Between You And Your Father
Vivianne gadis muda berusia 19 Tahun berasal dari desa kecil di Jawa Tengah Sleman itu, mengayuh sepedanya dengan hati gembira. Karena hari ini, adalah hari kelulusan-nya dari salah satu SMAN di daerah Sleman.
Dia mendapatkan kabar gembira dari gurunya, bahwa dia lolos seleksi mendapatkan beasiswa dari salah satu Universitas tertua di Indonesia, yaitu Universitas Gajah Mada. Berita inilah yang membuat hatinya gembira dan mengayuh sepedanya makin kencang ketika melihat dari kejauhan rumah panti 'Cahaya Bunda', tempatnya selama ini dia tinggal.
Dengan wajah sumringah dia memasuki pekarangan rumah tersebut yang ditumbuhi banyak bunga-bunga cantik, yah, bundanya atau tepatnya ibu yang selama ini mengasuhnya (karena dia adalah salah satu anak yatim piatu yang ditinggalkan dipanti asuhan tersebut), Bundanya memang rajin dan senang menanam bunga.
Namun hatinya seketika resah ketika mendengar percakapan dua orang pria yang baru saja keluar dari rumah panti tersebut.
" Sungguh kasihan sebenarnya Bu Fatma dan orang-orang dipanti ini, yah? Ada beberapa kerusakan disana-sini yang seharusnya diganti total tapi mereka tak cukup punya banyak uang untuk memugar-nya. Padahal kemarin saja, mereka baru saja memperbaiki genteng yang bocor dan harus diganti dengan yang baru. Itupun mereka baru bisa bayar setelah Bu Fatma pulang dari pasar. Dengar-dengar sih, mengadaikan bahkan menjual beberapa perhiasannya, loh!" ujar salah seorang pria yang bernama Anto.
"Hush! Jangan bergosip, kamu to! Dari mana kamu tahu? Kamu seperti ibu-ibu komplek saja yang senang bergosip!" tegur salah satu temannya yang bernama Tedjo.
" Kamu tahu,kan, Jo? Ibu Otis yang di pojok jalan sana. Dia yang punya toko perhiasan itu loh, nah katanya dia, ibu Fatma baru saja menjual salah satu perhiasan miliknya. Katanya sih, itu perhiasan ibu Fatma sejak gadis loh! Bahkan ada juga perhiasan yang dari almarhum suaminya juga yang ikut tergadai! Yah, apalagi kalau bukan untuk memperbaiki rumah panti ini. Sungguh kasihan, bukan? Dengar-dengar nih, sekarang makin sedikit donatur yang berkunjung dan memberikan sumbangan untuk mereka,"ujar si Anto kembali.
"Oh, begitu. Terus, hubungannya dengan kita? Itu masalah mereka. Kita kan, hanya kerja disini.Jadi tidak perlulah mengurusi urusan yang bukan urusan kita,bukan?" tegur pria yang bernama Tedjo.
" Eh, bukan begitu,maksudku. Kok, aku jadi berpikir jangan-jangan, jasa kita nanti tidak dibayar, lagi?, bagaimana? Apa kamu tidak memikirkan sejauh itu?" ucap Anto kembali dengan menatap kearah temannya.
Sejenak temannya berpikir, " Biar saja, anggap saja kalau begitu sedekah. Kapan lagi kita punya kesempatan sedekah,bukan?" tutur Tedjo dengan santai.
" Sudah, jangan berpikir terlalu jauh, kalau rezeki tidak akan kemana! Yuk, kita kembali!" ujar Tedjo kembali.
Vivianne yang mendengarkan hal ini serasa lemas, hatinya yang semula bahagia dan semangat karena mendapatkan berita bahagia, menjadi sirna sekarang. Dia tidak yakin apakah saat ini adalah waktu yang tepat untuk dia sampaikan berita mengenai lolosnya dia menerima beasiswa ke bundanya. Terlebih, setelah mendengar percakapan ke dua pria itu.
" Eh, si cantik Vivi, baru pulang, Nak?" tanya pak Tedjo.
Vivi hanya mengangguk tanpa suara. Dan memilih langsung menuju kerumah panti yang selama ini tempatnya berteduh.
" Tumben, si Mbak Vivi hanya diam saja, biasanya ramah!" ujar pak Anto.
Temannya hanya menaikan bahunya sambil mengangguk menyetujuinya. Dan mereka pun berlalu dengan mengendarai sepeda motor mereka.
Vivianne langsung masuk kedalam rumah setelah sebelumnya mengucapkan salam,
" Assalamualaikum, Bun. Vivi pulang!" ujar Vivi.
" Waalaikumsalam. Loh, kamu baru pulang, Nak? Oh, ya, lekas ganti bajumu, bersih-bersih, lalu kita makan bersama, yah?" ujar sang bunda dengan lembut.
Vivianne Pun pergi kekamarnya dengan gundah, entah apa yang harus dilakukannya kali ini, "Apakah aku harus bilang ke bunda? Atau, jangan? Jika tidak bilang, lantas bagaimana bisa pergi ke jogya? Kesana kan butuh banyak biaya! Aku tak tega merepotkan bunda," batin Vivianne.
Vivianne menghitung kembali tabungannya, yah dia sudah terbiasa mencari uang dari hasil memberikan les private (berkat kecerdasannya) untuk anak SD dan juga menjadi guru taekwondo disalah satu Sekolah Dasar. Dengan sedih ditatapnya tabungannya, "Ah, rasanya masih kurang, hanya cukup untuk membeli tiket bus dan makan saja sepertinya" batin Vivianne dengan sedih, inilah yang membuatnya memutuskan untuk tidak pergi ke Jogya menerima beasiswanya. Dia tidak ingin merepotkan Bunda Asuhnya di saat kondisi bundanya sedang kesulitan seperti kali ini.
Tanpa terasa air mata membasahi pipinya, "Sepertinya kali ini aku harus mengubur mimpiku," ujar Vivianne membatin.
Vivianne pun keluar dari pintu kamarnya setelah bersih-bersih dan berganti pakaian, dipasangnya wajah ceria dihadapan adik adiknya.
" Ayo, kita makan bersama!" ujarnya menggiring beberapa anak-anak panti yang masih berusia sekitar 6-7Tahun, namun ada juga yang duduk di Sekolah Menengah Pertama. Viviannelah, yang paling tua diantara mereka.
" Kak, kata bunda kakak menerima beasiswa kuliah di Jogya di UG...UG apa, Bun?" celoteh sang adik yang bernama Reihan itu.
Glek!
Vivianne terkejut, karena ternyata sang Bunda dan adik-adiknya sudah mengetahuinya. Mungkin berita dari Ibu Guru-nya.
" UGM,Dek!" ujar sang Bunda.
"'Iya, benar, UGM! Bener kah, Kak?" tanya Reihan kembali.
Vivianne hanya tersenyum, " Benar, tapi sepertinya kakak tidak jadi ambil, Dek, Bun!"
Ting!!
Tanpa sengaja sang bunda menjatuhkan sendok dan garpunya kebawah. Dia terkejut, mendengar keputusan anak angkatnya itu, kemudian dia menghembuskan napasnya,
" Lebih baik kita makan dulu, mengenai hal ini nanti kita bicarakan ya, Kak! Selesaikan makan kalian jangan ada yang berbicara ketika makan, setelah itu kalian taruh piring kalian di dapur dan kalian istirahat tidur siang!" semua tertunduk. Tidak satupun yang berani membantah ketika Bunda sudah berbicara.
Akhirnya mereka menyelesaikan makanan mereka dengan suasana diam.
Tidak berapa lama setelah semuanya pergi beristirahat untuk tidur siang, sang Bunda menghampiri Vivianne.
" Bunda mau bicara sama,kamu!" ujarnya ketika memasuki kamar anak angkatnya itu. Dan mereka duduk berhadapan di kasur yang tidak lagi empuk itu.
" Apa alasan kamu, tidak mengambil beasiswa itu?" ujar sang Bunda.
" I-itu... karena, Vivi pikir Vivi..." Vivianne menunduk, dan belum selesai dia berbicara suara sang Bunda terdengar kembali.
" Jangan bohong! Tatap mata Bunda ketika kamu bicara!" ujar sang Bunda.
" Vivi....hanya tidak ingin, Bun!" dengan takut-takut ditatapnya mata sang Bunda.
" Kamu bohong!!" dengan sorot mata tajam menatap Anak Asuhnya itu.
" Benar, Bun! Vivi ingin membantu Bunda saja dirumah, atau Vivi bekerja saja yah, Bun? Bunda pasti kewalahan menerima pesanan kue dan buket parcel kan, Bun? Vivi bisa bantu, Bunda! Lagi pula, Vivi masih bisa kok kasih les private dan mengajar taekwondo untuk adek-adek Sekolah Dasar,Bun! Uangnya...nanti...." Vivi mengoceh tanpa henti tapi dengan segera dihentikannya ketika mendengar sang Bunda memberikan aba-aba dengan sebelah tangannya dan berujar.
" STOP! Bunda tahu apa yang kamu pikirkan! Apakah kamu tidak ingin kuliah, disana? Ini cita-cita kamu, Nak! Bunda tahu betul, kamu berupaya mati-matian agar bisa lolos beasiswa ini. Eh, sekarang kamu bilang kalau kamu tidak mau ambil! Kenapa? Apa karena uang? Kalau cuma itu masalahnya, Bunda masih punya sisa-sisa simpanan dan sedikit perhiasan bunda yang bisa kamu pakai untuk kamu hidup sementara disana! Itu kan, yang kamu pikirkan?" dengan tajam sang Bunda menatap- nya dengan amarah.
" Tapi,Bun..., bagaimana dengan rumah ini, bagaimana dengan adik-adik, rasanya tidak adil kalau Vivi menggunakan uang yang seharusnya Bunda pergunakan untuk rumah dan kepentingan adik-adik, Bun! Vivi tidak tega! Biar Vivi bekerja dulu, yah, Bun? Sambil terus mengumpulkan uang setelah terkumpul banyak, Vivi bisa pergunakan untuk kuliah disana, Vivi bisa ikutan beasiswa lagi,kok Bun, tahun depan! Boleh ya, Bun?" Vivi menatap bundanya dengan penuh permohonan.
" Gadis bodoh! Ingat kesempatan tidak akan pernah datang dua kali! Kamu sendiri yang bilang bahwa susah mendapatkannya! Dan Bu Guru Nanik juga bilang ke Bunda tadi, bahwa di sekolahmu hanya kamu yang berhasil lolos mendapatkan beasiswa itu! Artinya, apa? Artinya ini kesempatan emas buat kamu! Sudah, jangan kamu pikirkan mengenai biaya kamu untuk pergi kesana! Biar itu jadi urusan Bunda! Bunda memang tidak memiliki banyak uang, tapi Bunda masih memiliki ini, kamu bisa memakainya perhiasan ini cukup untuk kamu disana selama beberapa bulan kedepan. Jual dan pergunakan, perhiasan itu adalah peninggalan dan sengaja bunda kumpulkan buat kondisi seperti ini. Ambil, Nak!" ujar sang Bunda menyerahkan sebuah kotak perhiasan didalamnya terdapat beberapa gelang dan kalung yang cukup besar sambil kemudian memeluk dan mengelus lembut rambut anak angkatnya itu.
" Tapi, Bun...?" Vivi mendonggakkan kepalanya menatap sang Bunda.
" Sudah!, tidak ada tapi-tapian! Bunda sudah putuskan, kamu harus tetap pergi! Bagaimanapun caranya! Kalau kamu sayang pada kami, buktikan bahwa kamu bisa berprestasi disana, buat kami bangga!" ujar sang bunda.
" Vivi janji Bun...! Vivi akan berusaha memberikan yang terbaik! Vivi tidak akan mengecewakan Bunda dan Adik-adik! Terima Kasih, Bun." ujar Vivi haru dan memeluk erat sang Bunda.
Mereka larut dalam keharuan ketika tiba-tiba terdengar.
Brak!!!
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Oh Dewi
Mampir ah...
Sekalian rekomen buat yang kesusahan nyari novel yang seru dan bagus, mending coba baca yang judulnya Caraku Menemukanmu
2023-07-10
0
abdan syakura
Assalamu'alaikum
Mbak .. mampir yaaa😊🤝
2023-06-26
1
Dydy Ailee
hola kak, aku mampir... mangatttt ya 😍
2023-05-21
1