NovelToon NovelToon

Between Love And Lies

Bab 1

“Kamu tuh bisanya apasih? Di suruh beresin dapur aja malah mecahin gelas! Kalau kayak gini terus lama-lama barang di rumah ini bisa habis semua kamu pecahin, ih... dasar gak guna. Ngapain coba dulu aku gak buang kamu ke kolong jembatan aja!”

Bentak seorang wanita paruh baya, yang tidak hanya membentak saja. Namun sesekali dia juga melayangkan pukulan ke arah seorang gadis muda yang tengah menangis sambil menundukkan wajahnya dan terduduk tak berdaya di lantai dapur yang dingin.

“Maaf Bu, aku gak sengaja. Tadi tanganku licin karena...!”

Plakkk

Wanita paruh baya itu malah melayangkan tangannya lagi menampar pipi gadis itu karena menjawab pertanyaan nya.

“Sudah salah, masih terus berkelit. Hais, ngapain sih mas Andi masih mempertahankan anak gak ada guna dan gak bisa apa-apa kayak gini di rumah ini!” kesal wanita paruh baya itu lagi.

Dari arah lain, terlihat seorang pria paruh baya yang sepertinya baru bangun dari tidurnya.

“Apa sih, pagi-pagi sudah ribut-ribut begini?” tanyanya yang langsung duduk di kursi dan meraih sebuah gorengan yang ada di atas meja.

Pria paruh baya itu tidak memperdulikan sama sekali gadis yang sedang terduduk tak berdaya di lantai itu.

“Apalagi? Anak kamu tuh bikin masalah lagi. Pecahin gelas dia barusan! Astaga... kerjaan rumah gak ada yang becus di kerjain sama dia. Kesal aku mas, kenapa gak di usir aja sih?” tanya wanita paruh baya itu.

Pria paruh baya itu lantas melihat sekilas ke arah gadis muda itu.

“Ck... makanya Tiara, kalau kerja yang benar. Sudah, sana berangkat sekolah. Di rumah kamu juga Cuma bikin ibu kamu emosi. Sana pergi!” titah pria itu.

Gadis muda pun langsung bangkit berdiri, sambil menyeka air matanya dia langsung berlari masuk ke dalam kamarnya untuk bersiap-siap pergi sekolah.

Wanita paruh baya itu lantas duduk di depan pria yang bernama Andi itu.

“Mas, kenapa gak di usir aja sih mas. Males aku lihat muka anak itu tiap hari di rumah ini!” keluh wanita itu.

“Minah, kamu gak lupa kan. Rumah ini, sama biaya hidup kita sehari-hari itu darimana asalnya? Dari almarhum ibunya Tiara! Kalau pengacara ibunya gak lihat Tiara tiap bulan di rumah ini, dia gak akan kasih uang bulanan sama kita lagi. Sudahlah, biar Tiara tinggal di sini. Kalau uang tabungan ibunya yang sama pengacara ibunya itu sudah habis, baru kita usir dia!” ucap pria bernama Andi yang merupakan ayah angkat Tiara itu tanpa dosa.

Sementara itu gadis muda yang tadi menangis tersedu-sedu karena selalu di siksa oleh ibu dan ayah angkatnya itu hanya bisa berjalan pelan keluar rumah.

Gadis itu Tiara, usianya masih 19 tahun. Salah satu mahasiswi yang terdaftar di salah satu universitas terkenal di kota ini. Beginilah kehidupannya sehari-hari. Meski dia tinggal di rumah besar dan dengan segala fasilitas yang ada, tapi tetap dia yang harus membersihkan rumah, menyiapkan makanan dan melakukan pekerjaan rumah lainnya. Bahkan untuk pergi ke kampus saja, dia harus berjalan kaki. Karena ayah dan ibunya memberikan uang pas-pasan untuknya. Untung jarak kampus dengan ruang tak terlalu jauh.

Kedua orang tuanya sudah meninggal sejak dia masih kecil, ayah angkatnya yang masih saudara ayah kandungnya mengadopsinya karena dia dan istrinya tidak punya anak.

Tiara menghela nafasnya begitu berat. Dirinya sama sekali tidak tahu kalau dia itu hanya anak angkat. Karena sewaktu hal itu terjadi dia masih sangat kecil.

Tiara selalu sedih kenapa ayah dan ibunya selalu bersikap seperti itu padanya. Dia terkadang itu pada anak-anak lain yang mendapatkan kasih sayang begitu banyak dari kedua orang tuanya.

Setibanya di kampus Tiara berusaha untuk tersenyum. Karena setidaknya di kampus dia bisa sejenak melupakan semua permasalahannya di rumah.

Apalagi Tiara di kampusnya ini punya sahabat dekat bernama Meri dan seorang pacar bernama Erik.

Tiara pun bergegas masuk ke dalam ruang kelasnya. Tapi sayang, dia tidak menemukan pacarnya di sana.

“Din, lihat Erik gak?” tanya Tiara pada salah satu teman sekelasnya.

“Oh, tadi lihat sih. Dia di taman belakang tuh sama Meri!” kata Dina.

“Oh, makasih ya!”

Tiara pun segera bergegas ke arah taman belakang kampusnya. Setibanya di taman belakang kampus itu. Tiara menghentikan langkahnya. Ketika dia melihat sang pacar dan sahabatnya sedang bercengkrama berdua. Mereka tertawa lepas, sesekali tangan Meri merapikan rambut Erik yang berantakan.

Dan sesekali Erik juga menepuk punggung tangan Meri yang ada di pangkuannya. Melihat semua itu, hati Tiara merasa sangat tidak nyaman, perasaannya sangat tidak enak.

‘Mereka sedekat itu, kenapa selama ini aku tidak menyadarinya?’ batin Tiara.

Tiara dengan perasaan yang campur aduk pun menghampiri Erik dan Meri.

“Pagi!” sapa Tiara.

“Eh, sayang. Selamat pagi, kamu sudah datang?” tanya Erik dan Tiara pun hanya menganggukkan kepalanya lalu duduk di sebelah Erik.

“Lagi ngobrolin apa?” tanya Tiara.

“Oh, ini si Meri. Dia baru saja terpilih jadi leader pemandu sorak. Keren kan dia?” tanya Erik yang terlihat begitu senang menyampaikan kabar itu pada Tiara.

Tiara hanya mengangguk.

“Selamat ya Mer!”

“Oh, biasa aja itu sih. Oha ya. Aku ke kelas dulu ya, bye Erik, Tiara!” ujar Meri langsung meninggalkan Erik dan Tiara.

Setelah Meri pergi, Tiara semakin sedih karena Erik juga langsung diam, tak seperti saat dirinya bersama Meri tadi.

“Kamu kayaknya deket banget ya sama Meri?” tanya Tiara.

Erik lantas menoleh ke arah Tiara dengan tatapan penuh tanya.

“Kenapa? Kita kan sahabat. Kamu juga temannya kan, dia itu hebat loh. Sudah jadi leader pemandu sorak, dia juga jago bahas Inggris...!”

“Kamu tahu banget ya semua hal tentang dia?” sela Tiara yang sudah tidak tahan lagi karena kesal mendengar Erik malah terus memuji wanita lain di depannya.

“Kamu kenapa sih? Dia teman kita loh. Ya aku tahu lah sedikit banyak tentang dia!”

“Apa kamu tahu juga tentang aku? Aku pacar kamu loh?” tanya Tiara.

“Kamu ini kenapa sih?”

“Kalian emang sahabat, tapi bisa dong kalian jangan saling pegang-pegang gitu atau...!”

“Kamu tuh berlebihan tahu gak Tiara! Aku sudah berteman dengannya dari kecil. Sudahlah, kalau kamu ada masalah di rumah kamu. Ya jangan lampiaskan kekesalan kamu ke aku lah!” kata Erik tak senang.

Tiara terdiam. Rasanya dia ingin berteriak kencang saat ini. Tak ada satupun orang yang mengerti tentang perasaannya.

“Kalau kamu kayak gini terus...!”

“Aku minta maaf. Aku yang salah, aku minta maaf karena sudah bicara yang tidak-tidak!” kata Tiara yang tak ingin memperpanjang perdebatan dengan Erik.

***

Bersambung...

Bab 2

"Ya sudah, ayo ke kelas!” kata Erik yang terlihat masih sedikit kesal pada Tiara.

“Kamu duluan saja, aku masih mau di sini!”

“Ya sudah!”

Erik langsung meninggalkan Tiara dan pergi ke kelas mereka.

Tiara menghela nafasnya panjang dan mengusap wajahnya perlahan. Rasanya dia benar-benar lelah, mungkin benar apa kata Erik. Dia terlalu berlebihan, dia punya masalah di rumah tapi membawanya ke kampus. Itu tidak fair untuk Erik. Jika dia malah mencurigai Erik dan Meri. Padahal Erik selalu menjelaskan hubungan mereka hanya sebatas teman saja.

Tiara masih berusaha untuk menetralkan emosinya, ketika dia melihat ke arah lantai tiga. Seorang petugas kebersihan yang sedang membersihkan jendela kaca dengan sebuah gondola terlihat terus bergeser ke arah kiri. Sedangkan di arah kirinya ada sebuah ember yang pastinya itu berisi air. Karena sesekali petugas kebersihan itu mencelupkan alat pembersihnya ke ember tersebut dan memerasnya.

Sementara di bawahnya, Tiara melihat ada seorang pemuda yang akan naik tangga dan menuju tepat di bawah gondola tersebut. Menyadari bahaya yang akan menimpa pemuda itu, Tiara langsung berdiri dari duduknya dan berlari ke arah pemuda tersebut.

Byurrr

Gedubrakkk

Benar saja, ember itu terjatuh dengan air yang begitu kotor ikut tumpah karena embernya pecah.

Tapi untung saja, Tiara datang tepat waktu dan berhasil menarik pemuda itu menjauh dari sana. Meski keduanya sempat tidak seimbang dan akhirnya menabrak sebuah dinding dekat tempat kejadian.

Pemuda itu lantas menoleh ke arah ember yang pecah dengan air yang berwarna butek tidak karuan itu. Lalu menoleh lagi ke arah Tiara yang juga melihat ke arah ember yang pecah. Pemuda itu menatap Tiara dengan perasaan yang sulit di artikan.

Deg deg deg

Detak jantung pemuda itu bahkan bisa di dengar oleh Tiara yang langsung menarik dari dari pemuda itu dan perlahan mundur, menjauh dari pemuda itu.

“Kamu tidak apa-apa kan?” tanya Tiara.

Pemuda itu lantas tersenyum.

“Iya, terimakasih. Aku Kenzo!” kata pemuda itu sambil mengulurkan tangannya pada Tiara.

“Tiara”

Tiara juga mengatakan namanya sambil menjabat uluran tangan Kenzo.

Tak berselang dari perkenalan mereka. Terdengar teriakan salah satu teman Tiara yang mengatakan kalau dosennya sudah masuk ke dalam kelas. Tiara langsung meninggalkan Kenzo dan berlari ke arah temannya yang sedang memanggilnya.

Kenzo yang melihat Tiara berarti pun tersenyum penuh arti. Kenzo memegang dadanya dan tersenyum lagi.

“Sepertinya aku sudah jatuh cinta pada pandangan pertama padanya!” kata Kenzo sambil berlalu.

Di dalam kelas, Tiara duduk di sebelah Erik seperti biasanya. Namun dia terkejut, karena yang ada di sisi lain Erik bukan Nathan teman Erik. Tapi Meri.

“Kamu... duduk di situ?” tanya Tiara yang lumayan terkejut.

“Iya, pengen ganti suasana aja. Di belakang terus bosen!” kata Meri cuek.

“Sudah.. sudah. Masalah tempat duduk mau kamu jadikan masalah juga?” tanya Erik pada Tiara.

Tiara langsung diam dan fokus melihat ke arah depan. Dia juga tidak mau tanya karena masalah tempat duduk saja dia di tegur dosen nanti.

Setelah semua pelajaran selesai, seperti biasanya Erik akan mengantar Tiara pulang. Tapi kali ini, Erik bilang sedang ada urusan keluarga yang mendesak. Hingga dia tidak bisa mengantarkan Tiara.

Tiara pun memaklumi hal tersebut. Dan kembali berjalan pulang sendirian. Tak di sangka saat akan melewati jalan yang biasa dia lewati, dia melihat ada mobil truk pindahan rumah yang berhenti dekat rumahnya.

Tiara juga melihat beberapa warga ikut membantu. Saat Tiara melihat pak RT dan Bu RT, Tiara pun menegur mereka.

“Pak RT, Bu RT selamat siang!” sapa Tiara sopan.

“Eh, nak Tiara. Baru pulang?” tanya Bu RT.

“Iya Bu, mari!” kata Tiara.

Namun ternyata, saat Tiara sedang menyapa Bu RT dan pak RT, seorang pemuda memperhatikan Tiara dari dalam rumah. Pemuda itu lantas berlari keluar ketika yakin kalau itu Tiara.

“Kenzo.. ngapain lari-lari. Itu bantuin tukang-tukang atur letak perabotan!” kata seorang wanita paruh baya berambut pendek.

“Iya Bu!” kata Kenzo.

‘Jadi dia tinggal di daerah sini juga, kebetulan sekali!’ batin Kenzo senang.

Kenzo pun sambil membantu para tukang mengangkat barang. Dia mendekati Bu RT yang juga sedang membantu.

“Bu RT, itu tadi Tiara kan?” tanya Kenzo.

“Iya betul, kenapa? Kalian saling kenal?” tanya Bu RT.

“Iya Bu, kami satu kampus. Ternyata satu komplek juga, rumahnya yang mana Bu?” tanya Kenzo.

“Oh, kebetulan sekali ya. Itu rumahnya yang paling besar di ujung itu. Yang pagarnya paling tinggi, rumah warna putih!” jelas Bu RT.

Beberapa jam berlalu, Tiara yang baru saja selesai mengangkat jemuran dan melipatnya ingin istirahat sebentar karena dia terlalu lega hari ini. Bukan hanya tubuhnya yang lelah, hatinya juga mulai lelah.

Dia anak tunggal di keluarga ini, tapi malah seperti seorang pembantu saja di perlakukan oleh ayah dan ibunya.

“Tiara! Ya ampun... kenapa malah bengong. Ini sudah mau waktunya makan malam. Kamu masih leha-leha di sini. Terus ayah kamu mau di kasih makan apa?” tanya Minah pada Tiara dengan nada tinggi dan bersungut-sungut.

Tiara juga tidak menjawab, dia hanya diam. Karena semakin di jawab, ibu angkatnya itu akan semakin marah dan tak jarang akan main tangan.

Tiara pun bergegas ke arah dapur, karena terburu-buru, salah satu pakaian yang sudah Tiara lipat jatuh dan terinjak olehnya.

“Ya ampun, Tiara!” pekik Minah.

Minah langsung mengambil bajunya yang jatuh itu dan menyabetkannya di badan Tiara.

Bat bet bat bet...

“Dasar gak becus apa-apa, ini baju harganya mahal... ih ngeselin banget!”

“Ampun Bu, Tiara gak sengaja!”

Semakin Tiara meminta ampun, Minah semakin kasar dan memukulnya.

Kenzo yang kebetulan datang dan melihat itu langsung menghalangi Minah memukul Tiara. Kenzo memasang badannya sebagai tameng untuk Tiara.

“Heh, siapa kamu?” tanya Minah kesal.

“Saya warga baru, saya mau kasih itu ke ibu. Tapi saya lihat ibu pukulin Tiara. Apa salah Tiara?” tanya Kenzo terus dengan posisi melindungi Tiara.

“Haih, tanya sendiri. Bikin kesel aja!” seru Minah yang langsung meraih bingkisan dari Kenzo lalu masuk ke dalam rumah.

Kenzo lantas menuntun Tiara untuk duduk.

“Apa kamu sering mendapatkan perlakuan seperti ini?” tanya Kenzo.

Tiara hanya diam. Dari diamnya Tiara itu, Kenzo tahu kalau pertanyaannya itu tak butuh jawaban.

Kenzo lantas menggenggam tangan Tiara dan berkata.

“Jangan takut Tiara. Mulai sekarang kamu tidak sendirian. Aku akan menjadi teman kamu, kamu bisa cerita apapun padaku, semua keluh kesah mu. Aku akan selalu ada untukmu!” ujar Kenzo terdengar begitu tulus.

***

Bersambung...

Bab 3

Semenjak hari itu, Kenzo memang lebih perhatian pada Tiara. Ketika berangkat ke kampus, gak jarang Kenzo sengaja berpura-pura memanaskan mesin mobilnya demi menunggu Tiara lalu mereka pun berangkat bersama. Tak jarang juga kalau pulang dari kampus, Kenzo sengaja menunggu Tiara di gerbang kampus. Meski tak jarang Tiara menolak, karena tak enak pada Erik kalau pacarnya itu melihatnya terlalu sering berangkat dan pulang kampus bersama Kenzo.

Hingga pada suatu ketika Meri sepertinya menyadari kalau Kenzo menaruh hati pada Tiara. Dia yang sengaja ingin menjauhkan Tiara dengan Erik pun mencoba untuk berteman dengan Kenzo dengan tujuan memotivasi Kenzo untuk lebih berusaha lagi agar Tiara menerimanya.

Suatu hari ketika jam pelajaran di kelas Tiara usai, Meri langsung berpamitan pada Tiara dan Erik.

“Aku duluan ya, mau latihan pemandu sorak!” ucapnya yang tanpa menunggu tanggapan dari Erik dan Tiara dia langsung pergi keluar dari ruang kelas mereka.

“Eh, tumben banget. Ini bukan hari kamis loh!’ kata Erik.

Tiara yang mendengar apa yang dikatakan Erik itu menyipitkan matanya ke arah pacarnya dong.

“Tahu banget kamu kalau Meri latihan tiap hari Kamis?” tanya Tiara yang mulai curiga dengan hubungan pacarnya itu dengan sahabatnya sendiri.

Tapi bukannya merasa bersalah atau bersikap lebih baik untuk menjelaskan pada Tiara. Erik malah langsung berdiri dan meraih tasnya.

“Aku sudah mulai capek ya sama kamu. Kamu tuh selalu aja curiga, selalu aja cemburu gak jelas. Meri itu siapa? Dia itu teman aku dari kecil. Sekarang yang jadi pacar aku itu kamu. Kenapa sih, kamu terus cari-cari masalah supaya kita ribut?” tanya Erik langsung ngegas di depan Tiara.

Tiara sampai kaget Erik jadi semarah itu padanya, padahal dia hanya ingin tahu kenapa Erik sampai sebegitu perhatian nya sama Meri. Padahal Erik saja tidak tahu dan tidak mau tahu kapan Tiara ada bimbel atau hal lainnya.

“Aku Cuma tanya...!”

Tapi baru Tiara mau bicara, Erik kembali menyelanya.

“Hoh, jangan-jangan benar apa yang kemarin Meri bilang sama aku. Kamu tuh emang sengaja cari-cari salahnya aku sama Meri. Padahal kamu tuh lagi deket sama itu tetangga kamu yang suka nganter jemput kamu, iya kan?” tanya Erik dengan tatapan sangat mengintimidasi Tiara.

Tiara lantas menggelengkan kepalanya dengan cepat.

“Gak Rik, gak ada hubungannya sama Kenzo!”

“Tuh kamu mungkir kan, sudahlah Tiara gak usah nyari kambing hitam atas kelakuan kamu itu!”

“Nyari kambing hitam gimana? Aku Cuma tanya kamu kok tahu Meri latihan hari Kamis, segitunya kamu perhatian sama dia. Sedangkan kamu aja gak tahu kan kapan aku bimbel?” tanya Tiara yang mulai emosi di tuduh yang tidak-tidak oleh Erik.

“Terus aja nyangkal, males tahu aku ngomong sama kamu. Bisanya nyalahin orang terus!”

Setelah berkata seperti itu, Erik langsung pergi meninggalkan ruang kelas tersebut. Tiara berusaha menahan Erik karena ingin menjelaskan masalah hubungannya dengan Kenzo, tapi Erik malah menepis tangan Tiara dan mendorongnya.

Tiara hanya bisa menangis. Dia sendiri bingung karena Erik sebelumnya tak pernah kasar padanya. Sedangkan di luar pintu, Meri ternyata sudah memanggil Kenzo dan saat ini sedang bersama dengan Kenzo melihat apa yang terjadi antara Tiara dengan Erik.

“Tuh, kamu lihat sendiri kan kelakuan Erik sama Tiara! Kamu gak percaya sih apa yang aku bilang dari kemarin-kemarin. Tiara itu selalu di siksa sama Erik. Pacaran mereka itu sudah gak sehat, tapi tetap saja si Tiara bucin sama Erik. Cuma kamu yang bisa memisahkan mereka berdua, Kenzo. Kasihan Tiara!” ucap Meri yang lantas meninggalkan Kenzo yang masih terus memperhatikan Tiara yang sedang menangis.

‘Kasihan kamu Tiara, di rumah kamu di siksa oleh ayah dan ibumu sendiri. Di kampus kamu di kasari begitu sama pacar kamu sendiri!’ batin Kenzo.

Dan semenjak saat itu, Kenzo semakin perhatian dengan Tiara. Meski Tiara selalu berusaha menjauhinya untuk menjaga perasaan Erik. Namun Kenzo tetap saja terus berusaha untuk dekat dengan Tiara.

Hingga pada suatu hari, Saat hari sedang hujan. Tiara pun berteduh di halte bus dekat kampus. Dia sudah mencari Erik sejak tadi tapi tidak menemukannya. Ternyata Erik berpesan pada Meri untuk mengatakan pada Tiara kalau dia sedang ada di ruang basket. Namun Meri malah tidak menyampaikannya pada Tiara, Meri memang sengaja melakukan itu. Sedangkan Meri juga sengaja menghapus semua pesan dan panggilan dari Tiara di ponsel Erik ketika Erik ke kamar mandi.

Alhasil, di sinilah Tiara. Menunggu di halte bus. Karena untuk pulang hujan terlalu deras.

Tak lama berselang, sebuah jaket seperti melindungi Tiara dari terpaan air hujan. Tiara senang, berharap itu Erik. Namun ternyata saat dia berbalik. Itu adalah Kenzo. Tiara yang tidak mau Erik salah paham mencoba untuk menolak kebaikan Kenzo. Namun sayangnya di saat yang bersamaan Erik datang dengan Meri.

“Bagus ya, aku tunggu kamu setengah jam lebih di ruang basket. Kamu malah asik-asikan berduaan sama orang ini di sini! Keterlaluan kamu Tiara!” pelik Erik yang kesal sampai mendorong lengan Tiara.

“Aku sudah hubungi kamu, aku juga kirim pesan sama kamu, aku tungguin kamu di sini!” jelas Tiara yang memang tidak bersalah.

“Bohong kamu, gak ada pesan masuk!”

“Aku kirim pesan tadi, lihat...!”

Tapi baru akan menunjukkan ponselnya, Meri sengaja mendorong Tiara hingga ponselnya jatuh. Ponsel itu basah dan rusak.

“Ya ampun maaf ya Tiara, tapi kamu keterlaluan sih. Padahal aku kan sudah bilang kalau Erik nungguin kamu di ruang basket!”

“Kamu gak bilang..!”

“Cukup Tiara, sebaiknya kita gak usah bicara dan ketemu dulu. Kamu introspeksi diri kamu!” ujar Erik yang lantas pergi dengan Meri.

Tiara menangis lagi, namun saat Kenzo berusaha menenangkannya dia malah berlari menerobos derasnya hujan untuk pulang ke rumah.

Saat tiba di depan gerbang, Tiara membuka pintu dan bersiap berlari masuk ke dalam rumah. Namun di depan pintu sudah ada ibunya dengan berkacak pinggang dan mata yang melotot marah.

“Bodoh banget sih kamu, kenapa gak berteduh dulu. Kenapa malah hujan-hujanan. Kalau sakit siapa yang susah, baju basah sepatu basah mau masuk rumah. Jangan bikin orang kesal terus kenapa sih?” pekik Minah.

Tiara yang sudah tak tahan lagi pun berlari pergi dari rumahnya. Sepanjang jalan dia menangis, dia merasa hidupnya begitu menyedihkan. Hanya ingin pulang dan menenangkan diri setelah hatinya terasa sangat sakit saja tidak bisa. Tiara benar-benar putus asa, dia terus berlari sampai di dekat sebuah sungai. Tiara memandang nanar ke depan, ke arah sungai tersebut.

“Kalau tidak ada yang menginginkan aku, untuk apa aku hidup!” ucap Tiara sebelum dia melompat ke sungai.

Byurrr

***

Bergabung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!