Kuberikan Anakku Ke Ayah Kandungnya

Kuberikan Anakku Ke Ayah Kandungnya

Bab 1 : Shanum

Suara teriakan para siswa terdengar begitu menggema di lapangan sebuah sekolah menengah atas. Hari ini adalah hari kelulusan dan mereka merayakan bersama di lapangan sekolah tempat mereka menimba ilmu selama tiga tahun terakhir ini. Suara tawa dan juga rasa syukur terdengar saling bersahutan, mereka juga memberi selamat satu sama lain atas kelulusan mereka.

“Ke kafe, yuk! Kita rayakan sambil makan-makan.” Salah satu siswa mengajak yang lainnya untuk merayakan bersama.

“Setuju, setuju.” Yang lainnya pun menyahut penuh semangat.

“Mau ikut?” tanya Aska, salah satu remaja yang baru saja lulus dan kini berdiri di samping seorang gadis.

“Ayo!” Gadis bernama Shanum itu mengangguk setuju.

Aska dan Shanum akhirnya ikut bersama teman-temannya, mereka pergi ke kafe yang berada di dekat sekolah tempat mereka menimba Ilmu.

Di kafe itu, mereka menghabiskan waktu untuk makan-makan dan berbincang serta membicarakan keinginan mereka setelah lulus, sebagian besar dari mereka ingin pergi ke kampus impian.

“Shanum, bagaimana denganmu?” tanya seorang teman Shanum.

“Entahlah, aku belum memikirkannya,” jawab Shanum.

Shanum, gadis berumur delapan tahun yang hidup serba pas-pasan. Dia berasal dari keluarga sederhana, sangat berbeda dengan Aska—kekasih Shanum, yang memang anak orang kaya.

Mereka bersenang-senang di sana sampai hari berganti malam. Hingga satu persatu mereka pun pamit pulang karena sudah dicari orangtua masing-masing.

“Apa ibumu di rumah?” tanya Aska saat berjalan bersama menuju rumah Shanum.

“Ibu bilang lembur malam ini, jadi tidak ada orang di rumah,” jawab Shanum sambil terus mengayunkan langkah.

Keduanya pun sudah berada di rumah Shanum yang memang sepi. Aska meminta izin menemani Shanum di rumah karena gadis itu sendirian.

“Shanum.” Aska menatap Shanum yang sudah berganti baju dan kini duduk di sebelahnya.

Shanum menoleh, menatap Aska yang sudah memandangnya.

“Ada apa?” tanya Shanum. Ditatapnya Aska yang memandangnya sedikit berbeda.

Aska mengulurkan tangan, lantas menyentuh rambut hingga pipi Shanum, hingga kemudian jari pemuda itu menyentuh bibir.

“Apa kamu pernah melakukannya?” tanya Aska sedikit ambigu.

“Melakukan apa?” tanya Shanum bingung.

Aska mendekatkan wajah ke arah telinga Shanum, hingga kemudian membisikkan sesuatu yang membuat Shanum membulatkan bola mata lebar.

“Tidak, aku belum pernah melakukannya. Tapi aku juga takut melakukannya,” ucap Shanum sedikit takut dan bingung.

“Kenapa takut? Itu tidak menyakitkan.” Aska mencoba merayu Shanum.

“Bukan takut sakit. Aku takut kalau hamil jika melakukan hal itu,” ucap Shanum dengan ekspresi wajah ketakutan.

“Hei, kamu tidak mungkin hamil hanya karena melakukan itu sekali. Lagi pula ada aku, apa kamu tidak percaya kepadaku? Bukankah kamu mencintaiku, sama dengan aku yang mencintaimu?” Aska terus membujuk agar Shanum mau tidur dan melepas keperawanan untuknya.

Shanum terlihat ragu, tapi karena perasaan cintanya ke Aska, serta bujukan pemuda itu, membuat Shanum terlena.

Aska mencium bibir Shanum, hingga keduanya larut dalam gairah yang terlarang, sampai akhirnya melakukan hal yang seharusnya tidak mereka lakukan.

**

Dua bulan kemudian.

Shanum menatap kalender yang terpajang di kamar. Dia menggigit ujung kuku jempolnya, memperhatikan tanggal di kalender dengan ekspresi wajah cemas.

“Kenapa tamu bulananku belum datang?” Shanum sangat ketakutan karena sudah dua bulan tidak datang bulan.

“Bagaimana ini?” Shanum benar-benar bingung.

Shanum pun menemui Aska, hendak menyampaikan kondisi yang dialaminya.

“Jangan bercanda!” Aska terkejut dan seolah menolak apa yang dikatakan oleh Shanum.

“Aku tidak bercanda, Ka. Aku benar-benar belum kedatangan tamu bulananku. Bagaimana ini?” tanya Shanum kebingungan.

Aska juga bingung, tidak mungkin kalau Shanum hamil dan dia harus bertanggung jawab, sedangkan Aska masih ingin kuliah dengan tenang. Dia tidak akan siap menjadi ayah di usia muda.

“Kita ke apotek dan beli testpack, lalu coba tes apakah benar kamu hamil,” ucap Aska kemudian.

Mereka pun pergi ke apotek, Aska memberi Shanum uang, gadis itu membeli testpack digital agar hasilnya lebih akurat. Setelah itu mereka pergi ke rumah Shanum yang memang sepi, untuk melakukan tes urine.

Aska menunggu di ruang tamu dengan perasaan cemas, hingga akhirnya Shanum keluar dengan wajah tertunduk lesu.

“Bagaimana?” tanya Aska langsung berdiri saat melihat Shanum.

Shanum mengulurkan testpack yang dipegang, Aska pun mengambil alat test itu untuk melihat hasilnya.

Aska sangat terkejut saat melihat testpack yang menunjukkan kalau Shanum postif hamil. Dia kebingungan karena tidak siap menjadi ayah di usia muda, padahal dia sudah diterima kuliah di salah satu kampus pendidikan tinggi kedinasan di bawah naungan sebuah kementerian.

“Sha, aku tidak bisa bertanggung jawab. Kamu tahu aku masih harus kuliah. Kamu lebih baik gugurkan saja kandungan itu,” ucap Aska dengan wajah kebingungan dan panik.

Shanum juga bingung dan syok, tidak tahu harus bagaimana.

Aska membuka ponsel dan mencari sesuatu di sebuah situs jual beli online. Ternyata Aska mencari obat penggugur kandungan yang bisa digunakan Shanum.

“Aku akan membelikan obat penggugur kandungan, mumpung usianya masih kecil akan lebih cepat diatasi,” ucap Aska yang sudah membelikan obat penggugur kandungan tanpa persetujuan Shanum.

Shanum tidak berkata-kata, dia juga masih bingung bagaimana mengatasi masalah yang mereka buat.

**

Dua hari kemudian, obat yang dipesan Aska pun sampai di rumah Shanum. Shanum hanya menatap obat itu dan belum meminumnya karena takut. Dia bingung harus bagaimana, bahkan Shanum sampai menangis meratapi nasibnya yang hamil di luar nikah.

Belum lagi, sang ibu juga mengatakan kalau dipindah tugas ke luar kota, membuat Shanum semakin kalut dan bimbang.

“Aku tidak bisa membunuhnya.”

Shanum memeluk perutnya yang masih datar. Dia hendak menghubungi Aska untuk menyampaikan kepindahan ibunya, tapi ternyata Aska tidak bisa dihubungi karena sudah berada di asrama untuk memulai pendidikan.

“Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan?” Shanum benar-benar berada dalam dilema.

Shanum kalut, hingga akhirnya memilih mendatangi rumah Aska untuk menanyakan keberadaan Aska. Saat sampai di rumah kekasihnya itu, Shanum hanya bertemu dengan ibunda Aska.

“Mau apa kamu?” tanya ibu Aska dengan sedikit nada membentak. Dia tahu siapa Shanum dan terlihat tidak menyukainya.

“Saya mau ketemu Aska, Tante,” jawab Shanum sopan.

“Mau apa? Kamu jangan mengganggu Aska lagi. Dia sudah berangkat ke asrama untuk menimba ilmu. Jadi kamu jangan mencarinya serta jangan mengganggu pendidikannya!” Ibu Aska bicara dengan nada membentak.

Shanum terkejut karena ibunya Aska membentak, hingga berpikir kalau sampai memberitahukan tentang kehamilannya kepada wanita itu, maka akan menghancurkan impian serta membuat Aska tidak bisa mengejar cita-citanya. Akhirnya Shanum pun memutuskan pamit dan pergi dari rumah itu.

**

Shanum akhirnya pergi bersama ibunya, pindah ke lain kota tanpa memberitahu Aska karena sudah tidak tahu lagi bagaimana cara menghubungi kekasihnya itu.

Kota baru dan kehidupan baru, tapi sayangnya kehidupan baru Shanum begitu kelam tidak seperti yang dibayangkan.

Pagi itu Shanum baru bangun tidur, tapi tiba-tiba merasa begitu mual dan membuat Shanum langsung berlari menuju kamar mandi.

Ibunya sangat terkejut melihat Shanum yang berlari ke kamar mandi dan kemudian muntah-muntah. Wanita itu merasa aneh dengan perubahan putrinya, selain Shanum yang beberapa kali terpegok mual dan muntah, nafsu makan Shanum juga bertambah.

“Shanum, kamu sakit? Bagaimana kalau ke dokter saja?” tanya sang ibu karena Shanum terus muntah.

Shanum menggelengkan kepala pelan, tidak sanggup bicara karena merasa sangat mual.

Ibunya semakin curiga, hingga mencoba menebak apa yang terjadi dengan putrinya.

“Shanum, apa kamu hamil?”

Shanum terkejut mendengar pertanyaan ibunya, hingga terlihat kebingungan dan hal itu membuat sang ibu semakin curiga.

“Katakan Shanum! Kamu hamil!” Sang ibu memaksa Shanum mengaku.

Shanum menunduk karena tidak bisa menjawab pertanyaan sang ibu.

“Jika kamu tidak menjawab, maka ibu akan membawamu ke rumah sakit untuk diperiksa."

“Katakan! Apa kamu benar hamil?” Ibu Shanum kembali melontarkan pertanyaan yang sama.

Shanum ketakutan hingga akhirnya menganggukkan kepala untuk menjawab pertanyaan sang ibu.

Wanita itu langsung memegangi kepala yang terasa pusing, bagaimana bisa putrinya hamil di luar nikah.

“Siapa yang menghamilimu? Apa dia Aska?” tanya ibu yang tahu kalau Shanum memang berpacaran dengan Aska.

“Jangan minta pertanggungjawaban darinya, Bu. Aku mohon.”

Permohonan Shanum cukup membuktikan kalau memang Aska yang menghamili.

“Dia sudah menghamilimu, sudah sepatutnya dia bertanggung jawab!” Ibu murka karena hal yang menimpa putrinya.

Shanum langsung bersimpuh dan memeluk kaki ibunya, memohon sampai menangis agar sang ibu tidak meminta pertanggungjawaban dari Aska.

“Aku mohon, Bu.” Shanum tahu salah karena sejak awal tidak menggugurkan kandungan itu sesuai dengan yang Aska inginkan.

Melihat Shanum yang memohon sampai menangis, membuat ibunya luluh dan akhirnya tidak memaksa. Kebetulan perumahan yang mereka tempati hidup secara individualis, sehingga ada orang baru pun tidak menyapa atau bergunjing karena mereka tipe orang yang masa bodoh dengan sekitar.

**

Setelah sang ibu tidak memaksa agar Aska bertanggung jawab. Shanum pun mencoba kembali menghubungi Aska. Namun, sayangnya Aska menghilang bak ditelan bumi, nomor Aska sama sekali tidak bisa dihubungi, bahkan teman-temannya pun tidak ada yang tahu atau bertemu dengan Aska, membuat Shanum bingung dan panik.

“Aku menyesal percaya kepadamu. Kenapa kamu memberiku janji manis, jika tidak bisa menepatinya.”

Shanum benar-benar menyesal karena sudah percaya ke Aska, kini masa depannya juga hancur karena sudah memberikan kesuciannya ke pria itu. Pria yang pada akhirnya meninggalkannya seperti sampah.

Akhirnya Shanum menghabiskan waktu di rumah. Dia malu untuk kuliah karena kondisinya saat ini. Sampai akhirnya Shanum mendapatkan pekerjaan bebas di rumah. Dia bekerja sebagai penerjemah juga entry data, semua dilakukan di rumah, sehingga Shanum tidak perlu repot menyembunyikan kehamilannya.

Perut Shanum kini sudah terlihat besar. Kandungannya sudah menginjak usia hampir sembilan bulan. Dia masih bekerja untuk tabungan biaya melahirkannya karena tidak ingin merepotkan ibunya.

“Aduh.”

Shanum tiba-tiba merasa perutnya sakit saat sedang bekerja. Dia memegangi perut yang terasa mulas dan semakin sakit karena ternyata hendak melahirkan.

Terpopuler

Comments

Sweet Girl

Sweet Girl

Kasihan kau Shanum...

2023-12-27

0

Sweet Girl

Sweet Girl

Wes... kena bujuk rayu manis ws...

2023-12-27

1

☠Bianca renata

☠Bianca renata

duh shanum terlena kenikmatan sesaat

2023-12-15

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!