Setia Dalam Diam

Setia Dalam Diam

Bab 1 Di Rumah Sakit.

Naina berjalan dengan cepat, menuju ruangan  di mana suaminya sedang mendapatkan perawatan, akibat kecelakaan yang terjadi sekitar satu jam yang lalu. Saat ia sudah sampai di tempat itu, tangannya yang sedang mendorong pintu dengan perlahan, tiba-tiba saja gemetar. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana keadaan suaminya di dalam, untuk sejanak ia menghela napas sebelum akhirnya melangkah masuk.

Ia melihat degan jelas sang suami sedang terbaring lemah di atas ranjang pasien, Naina berdiri di ambang pintu dengan perasaan hancur melihat tubuh Romi yang dipenuhi perban. Ada darah yang masih merembas keluar hingga perban putih itu terlihat memerah.

“Apa sebenarnya yang terjadi di sana, Mas? Sampai kau terluka seperti ini?” batinnya sedih, “Andai saja bisa kugantikan posisimu, biar aku saja yang mengalaminya!”

Tanpa suara, dan hanya detakan jantungnya yang berpacu lebih kuat, saat wanita itu melangkah kan kakinya untuk mendekati sang suami. Rasa khawatir akan keadaan dan keselamatan Romi merajai hatinya.

Tiba-tiba langkah nya terhenti di saat sang ibu mertuanya menariknya Naina dengan cengkeraman yang kuat sampai wanita itu merasakan sakit di pergelangan tangannya. Ia dibawa kembali ke luar, oleh Rasti--ibu mertuanya itu.

“Kenapa aku nggak boleh masuk, Bu?” tanya Naina dalam hati.

Namun, Rasti hanya menampakkan wajah yang penuh kebencian tanpa alasan pada Naina. Ia tidak suka akan kehadiran menantunya di Rumah sakit itu.

“Beraninya kamu datang ke sini! Setelah membuat anak saya tidak bisa melihat? Puas kamu, hah!“ teriak sang ibu mertua ketika sudah berada di luar ruangan.

Naina hanya tertunduk, sebab dia tidak tahu penyebab suaminya kecelakaan. Kenapa semua orang menyalakan dirinya. Ia menggelengkan kepala sambil berderai air mata.

Mana ada seseorang yang menginginkan terjadi keburukan pada diri dan keluarganya, begitu juga tidak pernah mengharapkan suaminya mendapatkan kecelakaan. Hanya orang bodoh yang berharap hal seburuk itu. Apalagi ia sangat mencintai Romi, bahkan kalau ia bisa pasti akan siap untuk bertukar nyawa demi suaminya.

Naina ditampar oleh ibu mertuanya berulang kali, sampai dia bersimpuh di hadapannya, dan menangis sejadi-jadinya. Lalu, ia memeluk kaki ibu Rasti sebagai bentuk permohonan. Hanya itu yang bisa ia lakukan untuk mengekspresikan diri dan perasaannya pada mertuanya itu.

“Memangnya apa yang bisa aku lakukan selain memohon dengan cara seperti ini? Seandainya Tuhan memberiku kemampuan untuk bicara, aku sudah berteriak sekencangnya, Bu! Ini sakit! Aku manusia, aku menantumu, haruskah aku diperlakukan seperti ini? Salah apa aku sebenarnya, Bu?” suara Naina dalam tangisan tanpa ada orang yang mampu mendengar.

Sebenarnya, menjadi seorang tuna wicara bukanlah keinginannya.Naina mengalami ini sejak lahir.

Selama menjadi istri Naina, dia selalu di perlakuan tidak baik oleh ibu mertua nya itu. Apalagi dengan kecelakaan Romi pupus sudah hadapan Naina untuk bahagia, selama ini dia mersaa di lindungi saat Romi saat pria itu sedang berada di rumah. Ia merasa tidak akan ada lagi orang yang bisa membelanya.

 

“Ma ... ampuni aku. Aku tidak tahu kesalahanku. Tolong ma ... aku mencintai mas Romi ... aku tidak mungkin berbuat jahat ke mas Romi ... “ ucap Naina dalam batin sambil memeluk kaki ibu mertuanya, rasa sesak di dadanya sudah tidak bisa di tahan lagi.

 

Merasa tidak nyaman, ibu mertuanya menendang Naina, hingga terjatuh dan wajahnya tersungkur di lantai, dengan cukup keras hingga keningnya menjadi memar.

 

“Menjauh dariku! Aku tidak sudi disentuh olehmu! Dasar kau! Pembawa sial, kalau bukan karena kamu, anakku tidak akan mengalami kecelakaan, kenapa tidak kamu saja, hah!” bentak Rasti.

Ibu mertua yang culas itu pun lanjut melakukan tindakan kejam lainnya. Ia menginjak-injak Naina dan wanita itu hanya bisa meringkuk, sambil menangis. Kemarahan ibu mertuanya sudah tidak dapat terbendung lagi.

Namun, kekejaman dari sikap Rasti tiba-tiba terhenti saat terlihat akhirnya ada tanda-tanda Romi mulai sadar.

“Uuh ... di mana aku ...?” gumam Romi lirih sambil membuka matanya dengan perlahan, dan mengumpulkan kesadaran.

Naina pun bangkit, sambil mengabaikan rasa sakit disekijur tibuhnya dan mendekat ke arah sang suami yang masih terbaring lemah.

Namun, tiba-tiba Rasti kembali menyeretnya keluar.

“Dengar, ya ...! Jangan mendekati anakku lagi, awas kalau kamu menunjukkan kalau kamu ada di dekatnya! Dan satu lagi, jangan sentuh tubuh anakku, karena tubuhmu itu najis untuknya! Camkan itu, perempuan sial!” katanya dengan suara lirih tapi penuh penekanan, dan ancaman.

Naina pun ketakutan, tapi sekali lagi ia tak berdaya.

Itu adalah isyarat Rasti agar Naina tidak menimbulkan suara apapun, hingga Romi tidak mencurigai bahwa Naina ada di kamar ini.

Bagi Naina tidak masalah di perlakuan seperti ini asal bisa dekat dengan sang suami dan bisa merawat nya.

“Romi ... Kau sudah sadar Sayang? ibu sangat khawatir padamu, Nak!” ucap Rasti, terharu melihat anaknya mulai sadar.

 

“Bu... Naina mana? Aku ingin mengucapkan sesuatu untuk nya, dan memberikan ini! “ kata Romi dengan suara lemahnya. Tangannya yang masih penuh luka meraba saku celana nya secara perlahan. Ia ingat, sebelum kecelakaan telah membelikan perhiasan untuk sang istri, dan ia menyimpannya di saku celananya itu.

 

“Selama kamu di sini, dia belum pernah sekalipun datang mengunjungi kamu,” kata Rasti berbohong.

“Bu, tolong nyalakan lampunya, kenapa ini gelap sekali, terus kalung yang ku beli untuk Naina mana? “

“Ini sudah nyala, bahkan terang sekali. Kalung apa? Ibu nggak melihat nya, lupa kali kamu?” Rasti berbohong lagi, padahal setelah kecelakaan itu barang-barang milik Romi sudah di kasih kepada Rasti. Dia sangat tidak rela jika menantu yang tidak di harapkan memakai kalung berlian dari anaknya, alangkah bagusnya kalung itu hingga ia pikir lebih baik dipakainya sendiri.

 

“Aku nggak bisa melihat apapun, Bu! “ suara Romi mulai panik dan ia merasa tidak enak, ia tiba-tiba sedih dengan pikiran buruk yang muncul di otaknya tentang kemungkinan ia tak dapat melihat.

“Sabar, sayang dokter sedang berusaha. Kita tunggu pendonor yang pas untuk mu, ini hanya kebutaan sementara, kalau ada donor mata, kau bisa melihat lagi, jadi tenanglah!” sang ibu berusaha untuk menenangkan anaknya.

“ Sampai kapan aku harus seperti ini, Bu...., tolong panggilkan Naina. Pasti dia sangat khawatir, aku juga mau bilang sesuatu, Bu!” kata Romi menahan sesak di dadanya.

“ Jika dia mengkhawatirkan suaminya, sudah pasti berada di sini dan menemani kamu, tapi Ini buktinya tidak ada, kan? Istrimu itu kurang perhatian!” ucap Rasti berdusta sambil menatap tajam Naina, yang berdiri tidak jauh dari nya.

“Nggak, Ma, itu nggak mungkin, aku tahu Naina bukan perempuan seperti itu!“

“Andai saja aku bisa bicara dan kamu bisa melihat, Mas... sudah pasti aku berteriak dan memanggil kamu. Bahwa sekarang aku berada di dekat mu” Naina berbicara dalam batin, seketika air mata nya meleleh lalu di usap dengan tangan nya sendiri.

Rasti terus berusaha untuk menenangkan anak nya yang terus mencari keberadaan istrinya. Bagi Rasti ini kesempatan yang sangat bagus untuk memisahkan Romi dari Naina, dengan tidak bisa melihat sudah pasti kali ini rencananya akan berjalan dengan lancar.

Dia akan melakukan berbagai cara agar Romi berpisah dengan Naina, Rasti tidak sudi mempunyai menantu yang bisu. Baginya ini sangat memalukan, meskipun Naina cantik tetap saja bagi Rasti ini sangat memalukan.

“Ma...ayo cepat jemput Naina, biar dia yang merawat ku di sini. Aku nggak mau merepotkan Mama, sekarang ada Naina yang mengurus ku!” rengek Romi terhadap sang Mama.

“Kamu itu bicara apa sih? Sudah jelas perempuan itu nggak pernah menyayangi kamu, buktinya saat keadaan kamu seperti ini saja nggak ada niatnya untuk menjenguk kamu. Bahkan kemaren di ajak, dia nggak mau. Sudah lah, jangan mencari dia lagi! Ada Mama dan juga Diana  yang akan menjaga mu,” dusta sang Mama.

“Dia itu istriku berhak tahu keadaan suaminya  pada saat ini, Ma!”

“Jika di menganggap kamu itu suaminya, nggak perlu di minta untuk datang menemui kamu. Sudah pasti dia berada di sini, nemenin kamu. Sudah istirahat saja,baru juga kamu sadar. “ Rasti meminta Romi untuk berbaring kembali.

Saat ini Romi hanya bisa pasrah, mau mencari istrinya sendiri pun sudah sangat tidak mungkin. Dengan keterbatasan nya pada saat ini, akhirnya Romi pun mengikuti perintah sang Mama untuk beristirahat. Sebab tak ada gunanya juga dia tetap bangun toh sama saja gelap,jadi lebih baik dia memejamkan matanya.

Meskipun Naina tidak bisa mendengar, akan tetapi ia mampu membaca bahasa tubuh ibu mertuanya. Tak lama air matanya semakin mengalir deras. Tak bisa berkata-kata dan hanya bisa menahan rasa sakit dari apa yang telah Naina lihat dari ibu mertuanya.

“Salah ku apa? Ma... sehingga begitu besar amarah mu untuk ku, Jika pukulan yang di berikan itu bentuk cinta Mama untuk Mas Romi, maka aku ikhlas menerima semua ini” Naina membatin.

Naina berniat pergi dari ruangan tersebut, sebab rasanya sudah sesak untuk bernafas. Dengan langkah yang tertatih, sakit di bagian punggung dan tangan akibat di injak ibu mertua nya belum seberapa. Di bandingkan dengan rasa sakit yang ada di hatinya.

“Mas... Bukan aku nggak mau menemani mu di sini, tetapi Mama tidak membiarkannya, maafkan aku, ya? Aku harus pergi sekarang,” ucap Naina dalam batin, lalu melangkah kan kakinya dengan perlahan untuk segera keluar dari ruangan tersebut.

Naina berjalan dengan langkah terseok-seok, masih terasa sakit akibat dari injakan yang di hadiahkan dari sang Mertua. Ia bagaikan orang yang hilang arah dan tujuan, harus pergi ke mana. Ia ingin mencurahkan kesedihan yang ada di hatinya, sebab dia tidak memiliki teman dekat yang bisa ia jadikan tempat untuk berkeluh kesah. Tidak banyak orang juga yang mampu berkomunikasi dengan bahasa isyarat yang di gunakan oleh Naina, makanya perempuan itu tidak memiliki teman.

Sementara itu, Rasti yang melihat kepergian menantunya, hanya tersenyum lebar. Ia merasa tidak perlu mengusir Naina lagi. Lebih baik kalau wanita bisu itu pergi, pikirnya.

Naina sedang duduk termenung di sebuah halte, setelah ia keluar dari rumah sakit. Ia menunggu angkutan umum yang akan mengantarkan nya ke tempat tujuan. Tiba-tiba sebuah mobil mewah berhenti tepat di depan nya. Lalu, perhatian Naina tertuju pada orang yang keluar dari kendaraan tersebut.

“Hai! Naina, kan?” tanya orang itu dengan ramah, Adam langsung mengulurkan tangan nya. Lalu di sambut hangat oleh Naina.

 

Terpopuler

Comments

⏤͟͟͞R• 𝕯ᵉᵉ HIATUS☪️HS⒋ⷨ͢⚤Kᵝ⃟ᴸ

⏤͟͟͞R• 𝕯ᵉᵉ HIATUS☪️HS⒋ⷨ͢⚤Kᵝ⃟ᴸ

oohh jadi naina ini tuna wicara..

2023-05-15

3

⏤͟͟͞R• 𝕯ᵉᵉ HIATUS☪️HS⒋ⷨ͢⚤Kᵝ⃟ᴸ

⏤͟͟͞R• 𝕯ᵉᵉ HIATUS☪️HS⒋ⷨ͢⚤Kᵝ⃟ᴸ

astagfirullah..ini apa sih..jahat bener
kok tiba2 jadi Naina yg disalahin penyebab suaminya kecelakaan...🤔

2023-05-15

3

☠⏤͟͟͞R🎯™𝐀𝖙𝖎𝖓 𝐖❦︎ᵍᵇ𝐙⃝🦜

☠⏤͟͟͞R🎯™𝐀𝖙𝖎𝖓 𝐖❦︎ᵍᵇ𝐙⃝🦜

astaghfirullah ibu mertua leebih2 kaya ibu tiri😡

2023-05-15

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!