Aku Bukan Gadis Kecil, Om!
Stanley dan Camelia terkesiap saat melihat Meylani sang putri yang di temukan overdosis di kamarnya akibat terlalu banyak menenggak obat tidur. Sementara di ranjang bayi Jeniffer yang baru berusia satu tahun menangis histeris.
Camelia yang tersadar dengan tangisan sang cucu langsung menggendong bayi perempuan itu guna memberi ketenangan. Stanley segera memanggil ambulance untuk menuju rumah Verry Sukmajaya yang notabenenya adalah suami dari Meylani.
Stanley merasa resah karena sang putri tidak dapat di hubungi sejak kemarin sore dan ini sudah menjelang jam 3 petang yang artinya hampir 24 jam, sang putri tidak memberikan kabar dan itu membuat dirinya tidak tenang.
Karena itu pria berusia 52 tahun itu mengajak serta sang istri, namun bukannya di sambut oleh senyuman Meylani ataupun jerit tangis Jeniffer, keduanya malah mendapatkan kejutan yang mengguncangkan jiwa.
"Sebenarnya apa yang terjadi ma, sehingga Meu menelan satu botol pil tidurnya." ucap Stanley sembari meremas rambutnya, dia sungguh bingung apa yang terjadi dengan sang putri.
Camelia yang sedang menggendong Jeniffer yang mulai tertidur menajamkan penglihatannya akan sebuah benda berwarna biru langit, warna kesukaan dari Meylani. Segera saja wanita berusia 48 tahun itu memberitahu sang suami sembari menunggu ambulan datang ke rumah ini.
"Pa, lihat itu ada sebuah benda berwarna biru langit, warna kesukaan Mey. Teronggok di selipan kaki meja rias. Coba papa ambil apa itu." perintah yang langsung di laksanakan oleh Stanley.
Ternyata benda itu adalah sebuah diary, Stanley segera memasukkan diary itu ke dalam tas Camelia yang tergeletak di ranjang Meylani. Sepertinya dia akan menemukan penyebab mengapa sang putri bertindak nekat seperti ini.
Bunyi sirene ambulance terdengar tak lama kemudian, di susul beberapa petugas medis yang memasuki ruangan kamar ini. Stanley menatap nanar sang putri yang seolah tidak memiliki harapan untuk hidup, melihat dari banyaknya obat tidur yang di telannya.
"Ayo kita susul putri kita Mey, ma." ajak Stanley kepada Camelia yang langsung di tolak mentah-mentah oleh sang istri.
"Papa saja yang susul, mama mau bawa pulang Jeniffer. Kasihan cucu kita pasti cape dan butuh istirahat."
Stanley tersentak saat mendengar nama Jeniffer di sebut, benar saja sang cucu pasti lelah karena terlalu banyak menangis. Sementara di rumah ini tidak ada siapapun kecuali Meylani dan Jeniffer. Kemana sebenarnya Verry menghilang.
Bahkan pria itu tidak mengangkat teleponnya. Membuat dugaan buruk mengenai sang mantu bertambah besar. Stanley mengusap kasar wajahnya lalu menghembuskan nafas berat.
"Bawa semua pakaian dan barang-barang Jeniffer. Papa akan minta pak Kardi untuk ke sini dan mengantarkan mama dan Jeniffer pulang. Jangan lupa kabarin Jorgie mengenai keadaan sang kakak." Camelia meletakkan perlahan Jeniffer yang tertidur, sepasang pasutri itu mengepak semua barang dan pakaian milik sang cucu pertama.
Iya, cucu pertama sebab Meylani adalah anak sulung mereka dan Jorgie yang merupakan anak bungsu masih berusia 19 tahun, usia di mana seseorang lagi sibuk-sibuknya menghabiskan waktu untuk kuliah.
Satu jam kemudian, Pak Kardi yang merupakan supir kantor Stanley sudah tiba dan membantu membawakan barang-barang yang jumlahnya tidak sedikit ini. Setelah berpamitan dengan sang suami, Camelia langsung menuju rumahnya.
Di tengah perjalanan wanita itu teringat bahwa Jeniffer belum di belikan susu formula sebab sedari lahir sampai sekarang bayi itu menerima ASI dari Mey. Camelia berfikir dengan cepat, susu jenis apa yang harus di berikan kepada bayi setahun ini.
"Pak Kardi, bisa tolong saya pilihkan susu formula untuk Jeniffer. Saya bingung milihnya, karena ga pernah pakai susu formula waktu Mey dan Jorgie."
"Kalau begitu, ibu bisa minta bantuan sama anak saya. Kebetulan ASInya tidak keluar lagi saat umur anaknya 8 bulan. Mau saya panggilkan sekalian kita ke toko susu Amethyis di daerah GGG." pak Kardi juga bingung, untung saja dia teringat Rina, sang putri yang mengeluh ASInya berhenti berproduksi dan harus di gantikan dengan susu formula.
"Boleh, ayo kita di toko susu Amethyis. Sekalian beli cemilan bayi, biar Jeniffer ga kelaparan." pak Kardi segera mengarahkan mobil ke toko susu yang di maksud.
***
Sementara di rumah sakit, Stanley menunggu sang putri dengan rasa yang bercampur aduk. Sekarang dia menyesal mengapa mengabaikan rengekan Meylani dan mengatakan bahwa sang putri harus bersabar karena dalam rumah tangga pasti ada saja masalah.
Seandainya saja, dua kata itu terus menggaung dalam otak Stanley menimbulkan penyesalan yang amat dalam pada dirinya.
Harusnya dia mendengarkan Meylani dan tidak mengabaikan aduan yang di berikan oleh putrinya. Harusnya dia selalu ada untuk sang putri hingga Meylani tidak merasa kesepian dan depresi yang membuatnya bertindak nekat. Mengantarkan nyawa kepada malaikat pencabut nyawa.
Tes tes tes
Bulir air mata mengalir deras dari netra hitam segelap malam itu. Putri yang dia besarkan dan di rawat sepenuh jiwa raga menderita seperti itu semenjak menikah. Stanley menyesali mengapa memberikan restu setelah mendengar kabar miring mengenai keluarga Sukmajaya yang masih memegang adat istiadat serta tradisi yang mengatakan bahwa anak sulung itu haruslah seorang laki-laki, agar dapat menjadi permulaan kebanggaan laki-laki dalam keluarga Sukmajaya.
Namun ibarat kata pepatah, nasi sudah menjadi bubur. Semua sudah terjadi dan tidak mungkinlah juga kita mengulang sang waktu yang terus berjalan maju. Perasaan Stanley semakin resah saat banyaknya tenaga medis yang memasuki ruang ICU ini. Semua terlihat panik dan tegang, Stanley yang semula masih berpikir optimis mau tak mau jadi pesimis.
Jalannya waktu juga seakan lambat dan menyiksa jiwanya, rasanya Stanley ingin berada di ruangan itu mengantikan sang putri. Mungkin saking lelahnya, dia terlelap sambil duduk di kursi khas rumah sakit yang berada di depan ruang ICU itu hingga dia terbangun saat bahunya di guncang dengan keras.
Ternyata Jorgie sang putra yang menyusulnya, raut kekhawatiran nampak jelas di tubuh pemuda itu.
"Bagaimana dengan keadaan kak Mey, pa?" tanya Jorgie dengan nada cemas.
"Seperti yang kamu lihat, dokter silih berganti masuk ke ruangan ICU menangani kak Mey. Namun raut muka para dokter itu papa dapat mengumpulkan bahwa keadaan kakakmu sangat kritis." ucap Stanley lirih.
Tak lama kedua ayah dan anak itu berbincang serius hingga panggilan dokter mengalihkan perhatian keduanya.
"Keluarga Meylani Atmadja?"
"Saya papanya." ucap Stanley cepat.
"Maaf sekali kami sudah berusaha untuk menyelamatkan nyawa nyonya Meylani, namun Tuhan kehendak lain. Putri bapak sudah meninggal di akibatkan overdosis pil tidur yang sangat banyak."
Dunia Stanley rasanya hancur seketika dan dia menangis tergugu di pundak Jorgie yang hanya terdiam, dalam hatinya Jorgie juga ingin menangis namun jika dia ikut menangis maka sang ayah akan semakin rapuh dan dia tidak ingin melihat itu terjadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Kurnaesih
mampir Thor 🥰
2024-11-05
0
Nada Melody
aku datang
sad story ini
2023-05-20
0
khayramalayeka
bab awal aja bikin sedihh ya woiii
2023-05-10
0