Tina duduk di samping Jhon, tapi dengan tangan yang terus menarik ujung lengan kemeja bosnya, sungguh, ia sangat takut dengan permainan ini.
“Ada anggota baru, Jhon dari K-Net coporate akan bergabung,” seru Hendra memberitahuTenan peserta yang memang sudah bergabung.
Tina menatap ngeri wanita yang ada di sebelah pria – pria itu. Wanita yang terlihat liar karena mereka ikut berseru saat permainan dimulai, seolah menikmati permainan aneh ini.
“Sir, jangan ikut permainan ini. Aku takut!” kata Tina berbisik.
“Tenang, aku tidak akan mempermalukanmu. Tapi aku juga tidak bisa mempermalukan nama yang membawaku ke sini.”
Tina semakin gelisah, walau di raut wajah bosnya itu tidak ada kegelisahan sama sekali. Jhon tampak tenang.
“Ayo mulai!” seru salahs eorang anggota yang ikut dalam permainan.
“Aku harap Mr. Louise kalah. Aku ingin melihat wanita cantik disebelahnya tak berpakaian,” sahut salah satu anggota yang lain dengan senyum menggelikan.
Tina pun jijik melihat pria berperut buncin dan berkepala botak itu.
“Sir, aku takut.” Tangan Tina sangat dingin dan Jhon dapat merasakan dinginnya tangan itu karena saat ini tangn Tina mendekap erat tangan Jhon yang berada di atas meja.
Jhon pun menempelkan kehangatan telapak tangannya pada tangan yang dingin itu. ia menoleh ke arah Tina dan tersenyum seolah memberikan ketenangan.
Tina pun menatap wajah tampan itu, dan seketika ia meleleh hingga sedikit terasa tenang.
“Dasar! bule rese. Kenapa gue ga pernah bisa ngapain – ngapain kalo dia udah kaya gini?” tina bergumam dalam hati, merutuki keterpesonaanya pada seorang Jhon Louise, si bule berdarah Australia itu.
Jhon tampak serius berada dalam permainan ini. Permaina sudah separuh jalan. Walau ini bukan kali pertama ia bermain, tapi ia cukup mengetahui permainannya. Dan ia cukup mahir dalam berhitung peluang. Apalagi, saat sekolah dulu, matematika adalah bidang pelajaran yang ia sukai. Tentang peluang, Jhon sudah sangat menguasai.
“Pasang,” ujar Jhon ketika ia melirik ke arah dadu yang kemungkinan akan keluar sesuai perhitungan peluangnya.
Hendra tersenyum. Pria itu menyuruh orang di sampingnya untuk menggerakkan dadu dan melempar.
“Ah, ****.”
Kelima orang yang duduk di sana menepuk keningnya.
Ya, taruhan mereka tidak sesuai dengan dadu yang terlempar itu.
“Sh*t.” Satu orang lagi ikut geram, karena ekspektasinya jauh dari angka yang dikeluarkan si dadu.
“Waw … anda hebat Mr. Louise,” ucap Hendra memuji.
Keakurasian Jhon memang patut diacungi hempol.
Jhon mengangguk tersenyum dan mengangguk untuk menanggapi pujian itu.
“Tapi ini bukan akhir, Mr. Loiuse. Butuh tiga kali menang untuk dikatakan pemenang dan butuh tiga kali kalah untuk dikatakan kalah.”
Jhon mengangguk setuju. Permainan pun kembali dimulai.
“Ah, ****. kenapa gu lagi? si*l banget,” ujar pria pelontos yang berperut buncit itu.
“Yah, Tuan. Gimana sih? Aku udah tinggal pakai ini doang loh, masa harus dibuka juga,”kata wanita disebelah pria itu dengan nada manja, membuat Tina nyengir karena heran melihat wanita itu masih saat bisa bernada manja di tengah kegentingan itu.
Tina sedikit lebih tenang, apalagi Jhon sudah dua kali menang.
Jhon menoleh ke arah Tina dan melihat wajah cantik itu dari jarak dekat, bahkan mereka hampir tak berjarak, mengingat posisi Tina yang tetap mengalungkan tangannya pada tangan Jhon yang berada di atas meja. Tubuhnya pun mnghimpit tubuh sang bos untuk menghilangkan ketakutan.
Jhon tersenyum sendiri, karena Tina sedang tidak ikut menoleh ke arahnya, sehingga hanya ia sendiri yang memperhatikan wajah itu. namun, saat Jhon kembali meluruskan pandangan, Tina yang bergantian menoleh ke wajah tampan itu dan tersenyum.
“Ini untuk ketiga kali. Setelah ini, permainan kita selesai,” ujar Hendra yang kembali memulai permainan ketiga.
Jhon memperhatikan setiap gerakan yang dimainkan orang yang berdiri di samping Hendra. Orang yang bertugas menggerakkan dadu. Jhoj ikut menghitung setiap geerakan dadu yang digerakkan orang itu.
Orang itu memutar tangannya ke kanan. Lalu ke kiri sebanyak tiga kali. Jhon pun mulai mengasumsi kemungkinan angka yang akan berhenti.
“Ah, Si*l, dia menggerakkannya lagi,” gumam Jhon ketika orang itu kembali menggerakkan dadu sebelum dilempar.
“Enam.” Jhon meletakkan enam koin di mejanya.
Dan ya, Jhon pun benar.
“Waw, amazing!” Hendra berdiri dan bertepuk tangan. Suara riuh itu pun diikuit oleh pria lain yang ikut dalam permainan.
Hendra langsung mendekati Jhon dan merangkul bahu pria bule itu. Jhon dan Tina pun sudah berdiri.
“Apa kau sering bermain ini?” tanya Hendra.
Jhon menggeleng. “Tidak. karena dalam judi, sebenarnya tidak ada kata kalah atau menang, tapi memberi atau mengasihani. Dan anda mengasihaniku. Bukan begitu?”
Hendra tertawa. “Anda benar – benar pintar Mr Loise. Tapi ke akurasian anda dalam perhitungan peluang, juga cukup jitu. Dan aku berikan dua jempolku untukmu.”
Jhon tersenyum sembari tetap menggenggam tangan Tina yang melingkar di lengannya.
“Ke sini!” Hendra memanggil pelayan yang membawa nampan.
“Ini bukan alkohol, hanya sirup biasa. Selamat menikmati!” Hendra memberikan gelas padad Jhon. Lalu pada Tina. “Sebagai pendamping Mr, Loise, kamu juga harus menikmati ini.”
Hendra tersenyum menyeringai.
“Terima kasih,” ucap Jhon.
“Terima kasih.” Tina pun berucap yang sama.
Lima belas menit berlalu, Tina masih menemani sang bos yang berbincang dengan pemilik pesta. Namun, ia tak lagi berkonsentrasi karena tiba – tiba tubuhnya memanas. Tina hanya tersenyum saat menanggapi pembicaraan dua pengusaha yang sedang membicarakan tentang bisnis mereka masing – masing. Dalam perbincangan itu, Jhon juga menyelipkan bidang bisnis yang baru ia bangun di sini. Jdi sini, Jhon mulai membicarakan maksud kehadirannya dan Hendra pun menanggapi hal itu dengan senang. Terlihat jelas bahwa Hendra antusias dengan jenis usaha yang ditawarkan Jhon.
“Good. Saya menanti anak muda seperti anda, Mr. Louise. Anda bisa menjadi pencetus teknologi keamanan di negeri ini.”
Jhon mengangguk.
Lalu, arah mata Hendra beralih pada Tina yang duduk gelisah. Perbincangan yang cukup lama, membuat ketiganya beralih duduk dan tak lagi berdiri seperti sebelumnya.
“Anda baik – baik saja, Miss?” tanya Hendra pada Tina.
“Ah, ya.” Suara Tina tampak seperti suara lenguhan.
Jhon pun menoleh ke arah Tina. “Kamu kenapa?”
“Entahlah, tiba – tiba tubuhku panas,” jawab Tina berbisik dengan mendekatkan bibirnya pada telinga Jhon.
“Kamu tidak salah makan?”
Tina menggeleng.
“Salah minum?”
Kepala Tina kembali menggeleng. “Aku hanya minum sirup tadi,” jawabnya polos.
Lalu, Jhon menatap ke arah Hendra yang sedang tersenyum. “Anda.”
“Nikmatilah Mr. Louise. Aku tahu anda menginginkannya, bukan?” jawab Hendra.
“Oh, ****!” Jhon pun kesal.
Sungguh, ia tidak menginginkan hal ini. Walau sesuatu yang sedang hibernasi itu seringkali terjaga saat berdekatan dengan Tina, tapi ia cukup tahu bahwa sekretarisnya bukan seperti wanita yang mendampingi pria – pria peserta permainan aneh tadi.
“Sana! Bawa sekretarismu ke kamar. Aku sudah menyediakan kamar untukmu.” Lagi - lagi, Hendra tersenyum. Senyum yang sulit diartikan.
Jhon pun bangkit dan mengajak Tina ikut bersamanya “Saya tidak pernah berpikir sejauh ini, Tuan Dharmawan. Anda benar – benar gila.”
Hendra tertawa. “Suatu saat kamu akan berterima kasih padaku.”
Hendra pun bangkit dan menepuk bahu Jhon. Pria itu memanggil pelayan untuk mengantarkan Jhon ke kamar yang tersedia.
“Sir, kenapa tiba -tiba tubuhku sepanas ini sih?” tanya Tina gelisah.
“Tenanglah, setelah ini kamu harus berendam,” jawab Jhon yang tetap ada di samping Tina dan memeluknya dari samping.
“Minuman tadi tidak beralkohol kan?”
Jhon menggeleng. “Tidak.”
Lalu, Jhon menatap Tina. “Apa kamu tidak pernah mabuk?”
“Tidak.” Tina menggeleng, membuat Jhon tersenyum.
“ini kamar anda, Tuan,” ucap pelayan yang sudah menghentikan langkahnya tepat di depan pintu.
Jhon pun mengangguk dan langsung memasuki kamar. Di sana, Tina langsung membuka pakaiannya.
“Hei, kamu mau apa?” tanya Jhon sembari memungut lagi pakaian yang berserak itu.
“Panas, Sir. Aku ga tahan.” Suara Tina benar – benar membuat Jhon hilang akal. Apalagi kini, Tina sudah berbaring di ranjang dalam keadaan yang menggiurkan.
“Sir, bantu aku!” ujar Tina manja.
“Aku akan membantumu, tapi tidak di sini. kamu harus berendam, Tina.” Jhon berusaha untuk waras, walau isi kepalanya sebenarnya tidak sejalan.
Siapa yang tahan melihat tubuh indah itu? siapa pun akan mengambil kesempatan ini, begitu juga dengan Jhon yang sudah mati – matian menahan hasrat.
Bruk
Entah bagaimana, tiba – tiba keduanya terjatuh di ranjang dalm posisi Jhon yang berada di atas tubuh Tina.
“Sir, aku tidak tahan. Tolong!” suara manja itu lagi – lagi membuat jhon hilang akal.
“Apa aku harus melakukannya?” tanya Jhon dengan suara serak.
“Lakukanlah! Aku mohon. Tolong bebaskan aku dari rasa ini.”
“Baiklah, aku akan tidak mengecewakanmu. Aku akan membuatmu menginginkan ini lagi dan lagi.” Jhon tersenyum menyeringai. Hingga sesuatu yang tanpa Tina sadari terjadi.
#Flashback Off
“Ah.”
“Bagus, Sayang. Bergeraklah! Kamu memang candu.”
Kriiiiiing
Brak
Tubuh Jhon jatuh dari atas ranjang hingga ke lantai.
“Ah, si*l! Ternyata hanya mimpi,” gerutu Jhon saat matanya terbuka dan perlahan bangkit.
Ternyata di atas tubuhnya tidak ada Tina, padahal tadi rasanya seperti nyata. Kegiatan itu seperti benar - benar sedang terjadi. Apa ini efek karena ia terlalu merindukan wanita itu? Wanita yang selalu menghangatkannya dalam dua tahun terakhir dan kini pergi hingga sudah tiga bulan pun berlalu tanpa kehadirannya. Kehadiran sekretaris sekaligus kekasih yang membuat hari - harinya penuh warna.
Jhon bangkit dan duduk di tepi ranjang. Ia mengusap wajahnya kasar sembari bergumam, "Tina, aku sangat merindukanmu."
Lama termenung, ia pun menunduk dan menatap boxernya. “Ah, basah.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
mamae zaedan
tina tidak tau apa yang dimintanya,, hadehhh,,,, siap² dimakan tu sama bang bule😔😌
2023-11-20
0
Ummi Khai
oalah ternyata awalnya dijebak sama org br*ngsek, lah si Jhon doyan juga 🤦
2023-07-09
2
putia salim
yailah....mimpinya panjang amat😀😀😀😀
2023-06-15
0