Menikahi Pria Kejam

Menikahi Pria Kejam

Ibu Sakit

Hana Saraswati, gadis remaja berusia dua puluh satu tahun. Dia anak tertua dari satu bersaudara. Rambutnya panjang, tinggi semampai, berkulit putih berseri, berlesung pipi dan setiap kali dia tersenyum, senyumnya sangat manis sekali.

Dia lahir dari keluarga miskin, ayahnya telah lama meninggal, setiap hari dia harus bekerja keras, membanting tulang demi menghidupi keluarganya.

Kalau saja Hana ditakdirkan lahir dari keluarga berada, lemari di rumah mereka pasti dipenuhi dengan piala-piala, gadis itu pintar, rajin dan tidak suka mengeluh.

Keluarga mereka mampu bertahan hidup dari hari ke hari, bulan ke bulan, tahun ke tahun hingga cobaan besar itu datang, ketika Mina, ibunya, jatuh sakit.

Ibunya mengidap paru-paru basah. Kondisinya memburuk, parah karena tidak segera mendapat pengobatan yang baik.

Sejak ibu mereka sakit, pengeluaran baru harus di tambah. Semua beban itu jatuh kepada Hana, dia di bantu oleh adiknya merawat sang ibu, di tambah dia pula harus bekerja di sebuah cafe hingga larut malam yang bayarannya tidak seberapa.

Sore itu...

Tiba-tiba ponsel Hana berdering. Renata, adiknya menelepon.

"Kak...." Suara isak tangis Renata di ujung telepon, seketika membuat Hana menghentikan kegiatannya.

"Ada apa Nat? Apa ada sesuatu yang terjadi?" Hana bertanya dengan nada suara yang cemas, firasat nya seketika menjadi tidak enak.

"Iya kak. Ibu jatuh pingsan kak, tubuhnya membiru, dan dengus napasnya hampir habis. Hiks...." Renata menangis terisak di seberang sana, tak kuasa memberitahukan kabar ini kepada sang kakak.

"Renata sedang di rumah sakit sekarang, kakak cepat lah kemari, Renata takut sesuatu yang buruk akan terjadi. Hiks.. Hiks...." Kata Renata yang masih terisak-isak di seberang sana.

Seperti disambar petir, badan Hana seketika ambruk, mendengar perkataan Renata di ujung telepon.

Air matanya mengalir dengan sendirinya.

Wulan sahabat nya dan sekaligus patner kerja nya Hana yang berada di tempat itu juga mendekati Hana, bertanya apa yang terjadi.

Bukan nya menjawab, Hana langsung bergegas mengambil tas-Nya, dia berlari meninggalkan Wulan yang keheranan.

Wulan menatap Hana yang terlihat cemas, "Sebenarnya apa yang sudah terjadi?" Wulan menggaruk kepala nya yang tidak gatal.

Hana berlari keluar dari cafe sambil menangis, hingga membuat beberapa pelanggan dan juga karyawan keheranan.

Hana lalu menaiki taksi, meminta sopir mengantarkannya ke salah satu rumah sakit di kota itu, sepanjang perjalanan Hana berdoa dalam hati dan meyakinkan hatinya, bahwa ibunya akan baik-baik saja.

"Bu, ku mohon bertahanlah...!" Batin Hana.

Keadaan lalu lintas sore itu tampak tersendat, semakin membuat Hana frustrasi karena dia tidak bisa dengan segera tiba di rumah sakit, air matanya mengalir dengan deras sedari tadi.

Akhirnya, meskipun memerlukan waktu yang cukup lama, Hana bisa segera sampai di rumah sakit, dia segera berlari ke ruang perawatan tempat Ibunya dirawat.

"Kakak...." Renata segera berlari menghambur ke pelukan kakaknya.

Mereka berpelukan erat. Saling menguatkan satu sama lain.

*****

Hana dan adiknya, duduk di ruang tunggu rumah sakit dengan perasaan gelisah. Wajah cantik Hana terlihat cemas, kedua tangannya sesekali meremas, telapak tangannya terasa dingin, dan basah penuh keringat.

"Kak, kenapa dokter itu belum juga selesai memeriksa ibu? Ini sudah hampir se-jam. Renata takut ibu akan meninggalkan kita kak." Ucap Renata memelas memandangi wajah Hana.

"Nat tenanglah, tidak akan terjadi sesuatu pada ibu. Ibu pasti akan baik-baik saja." Kata Hana meyakinkan adiknya sambil mengelus lembut puncak kepala Renata.

Hana mencoba meyakinkan Renata meskipun dia sendiri tidak yakin apa ibunya baik-baik saja di dalam sana atau malah sebaliknya.

Hana dan Renata segera beranjak dari duduknya setelah melihat dokter yang memeriksa Mina, ibunya, keluar dari ruangan perawatan.

"Bagaimana keadaan ibu saya, dok?" Hana menatap dokter di depannya.

Sang dokter menghela napas panjang sambil menatap sepasang saudara di depannya.

"Kondisinya memburuk, pasien harus segera dioperasi." Ucap dokter tersebut.

"Operasi?" Tanya Hana lirih.

"Iya mbak, dan ini harus di lakukan secepatnya." Ucap dokter itu.

"Baik dok, lakukan yang terbaik untuk kesembuhan ibu saya." Ucapnya.

"Baik mbak. Dan untuk sementara waktu ibu anda kami pindahkan ke ruang ICU ya, dan segera lakukan pembayaran administrasinya, maksimal besok pagi Ibu Mina harus sudah menjalani operasinya." Ucap dokter tersebut yang lantas di iyakan oleh Hana.

Dokter itu pun melenggang pergi dengan seorang suster yang memerintahkan Hana untuk menuju ruang administrasi terlebih dahulu.

"Nat, kamu tunggu disini sebentar ya, nanti kakak akan kembali."

Renata mengangguk, kemudian Hana dengan lunglainya berjalan menuju meja administrasi dan menanyakan berapa biaya yang akan di tanggung nya agar Ibunya bisa diselamatkan.

Dengan tangannya yang menyentuh dada, Hana merasa sesak karena melihat biaya yang sangat besar bahkan hingga ratusan juta rupiah.

"Darimana aku mendapatkan uang sebanyak ini?" Gumamnya dengan mata yang masih memandangi kertas itu, jangankan uang ratusan juta, ratusan ribu saja dia tidak memegang nya saat ini.

****

Hana dan Renata menatap Mina yang kini terbaring lemah dengan selang infus dan beberapa alat medis yang terpasang di beberapa bagian tubuh Ibunya. Hati mereka begitu kalut melihat keadaan sang Ibu yang terbaring tak berdaya di atas ranjang rumah sakit.

Saat ini Ibu mereka sudah dipindahkan ke ruang ICU.

Dokter bilang, Ibunya harus segera di operasi secepatnya.

Hana menghela napas berat, saat mengingat kembali nominal uang yang harus di siapkan untuk biaya operasi ibunya.

"Dari mana aku bisa mendapatkan uang sebesar itu untuk biaya operasi ibu?" Batin Hana.

Hana tampak berpikir keras sambil menatap wajah pucat sang ibu. Dia tidak memiliki uang sepersen pun saat ini, Hana harus segera mencari pinjaman agar ibunya segera di operasi.

Akan tetapi, di mana ia akan mencari pinjaman untuk biaya operasi Ibunya?

"Kakak...." ucapan dari adiknya membuyarkan lamunan gadis itu.

"Ibu kita harus segera di operasi, kak, sedangkan kita tidak mempunyai uang sepersen pun sekarang." Renata menatap kakaknya dengan sedih.

"Bagaimana kalau kita jual rumah saja, kak?" Lanjut Renata. Kedua netranya menatap Hana yang terlihat terkejut.

"Tidak boleh, Nat. Kalau nanti kita jual rumah, kita mau tinggal di mana?" Hana menggeleng, tanda tidak menyetujui usul adiknya itu.

Renata menarik napas panjang, matanya meneteskan air mata saat kembali melihat sang Ibu terbaring tak berdaya dengan beberapa alat medis terpasang di tubuhnya.

Hana membawa adiknya ke dalam pelukannya, dia memeluk adiknya dengan erat, mencoba memberikan gadis kecil itu kekuatan.

"Aku harus melakukan sesuatu agar ibu sembuh dan segera dioperasi. Harus!" Batin Hana.

Bersambung...

Terpopuler

Comments

Mamah Kekey

Mamah Kekey

mampir kk

2023-10-19

1

𝓜𝓮𝓶𝓮𝔂™ 𝙃𝙞𝙖𝙩𝙪𝙨!

𝓜𝓮𝓶𝓮𝔂™ 𝙃𝙞𝙖𝙩𝙪𝙨!

Aku mampir yang🤭 semangat ya

2023-04-03

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!