Between Love And Lies
“Kamu tuh bisanya apasih? Di suruh beresin dapur aja malah mecahin gelas! Kalau kayak gini terus lama-lama barang di rumah ini bisa habis semua kamu pecahin, ih... dasar gak guna. Ngapain coba dulu aku gak buang kamu ke kolong jembatan aja!”
Bentak seorang wanita paruh baya, yang tidak hanya membentak saja. Namun sesekali dia juga melayangkan pukulan ke arah seorang gadis muda yang tengah menangis sambil menundukkan wajahnya dan terduduk tak berdaya di lantai dapur yang dingin.
“Maaf Bu, aku gak sengaja. Tadi tanganku licin karena...!”
Plakkk
Wanita paruh baya itu malah melayangkan tangannya lagi menampar pipi gadis itu karena menjawab pertanyaan nya.
“Sudah salah, masih terus berkelit. Hais, ngapain sih mas Andi masih mempertahankan anak gak ada guna dan gak bisa apa-apa kayak gini di rumah ini!” kesal wanita paruh baya itu lagi.
Dari arah lain, terlihat seorang pria paruh baya yang sepertinya baru bangun dari tidurnya.
“Apa sih, pagi-pagi sudah ribut-ribut begini?” tanyanya yang langsung duduk di kursi dan meraih sebuah gorengan yang ada di atas meja.
Pria paruh baya itu tidak memperdulikan sama sekali gadis yang sedang terduduk tak berdaya di lantai itu.
“Apalagi? Anak kamu tuh bikin masalah lagi. Pecahin gelas dia barusan! Astaga... kerjaan rumah gak ada yang becus di kerjain sama dia. Kesal aku mas, kenapa gak di usir aja sih?” tanya wanita paruh baya itu.
Pria paruh baya itu lantas melihat sekilas ke arah gadis muda itu.
“Ck... makanya Tiara, kalau kerja yang benar. Sudah, sana berangkat sekolah. Di rumah kamu juga Cuma bikin ibu kamu emosi. Sana pergi!” titah pria itu.
Gadis muda pun langsung bangkit berdiri, sambil menyeka air matanya dia langsung berlari masuk ke dalam kamarnya untuk bersiap-siap pergi sekolah.
Wanita paruh baya itu lantas duduk di depan pria yang bernama Andi itu.
“Mas, kenapa gak di usir aja sih mas. Males aku lihat muka anak itu tiap hari di rumah ini!” keluh wanita itu.
“Minah, kamu gak lupa kan. Rumah ini, sama biaya hidup kita sehari-hari itu darimana asalnya? Dari almarhum ibunya Tiara! Kalau pengacara ibunya gak lihat Tiara tiap bulan di rumah ini, dia gak akan kasih uang bulanan sama kita lagi. Sudahlah, biar Tiara tinggal di sini. Kalau uang tabungan ibunya yang sama pengacara ibunya itu sudah habis, baru kita usir dia!” ucap pria bernama Andi yang merupakan ayah angkat Tiara itu tanpa dosa.
Sementara itu gadis muda yang tadi menangis tersedu-sedu karena selalu di siksa oleh ibu dan ayah angkatnya itu hanya bisa berjalan pelan keluar rumah.
Gadis itu Tiara, usianya masih 19 tahun. Salah satu mahasiswi yang terdaftar di salah satu universitas terkenal di kota ini. Beginilah kehidupannya sehari-hari. Meski dia tinggal di rumah besar dan dengan segala fasilitas yang ada, tapi tetap dia yang harus membersihkan rumah, menyiapkan makanan dan melakukan pekerjaan rumah lainnya. Bahkan untuk pergi ke kampus saja, dia harus berjalan kaki. Karena ayah dan ibunya memberikan uang pas-pasan untuknya. Untung jarak kampus dengan ruang tak terlalu jauh.
Kedua orang tuanya sudah meninggal sejak dia masih kecil, ayah angkatnya yang masih saudara ayah kandungnya mengadopsinya karena dia dan istrinya tidak punya anak.
Tiara menghela nafasnya begitu berat. Dirinya sama sekali tidak tahu kalau dia itu hanya anak angkat. Karena sewaktu hal itu terjadi dia masih sangat kecil.
Tiara selalu sedih kenapa ayah dan ibunya selalu bersikap seperti itu padanya. Dia terkadang itu pada anak-anak lain yang mendapatkan kasih sayang begitu banyak dari kedua orang tuanya.
Setibanya di kampus Tiara berusaha untuk tersenyum. Karena setidaknya di kampus dia bisa sejenak melupakan semua permasalahannya di rumah.
Apalagi Tiara di kampusnya ini punya sahabat dekat bernama Meri dan seorang pacar bernama Erik.
Tiara pun bergegas masuk ke dalam ruang kelasnya. Tapi sayang, dia tidak menemukan pacarnya di sana.
“Din, lihat Erik gak?” tanya Tiara pada salah satu teman sekelasnya.
“Oh, tadi lihat sih. Dia di taman belakang tuh sama Meri!” kata Dina.
“Oh, makasih ya!”
Tiara pun segera bergegas ke arah taman belakang kampusnya. Setibanya di taman belakang kampus itu. Tiara menghentikan langkahnya. Ketika dia melihat sang pacar dan sahabatnya sedang bercengkrama berdua. Mereka tertawa lepas, sesekali tangan Meri merapikan rambut Erik yang berantakan.
Dan sesekali Erik juga menepuk punggung tangan Meri yang ada di pangkuannya. Melihat semua itu, hati Tiara merasa sangat tidak nyaman, perasaannya sangat tidak enak.
‘Mereka sedekat itu, kenapa selama ini aku tidak menyadarinya?’ batin Tiara.
Tiara dengan perasaan yang campur aduk pun menghampiri Erik dan Meri.
“Pagi!” sapa Tiara.
“Eh, sayang. Selamat pagi, kamu sudah datang?” tanya Erik dan Tiara pun hanya menganggukkan kepalanya lalu duduk di sebelah Erik.
“Lagi ngobrolin apa?” tanya Tiara.
“Oh, ini si Meri. Dia baru saja terpilih jadi leader pemandu sorak. Keren kan dia?” tanya Erik yang terlihat begitu senang menyampaikan kabar itu pada Tiara.
Tiara hanya mengangguk.
“Selamat ya Mer!”
“Oh, biasa aja itu sih. Oha ya. Aku ke kelas dulu ya, bye Erik, Tiara!” ujar Meri langsung meninggalkan Erik dan Tiara.
Setelah Meri pergi, Tiara semakin sedih karena Erik juga langsung diam, tak seperti saat dirinya bersama Meri tadi.
“Kamu kayaknya deket banget ya sama Meri?” tanya Tiara.
Erik lantas menoleh ke arah Tiara dengan tatapan penuh tanya.
“Kenapa? Kita kan sahabat. Kamu juga temannya kan, dia itu hebat loh. Sudah jadi leader pemandu sorak, dia juga jago bahas Inggris...!”
“Kamu tahu banget ya semua hal tentang dia?” sela Tiara yang sudah tidak tahan lagi karena kesal mendengar Erik malah terus memuji wanita lain di depannya.
“Kamu kenapa sih? Dia teman kita loh. Ya aku tahu lah sedikit banyak tentang dia!”
“Apa kamu tahu juga tentang aku? Aku pacar kamu loh?” tanya Tiara.
“Kamu ini kenapa sih?”
“Kalian emang sahabat, tapi bisa dong kalian jangan saling pegang-pegang gitu atau...!”
“Kamu tuh berlebihan tahu gak Tiara! Aku sudah berteman dengannya dari kecil. Sudahlah, kalau kamu ada masalah di rumah kamu. Ya jangan lampiaskan kekesalan kamu ke aku lah!” kata Erik tak senang.
Tiara terdiam. Rasanya dia ingin berteriak kencang saat ini. Tak ada satupun orang yang mengerti tentang perasaannya.
“Kalau kamu kayak gini terus...!”
“Aku minta maaf. Aku yang salah, aku minta maaf karena sudah bicara yang tidak-tidak!” kata Tiara yang tak ingin memperpanjang perdebatan dengan Erik.
***
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Embun Kesiangan
ngopi yok ngopi ☕💜
2023-06-27
2
Elisabeth Ratna Susanti
eh ada yang baru ternyata langsung like and favorit ❤️😍👍
2023-06-04
2
@arieyy
semangat ya tiara
2023-03-24
2