku roknya mengeluarkan  uang pecahan lima ribuan yang hanya beberapa lembar.

"Bu, beli nasi, makan sini aja ya bu," ucapnya pada sang pemilik warung nasi tersebut.

"Neng karyawan baru ya?" ibu itu bertanya sambil mengambilkan nasi putih pada piring kosong yang dipegangnya.

"Iya bu, baru hari ini masuk kerja."

"Ya neng. Ini lauknya pakai apa?"

"Apa aja bu, aku ada uang segini." Zahira menyodorkan tiga lembar uang pecahan lima ribuan kepada sang pemilik warung.

"Tidak usah diambil uangnya Bu Yen, masukan saja ke nota bulanan ku, biar aku yang membayarnya nanti."

Dimas tiba-tiba muncul dan mengagetkan Zahira.

"Kak Dimas, kenapa begitu?"

"Tidak apa Zahira, jika kamu merasa tidak enak.  Kamu menganggapnya sebagai hutang yang bisa kamu bayar saat gajian nanti."

Sejak tadi Dimas memperhatikan Zahira dari kejauhan.

Ia melihat Zahira yang sedang bingung dengan uang yang dimilikinya saat ini.

"Baiklah kalo begitu. Aku akan membayarnya setelah gajian nanti, terima kasih banyak - banyak Kak Dimas."

"Sama - sama Zahira. Makanlah, jam istirahat akan segera usai!"

Zahira memakan nasinya hingga bersih tak ada sedikitpun sisa di piringnya. Setelahnya ia meneguk air putih yang telah tersedia.

Zahira membersihkan sisa makanan pada giginya dengan cara berkumur dengan sisa air putih didalam gelasnya.

Tingkah Zahira tak luput dari pandangan seorang  Dimas.

"Udah bersih kok, ayo kembali ke pabrik!" celetuk Dimas.

Menyadari sedari tadi diperhatikan oleh Dimas membuat Zahira menjadi kikuk dan salah tingkah.

Jangan tanya bagaimana wajahnya yang sudah semerah tomat.

"Kak Dimas, aku jadi malu deh!"

Zahira menutup wajahnya menggunakan kedua telapak tangannya

Dimas hanya mengulum senyum.

"Ayok." ajaknya kemudian.

Dimas dan Zahira berjalan bersisian masuk kedalam pabrik.

Tanpa mereka sadari ada sepasang mata yang sejak tadi  selalu memperhatikan interaksi keduanya.

Dian Sasmi. Usianya itu satu tahun lebih tua dari Zahira. Wanita ini di tugaskan sebagai pengecekan lebel halal pada kemasan makanan instan yang akan dikirimkan ke distributor. Baru setelahnya ia serahkan pada Zahira bagian pengecekan jumlah barang yang akan dikirim sesuai dengan permintaan order.

Dian adalah wanita yang sejak dulu menaruh hati pada Dimas. Namun Dimas tak pernah menanggapinya dengan serius.

Dimas selalu mengalihkan topik pembicaraannya ketika sudah mulai membahas masalah perasaan Dian terhadapnya.

Karna Dimas sama sekali tidak tertarik pada wanita yang bernama Dian Sasmi.

Baginya wanita itu terlalu berani dan kurang sopan dalam berpakaian. Sehingga membuat Dimas kadang merasa risih jika berada di dekatnya.

"Dian tolong ini semua dicek dengan benar ya jangan sampai ada yang terlewat!" Dimas memberi peringatan pada Dian yang sejak tadi terlihat tidak fokus karna matanya yang terus tertuju pada Zahira

"Ya, Kak Dimas."

Dimas berjalan mengawasi semua pekerja dengan tugasnya masing - masing.

"Heh, anak baru!" seru Dian tiba - tiba.

"Ya, mbak.".

"Jangan coba - coba merebut Dimas dariku ya!" ancamnya pada Zahira.

"Tenang saja mbak, aku cukup tahu diri kok," sahut Zahira dengan sopan.

Beberapa karyawan lain hanya menggelengkan kepala melihat kelakuan Dian yang sejak dulu tidak pernah berubah. Selalu menindas anak baru, jika menurutnya telah menjadi saingan baginya  untuk mendapatkan Dimas.

Terpopuler

Comments

al-del

al-del

kebayang deh nikmat nya 🤤

2023-03-28

0

nisa

nisa

terima ksh orang baik

2023-03-25

0

nisa

nisa

pedih rasanya perut kalo cacing udah demo

2023-03-25

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!