Vivianne gadis muda berusia 19 Tahun berasal dari desa kecil di Jawa Tengah Sleman itu, mengayuh sepedanya dengan hati gembira. Karena hari ini, adalah hari kelulusan-nya dari salah satu SMAN di daerah Sleman.
Dia mendapatkan kabar gembira dari gurunya, bahwa dia lolos seleksi mendapatkan beasiswa dari salah satu Universitas tertua di Indonesia, yaitu Universitas Gajah Mada. Berita inilah yang membuat hatinya gembira dan mengayuh sepedanya makin kencang ketika melihat dari kejauhan rumah panti 'Cahaya Bunda', tempatnya selama ini dia tinggal.
Dengan wajah sumringah dia memasuki pekarangan rumah tersebut yang ditumbuhi banyak bunga-bunga cantik, yah, bundanya atau tepatnya ibu yang selama ini mengasuhnya (karena dia adalah salah satu anak yatim piatu yang ditinggalkan dipanti asuhan tersebut), Bundanya memang rajin dan senang menanam bunga.
Namun hatinya seketika resah ketika mendengar percakapan dua orang pria yang baru saja keluar dari rumah panti tersebut.
" Sungguh kasihan sebenarnya Bu Fatma dan orang-orang dipanti ini, yah? Ada beberapa kerusakan disana-sini yang seharusnya diganti total tapi mereka tak cukup punya banyak uang untuk memugar-nya. Padahal kemarin saja, mereka baru saja memperbaiki genteng yang bocor dan harus diganti dengan yang baru. Itupun mereka baru bisa bayar setelah Bu Fatma pulang dari pasar. Dengar-dengar sih, mengadaikan bahkan menjual beberapa perhiasannya, loh!" ujar salah seorang pria yang bernama Anto.
"Hush! Jangan bergosip, kamu to! Dari mana kamu tahu? Kamu seperti ibu-ibu komplek saja yang senang bergosip!" tegur salah satu temannya yang bernama Tedjo.
" Kamu tahu,kan, Jo? Ibu Otis yang di pojok jalan sana. Dia yang punya toko perhiasan itu loh, nah katanya dia, ibu Fatma baru saja menjual salah satu perhiasan miliknya. Katanya sih, itu perhiasan ibu Fatma sejak gadis loh! Bahkan ada juga perhiasan yang dari almarhum suaminya juga yang ikut tergadai! Yah, apalagi kalau bukan untuk memperbaiki rumah panti ini. Sungguh kasihan, bukan? Dengar-dengar nih, sekarang makin sedikit donatur yang berkunjung dan memberikan sumbangan untuk mereka,"ujar si Anto kembali.
"Oh, begitu. Terus, hubungannya dengan kita? Itu masalah mereka. Kita kan, hanya kerja disini.Jadi tidak perlulah mengurusi urusan yang bukan urusan kita,bukan?" tegur pria yang bernama Tedjo.
" Eh, bukan begitu,maksudku. Kok, aku jadi berpikir jangan-jangan, jasa kita nanti tidak dibayar, lagi?, bagaimana? Apa kamu tidak memikirkan sejauh itu?" ucap Anto kembali dengan menatap kearah temannya.
Sejenak temannya berpikir, " Biar saja, anggap saja kalau begitu sedekah. Kapan lagi kita punya kesempatan sedekah,bukan?" tutur Tedjo dengan santai.
" Sudah, jangan berpikir terlalu jauh, kalau rezeki tidak akan kemana! Yuk, kita kembali!" ujar Tedjo kembali.
Vivianne yang mendengarkan hal ini serasa lemas, hatinya yang semula bahagia dan semangat karena mendapatkan berita bahagia, menjadi sirna sekarang. Dia tidak yakin apakah saat ini adalah waktu yang tepat untuk dia sampaikan berita mengenai lolosnya dia menerima beasiswa ke bundanya. Terlebih, setelah mendengar percakapan ke dua pria itu.
" Eh, si cantik Vivi, baru pulang, Nak?" tanya pak Tedjo.
Vivi hanya mengangguk tanpa suara. Dan memilih langsung menuju kerumah panti yang selama ini tempatnya berteduh.
" Tumben, si Mbak Vivi hanya diam saja, biasanya ramah!" ujar pak Anto.
Temannya hanya menaikan bahunya sambil mengangguk menyetujuinya. Dan mereka pun berlalu dengan mengendarai sepeda motor mereka.
Vivianne langsung masuk kedalam rumah setelah sebelumnya mengucapkan salam,
" Assalamualaikum, Bun. Vivi pulang!" ujar Vivi.
" Waalaikumsalam. Loh, kamu baru pulang, Nak? Oh, ya, lekas ganti bajumu, bersih-bersih, lalu kita makan bersama, yah?" ujar sang bunda dengan lembut.
Vivianne Pun pergi kekamarnya dengan gundah, entah apa yang harus dilakukannya kali ini, "Apakah aku harus bilang ke bunda? Atau, jangan? Jika tidak bilang, lantas bagaimana bisa pergi ke jogya? Kesana kan butuh banyak biaya! Aku tak tega merepotkan bunda," batin Vivianne.
Vivianne menghitung kembali tabungannya, yah dia sudah terbiasa mencari uang dari hasil memberikan les private (berkat kecerdasannya) untuk anak SD dan juga menjadi guru taekwondo disalah satu Sekolah Dasar. Dengan sedih ditatapnya tabungannya, "Ah, rasanya masih kurang, hanya cukup untuk membeli tiket bus dan makan saja sepertinya" batin Vivianne dengan sedih, inilah yang membuatnya memutuskan untuk tidak pergi ke Jogya menerima beasiswanya. Dia tidak ingin merepotkan Bunda Asuhnya di saat kondisi bundanya sedang kesulitan seperti kali ini.
Tanpa terasa air mata membasahi pipinya, "Sepertinya kali ini aku harus mengubur mimpiku," ujar Vivianne membatin.
Vivianne pun keluar dari pintu kamarnya setelah bersih-bersih dan berganti pakaian, dipasangnya wajah ceria dihadapan adik adiknya.
" Ayo, kita makan bersama!" ujarnya menggiring beberapa anak-anak panti yang masih berusia sekitar 6-7Tahun, namun ada juga yang duduk di Sekolah Menengah Pertama. Viviannelah, yang paling tua diantara mereka.
" Kak, kata bunda kakak menerima beasiswa kuliah di Jogya di UG...UG apa, Bun?" celoteh sang adik yang bernama Reihan itu.
Glek!
Vivianne terkejut, karena ternyata sang Bunda dan adik-adiknya sudah mengetahuinya. Mungkin berita dari Ibu Guru-nya.
" UGM,Dek!" ujar sang Bunda.
"'Iya, benar, UGM! Bener kah, Kak?" tanya Reihan kembali.
Vivianne hanya tersenyum, " Benar, tapi sepertinya kakak tidak jadi ambil, Dek, Bun!"
Ting!!
Tanpa sengaja sang bunda menjatuhkan sendok dan garpunya kebawah. Dia terkejut, mendengar keputusan anak angkatnya itu, kemudian dia menghembuskan napasnya,
" Lebih baik kita makan dulu, mengenai hal ini nanti kita bicarakan ya, Kak! Selesaikan makan kalian jangan ada yang berbicara ketika makan, setelah itu kalian taruh piring kalian di dapur dan kalian istirahat tidur siang!" semua tertunduk. Tidak satupun yang berani membantah ketika Bunda sudah berbicara.
Akhirnya mereka menyelesaikan makanan mereka dengan suasana diam.
Tidak berapa lama setelah semuanya pergi beristirahat untuk tidur siang, sang Bunda menghampiri Vivianne.
" Bunda mau bicara sama,kamu!" ujarnya ketika memasuki kamar anak angkatnya itu. Dan mereka duduk berhadapan di kasur yang tidak lagi empuk itu.
" Apa alasan kamu, tidak mengambil beasiswa itu?" ujar sang Bunda.
" I-itu... karena, Vivi pikir Vivi..." Vivianne menunduk, dan belum selesai dia berbicara suara sang Bunda terdengar kembali.
" Jangan bohong! Tatap mata Bunda ketika kamu bicara!" ujar sang Bunda.
" Vivi....hanya tidak ingin, Bun!" dengan takut-takut ditatapnya mata sang Bunda.
" Kamu bohong!!" dengan sorot mata tajam menatap Anak Asuhnya itu.
" Benar, Bun! Vivi ingin membantu Bunda saja dirumah, atau Vivi bekerja saja yah, Bun? Bunda pasti kewalahan menerima pesanan kue dan buket parcel kan, Bun? Vivi bisa bantu, Bunda! Lagi pula, Vivi masih bisa kok kasih les private dan mengajar taekwondo untuk adek-adek Sekolah Dasar,Bun! Uangnya...nanti...." Vivi mengoceh tanpa henti tapi dengan segera dihentikannya ketika mendengar sang Bunda memberikan aba-aba dengan sebelah tangannya dan berujar.
" STOP! Bunda tahu apa yang kamu pikirkan! Apakah kamu tidak ingin kuliah, disana? Ini cita-cita kamu, Nak! Bunda tahu betul, kamu berupaya mati-matian agar bisa lolos beasiswa ini. Eh, sekarang kamu bilang kalau kamu tidak mau ambil! Kenapa? Apa karena uang? Kalau cuma itu masalahnya, Bunda masih punya sisa-sisa simpanan dan sedikit perhiasan bunda yang bisa kamu pakai untuk kamu hidup sementara disana! Itu kan, yang kamu pikirkan?" dengan tajam sang Bunda menatap- nya dengan amarah.
" Tapi,Bun..., bagaimana dengan rumah ini, bagaimana dengan adik-adik, rasanya tidak adil kalau Vivi menggunakan uang yang seharusnya Bunda pergunakan untuk rumah dan kepentingan adik-adik, Bun! Vivi tidak tega! Biar Vivi bekerja dulu, yah, Bun? Sambil terus mengumpulkan uang setelah terkumpul banyak, Vivi bisa pergunakan untuk kuliah disana, Vivi bisa ikutan beasiswa lagi,kok Bun, tahun depan! Boleh ya, Bun?" Vivi menatap bundanya dengan penuh permohonan.
" Gadis bodoh! Ingat kesempatan tidak akan pernah datang dua kali! Kamu sendiri yang bilang bahwa susah mendapatkannya! Dan Bu Guru Nanik juga bilang ke Bunda tadi, bahwa di sekolahmu hanya kamu yang berhasil lolos mendapatkan beasiswa itu! Artinya, apa? Artinya ini kesempatan emas buat kamu! Sudah, jangan kamu pikirkan mengenai biaya kamu untuk pergi kesana! Biar itu jadi urusan Bunda! Bunda memang tidak memiliki banyak uang, tapi Bunda masih memiliki ini, kamu bisa memakainya perhiasan ini cukup untuk kamu disana selama beberapa bulan kedepan. Jual dan pergunakan, perhiasan itu adalah peninggalan dan sengaja bunda kumpulkan buat kondisi seperti ini. Ambil, Nak!" ujar sang Bunda menyerahkan sebuah kotak perhiasan didalamnya terdapat beberapa gelang dan kalung yang cukup besar sambil kemudian memeluk dan mengelus lembut rambut anak angkatnya itu.
" Tapi, Bun...?" Vivi mendonggakkan kepalanya menatap sang Bunda.
" Sudah!, tidak ada tapi-tapian! Bunda sudah putuskan, kamu harus tetap pergi! Bagaimanapun caranya! Kalau kamu sayang pada kami, buktikan bahwa kamu bisa berprestasi disana, buat kami bangga!" ujar sang bunda.
" Vivi janji Bun...! Vivi akan berusaha memberikan yang terbaik! Vivi tidak akan mengecewakan Bunda dan Adik-adik! Terima Kasih, Bun." ujar Vivi haru dan memeluk erat sang Bunda.
Mereka larut dalam keharuan ketika tiba-tiba terdengar.
Brak!!!
****
BRAK!!
Tak urung Vivianne dan Bunda melirik kearah pintu, dan terlihatlah Adik-adiknya terjatuh saling menindih di depan kamar Vivianne.
Vivianne pun tak kuasa menahan tawanya, sedangkan para Adik-adiknya hanya bisa menyengir tidak berdaya.
" Kalian menguping pembicaraan Bunda,yah?" ujar sang Bunda menatap satu persatu anak pantinya yang ada sekitar lima orang tersebut.
" Maaf,Bunda, ini idenya Reihan Bunda. Aku tidak ikut-ikut kok, Bun!" ujar Agus yang sedikit lebih tua dari Reihan.
"Tidak ikut-ikut kok, ikutan jatuh sih, Dek? Berarti Agus ikutan menguping, dong?" kali ini sindir Vivianne.
"Kalian, yah! Memang nakal!" dengan gemas sang Bunda menjewer kuping anak-anak panti tersebut.
Mereka pun berlarian kearah Vivianne untuk berlindung dari sang Bunda yang sedang ngamuk. Tapi bukannya menolong, Vivianne malah dengan gemas kembali mencubit adik-adik pantinya. Sehingga terjadilah kejar kejaran di kamarnya tersebut.
Bunda Fatma yang melihatnya tak urung menitikkan air matanya kembali. Meski mereka semua tidak memiliki pertalian darah satu sama lain namun mereka saling menyayangi, melebihi saudara kandung. Dan dia bangga kepada Anak-anak pantinya itu. Mungkin pemandangan seperti ini tidak akan terjadi kembali setelah Vivianne pergi nantinya.
********
Tak terasa Vivianne sudah menginjak satu bulan di kota Jogya, dia sudah mulai terbiasa dengan kegiatan kampusnya dan kesehariannya disini.
Kost-an Vivianne tak jauh dari kampusnya sehingga cukup berjalan kaki saja. Dan beruntungnya ternyata Ibu Cindy adalah pemilik dari kost-kostan yang dia tempati itu, Ibu Cindy ternyata adalah teman dari Ibu Fatma dulu ketika di SMA. Hanya saja, setelah kuliah mereka berpisah, Ibu Cindy melanjutkan kuliahnya di Jogya sedangkan sang Bunda Fatma harus puas karena harus menikah dengan Almarhum suaminya.
Ibu Cindy sangat baik hati dan tak jarang menolong Vivianne, sehingga kadang Vivianne sungkan kepadanya.
Selama sebulan ini Vivianne berusaha untuk mencari pekerjaan sampingan, karena dia tidak ingin berpangku tangan dan hanya mengandalkan bundanya. Dia tidak ingin merepotkan sang Bunda yang sudah sangat baik kepadanya selama ini.
Namun sayang, dia belum mendapatkan pekerjaan yang diinginkannya. Sebenarnya dia bukanlah jenis pemilih, pekerjaan apa pun bersedia dia lakukan asal jam kerjanya tidaklah bentrok dengan kuliahnya yang kadang pagi ataupun siang hingga sore hari. Tentulah dengan kondisi seperti ini sangat sedikit pekerjaan yang tersedia, tapi dia tak patah semangat. Dia yakin suatu saat pasti dia akan mendapatkannya.
Saat ini dia membantu anak-anak dari Bu Cindy dengan memberikan les private, tapi inipun tidak setiap hari hanya seminggu dua kali, sehingga praktis setelahnya Vivianne tidak memiliki kegiatan apapun.
"Puff!" Vivianne menghembuskan napas panjang, sambil memakan roti isi buatannya yang sengaja dibawanya dari kost-an nya demi menghemat uang sakunya.
Dia pun mulai berselancar di internet guna mencari lowongan pekerjaan sambil duduk di- taman dekat Lapangan Basket.
"AWAS!!!" teriakan seorang pria.
Vivianne tidak terlalu memperhatikan sekelilingnya, bahkan ketika ada seseorang yang memberikan peringatan kepadanya karena saking asiknya dia berselancar di ponsel-nya itu.
Hingga akhirnya, sebuah benda melayang kearahnya dan mengenai tepat di kepalanya.
BUGH!!
" Auwww!!" ujarnya sambil mengelus keningnya yang tercium oleh bola basket yang cukup keras, diapun mengerang kesakitan.
" Hosh...hosh!! Kan, sudah kubilang, awas! Kenapa tidak menghindar, sih? Argh!! Kotor kan tuh bola! Wey! Tolong ambilkan dong, itu bola!" ujar seorang pria dengan kaos basketnya yang sudah dibanjiri oleh keringat itu.
Vivianne menatapnya kebingungan, dia melihat seorang pria tampan, tinggi, bersih, dengan badan atletis yang membuat para wanita pastilah berteriak histeris. Dan dengan sedikit senyuman sinis nya menatap kearah Vivianne.
"Tampan dan gagah! Tapi sayang sombong! Apa tadi katanya? Ambil bolanya? Bukannya minta maaf ,malah apa tadi? Menyuruhnya? Yang benar saja!" kesal batin Vivianne.
" Hey! Kamu dengar, tidak? Kamu tuli, yah?" dengan kesal pria tersebut meneriakinya.
"Jangan berteriak! Ini bukan di hutan! Dan aku tidak tuli!" dengan Kekesalan memuncak Vivianne berujar.
" Kalau kamu tidak tuli, cepat buruan ambil bola itu!" kali ini pria tersebut memakinya kembali.
" Kenapa mesti aku? Ambil saja sendiri! Sudah mengenai kepala orang, tidak meminta maaf, malah menyuruh, pula! Dasar pria tak tahu diri!" Vivianne pun beranjak dari kursinya dengan cuek-nya meninggalkan pria yang semula disebutnya tampan itu.
" Hey!!! Jangan pergi!! Aku belum selesai bicara!! Dasar orang kampung tidak, sopan!" hardik pria itu kembali.
Vivianne berbalik, dan menghampirinya dengan berjalan pelan. Pria tersebut menyeringai dengan penuh kemenangan.
"Apa kubilang! Dia pasti kembali, huh! Siapa sih, yang tidak kenal dengan Andrew dan menolak pesonanya?" batinnya berujar, sambil menyisir kan rambutnya kebelakang dengan tangannya.
"Sampeyan sing wong ndeso! Cangkem mu ora tau sekolah nganggo opo? Sepisan maneh kowe ngarani aku wong ndeso, ndasmu mabrur!" setelah berbicara makian dalam bahasa Jawa Vivianne pun berbalik dan pergi meninggalkannya.
" Hei! Kembali! Kamu baru saja memakiku,kan? Aku cuma tahu ndeso! Kamu ngatain aku, kampungan? Sini kamu, kembali! Cewek, aneh! Hey!" Andrew sangat kesal. Meskipun dia kuliah di UGM Jogya, tapi dia tidak mengerti sama sekali bahasa Jawa, karena dia berasal dari Jakarta dan inilah yang kadang membuatnya kesal.
Dari sekian banyak bahasa yang gadis itu katakan hanya satu kalimat yang dia pahami yaitu ndeso! Hanya itu! Andrew sudah hendak mengejar gadis yang mengatainya kampungan itu, namun sebuah tangan besar menahannya.
" Hahaha....ternyata ada juga cewek yang tidak silau sama ketampanan,lo! Atau, jangan-jangan, pesona lo mulai memudar, Drew! Sudahlah! Jangan diperpanjang! Lagi pula, kamu yang salah,kok, Drew! Mendingan, kita cari minum atau makan yuk? Gue haus dan lapar banget, ini. Habis main basket!" ujar salah temannya yang bernama Alex itu.
" Kesel gue, sama itu cewek! Dia yang matanya picek! Bukan karena pesona gue yang sudah memudar, yah! Catat! Sok kecakapan! Mana ngatain dan maki gue pakai bahasa Jawa,pula! Mana gue paham,kan? Yang gue tahu, dia baru saja ngatain gue ndeso! Artinya kampungan kan, Lex?" masih dengan kesal Andrew berucap.
Alex hanya menahan tawanya, melihat tingkah sahabatnya yang seperti kebakaran jenggot itu.
" Malah ketawa! Bukannya bantuin,kek! Kejar itu cewek kampung! Siapa sih, Dia? Kok gue baru lihat, sih?" ujar Andrew.
" Lo kenapa, Lex? Terus si Andrew kenapa, kayaknya lagi kesal?" tiba tiba ada pria lainnya datang sambil sedikit berlari menghampiri mereka.
" Noh, si Andrew lagi kesal sama cewek cantik, itu loh! Karena habis di bilang orang kampung! Hahaha..." Alex makin tertawa menjadi -jadi.
Peletak!
Dengan Kesal Andrew menjitak kepala temannya itu.
"Siapa bilang, dia cantik! Gadis kampung gitu kok, dibilang cantik, sih! Yang cantik itu tuh, si Audrey, Alexia, atau Manda! Nah, itu baru cantik! Ini apa? cewek muka kampung gitu kok, lo bilang cantik, sih?" tutur Andrew.
" Oh..., si Vivianne, yah? Kembangnya kampus Manajemen Bisnis itu! Cantik loh, dia Drew! Dia mah cantiknya alami, tidak pakai lipstik aja, bibirnya merah merekah! Belum body-nya duh, Drew! Kalah gitar spanyol, deh! Mana pinter lagi!" ujar Briyan sambil menatap Vivianne yang mulai menjauh.
Kedua temannya menatapnya kebinggungan, " loh, kok lo, tau?" ujar mereka serempak.
" Hehehe....ya, taulah. Makanya, kalau ada pertemuan senat tuh, dateng! Bolos melulu sih, kalian! Jadi kudet, kan? Hahaha...." Briyan tertawa dengan puas.
" Cih! Gaya, lo! Males gue menghadiri acara senat, Anak-anaknya pada ga gaul! Ga asik! Kok dia bisa masuk senat, sih? Sejak kapan? Kok, gue nggak, tau? Ngapain dia disana? Nambahin orang-orang aneh di senat saja!" dengan sewot Andrew berujar.
" Makanya Dateng! Si Vivianne itu bantuin Sherly yang kewalahan jadi Team Promosi! Dia cerdas,loh! Banyak idenya, makanya banyak yang kagum bahkan kayaknya jatuh cinta deh, sama tuh, anak! Tapi, yah.., dia dingin Bro, sama laki-laki! Sudah begitu, para pria itu minder atau takut! Gimana, tidak?, selain cantik, pintar jago taekwondo, Pak! Ngeri, kan? Kemarin si Roy, baru kena piting dan di banting sama itu anak karena mencoba mencolek dagunya! Bayangin,coba? Bukan hanya sakit, malunya itu, loh! Roy jadi hancur reputasinya sebagai playboy tengik! Hahahaha...." tawa Briyan kemudian.
" Eh, tunggu sebentar, kok gue jadi kepikiran, yah?" Alex melirik Briyan sambil menaikan alisnya.
" What? Jangan bilang lo naksir dia!" Andrew menatap dengan curiga.
" Nggaklah...She is not my type! Too Smart for me!" tutur Alex sambil nyengir.
" Huh! Dasar! Otak lo saja otak udang! Terus?, Apa, dong?"'Andrew mulai penasaran.Yang hanya ditanggapi dengan cengiran Alex.
" Sebentar! Jangan bilang, lo lagi mikir mau menargetkan dia sebagai next korban taruhan kita? Gila Lo, yah! Anak baik-baik dia, tuh! Nggak, nggak! Jangan dia! Cari yang lain, kek! Si Mira atau Madeline! Asal jangan, Dia! Lagi pula lihat saja, belum apa-apa si Andrew sudah di jutek kan sama dia! Berat lah!" Briyan menyadari otak licik sahabatnya itu.
" Loh? Memangnya, kenapa? Lo, menyepelekan gue,apa? Inget,yah? Tidak ada satu wanita pun yang bisa menolak pesona seorang Andrew!" ujar Andrew sambil menepuk sebelah dadanya itu.
" Bukannya begitu, Drew! Dia itu..." Briyan tetap mencoba menahan agar jangan mengorbankan Vivianne sebagai taruhan mereka.
Yah, sejak dua tahun terakhir mereka tepatnya, Andrew dan teman-temannya memiliki hobi yang sedikit ekstrim yaitu mereka, Briyan dan Alex akan mencari korban salah seorang gadis dari kampus mereka untuk Andrew taklukan dan dijadikan pacar dalam jangka waktu 3-6 bulan, dan kemudian memutuskannya dihadapan orang banyak, di kampusnya!
Dan taruhannya biasanya bukan main-main, bisa dari ponsel merek apel digigit dengan keluaran terbaru itu, hingga kali ini mereka menaikan taruhannya menjadi kendaraan roda empat dan motor! Luar biasa, bukan?
Mereka terkenal dengan Geng A2B atau kadang ada yang menyebut mereka The Alfa!
Kenyataannya adalah selain mereka kaya, pintar,jagoan basket terutama Andrew yang merupakan kapten basket kampus mereka itu, jago balapan, dan tak lupa juga jago bela diri. Namun diatas segalanya, mereka juga tampan.
Tapi sayang, reputasi mereka juga terkenal p**layboy terutama Andrew yang menjadi ketua Geng mereka itu dan yang paling tampan diantara mereka. Membuat para wanita yang mengetahuinya menjauh dari pria-pria heartbreaker itu!
Tapi herannya, masih banyak para gadis yang mencoba mendekati mereka meskipun tahu reputasi jelek mereka. Karena buat mereka, menjadi suatu kebanggaan jika bisa berdekatan dengan ketiga pria tersebut. Karena mereka bertiga bukanlah pia yang mudah didekati!.
" Kenapa sih, lo? Lo naksir dia, yah? Dari tadi muji-muji dia terus? Jangan-jangan, lo naksir,lagi!" Andrew malah menatap tajam Briyan setelah ucapan Briyan sempat terputus.
Briyan yang gelagapan, namun sedetik kemudian dia bisa mengendalikan dirinya. Sejujurnya dia memang mulai tertarik dengan pribadi Vivianne namun ada fakta lainnya yang membuatnya kagum dan mulai diam-diam menaruh hati.
" Bukannya begitu, Drew! Tapi, gue saranin jangan dialah target kita! Cari yang lain! Kan, masih banyak tuh, dari fakultas lain yang juga tidak kalah cantik,bukan?" Briyan tetap mencoba mencegahnya. Entah mengapa dia tak ingin Vivianne didekati oleh Andrew.
" Sudah! Gue sudah putuskan bahwa dia akan jadi next target kita! Dan lo, ga boleh melarang-larang! Dan buang jauh-jauh deh perasaan lo, itu! Sesuai janji kita, bahwa kita tidak akan mendekati wanita yang pernah kita jadikan target taruhan kita, paham? Lo setuju, kan, Lex?" Andrew yang semula menatap Briyan kini mulai menatap Alex.
" Yoi! Gue juga setuju! Karena kali ini lo dapet target yang sepadan! Jadi gue tidak akan menyesal lah melepaskan Bugatti gue buat, lo! Hehehe...kalau lo menang, sih! Kalau tidak, lumayan...Ferarri sama motor Ducati lo, sudah gue incar nih!" Alex menepuk bahu sahabatnya itu.
" Mimpi, lo! Lo nggak akan pernah menang! Inget itu! Kali inipun, gue pastikan sama! Jadi gue pasti bisa dapatkan dia! Kalian lihat saja, nanti! Hitung-hitung gue bales dendam lah, dia udah berani ngatain gue tadi!" ujar Andrew sambil mengepalkan tangannya.
" Terserah, kalian kalau begitu!" dengan kesal Briyan meninggalkan keduanya yang masih asik membahas Vivianne.
" Dih, kenapa tuh, Anak?" tanya Alex kepada Andrew.
Andrew menaikkan bahunya. " Entahlah, PMS kali!" ujarnya singkat.
" Hahaha....iya juga kali yah? Wei!! Bry!! Tungguin kita! Yo,ah, kita susul dia!" ajak Alex kemudian.
"Viviane...nama yang cantik! Tapi sayang, sebentar lagi nasip Lo ga secantik paras Lo! Gue pasti bisa dapetin Lo! Tunggu saja! " tekad Andrew sambil mengejar kedua temannya.
*******
Sejak saat itu Andrew gencar setiap hari mencari informasi dan mengawasi kegiatan sehari-hari Vivianne. Tekadnya sudah bulat untuk mendekati Vivianne.
"Tapi benar, kata si Briyan kala itu, Vivianne bukanlah seperti gadis kebanyakan. Dia cenderung cuek, tidak peduli terhadap pria! Andrew hampir berpikir dia sedikit belok! Kalian tahulah, maksudnya. Menyimpang! Kalangan pelangi, mungkin? Penyuka sesama jenis!" pikir Andrew.
Bagaimana tidak?, semua yang dilakukan Andrew tidak membuahkan hasil, malah semakin membuat Vivianne menjauhinya karena kesal.
********
Andrew melakukan segala cara untuk membuat Vivianne sekedar meliriknya dan meminta maaf diwaktu yang bersamaan. Mulai dari mengirimkan coklat, bunga hingga membantu mencari buku di perpustakaan. Bahkan mengajak ngobrol di perpustakaan yang berujung dimarahi oleh penjaga perpustakaan.Semuanya tak membuahkan hasil.
Andrew bahkan menahan malunya sebenarnya, ketika kejadian di perpustakaan itu. Semua orang yang disana, di perpustakaan itu menatapnya dengan aneh. Untung saja tidak ada teman-temannya disana, kalau tidak, mau taruh dimana mukanya? karena seorang Andrew ditolak seorang wanita! Reputasinya bisa hancur sebagai playboy atau heartbreaker!
Tidak hanya sampai disana, Andrew mencari jalan lain yaitu dengan ke kantin dan begitu tahu Vivianne sedang makan, dia berusaha mentraktirnya diam-diam dan berpesan kepada tukang warung agar menyampaikan bahwa dia di traktir oleh Andrew.
Andrew merasa bahagia, ketika makanan Vivianne tiba dan Vivianne menyantapnya dengan lahap. Dia merasa Vivianne telah menerima traktirannya. "Lagi pula wanita mana sih, yang menolak ditraktir? Hehehe..." begitu pikir Andrew.
Tapi lagi-lagi Andrew harus menelan pil kekecewaan. Bagaimana tidak? Ketika dia hendak pergi dari kantin, tiba tiba sang pemilik warung menghampirinya dan mengembalikan sejumlah uang kepadanya. Lengkap dengan titipan pesan. " Maaf mas, katanya dia tidak kenal mas dan dia tidak terbiasa dibayarin sama orang yang tidak dikenalnya!"
"What?? Gila nggak itu cewek? Makanya ini juga dia mencoba berkenalan, markonah! Gimana mau kenal,coba, kalau Andrew tak diberi kesempatan?" batin Andrew kesal.
Keesokkannya dia juga mencoba mengantarnya pulang, tapi jawabannya menusuk hati! Dia bilang, "Dekat konstannya dan dia terbiasa jalan kaki karena hitung-hitung olah raga" katanya.
Beberapa hari sebelumnya juga sama, Andrew bahkan merendahkan dirinya dengan meminta teman sekelas Vivianne dan mengajaknya melihat pertandingan basket! Kebetulan hari itu Andrew berlaga, dengan sedikit gaya slow motion, dia sengaja ketika kelelahan mempertontonkan bagian tubuh atasnya dengan membuka kaosnya yang basah oleh keringat dan yang dia yakini tubuhnya digandrungi para gadis-gadis di kampusnya karena kenyataannya memang Andrew menjaganya dengan berolahraga rutin bahkan ke gym!
Dan dengan sedikit ala-ala sok sexy menguyur kepalanya dengan siraman air minum. Dan benar saja para gadis-gadis berteriak histeris melihatnya. Dan tahu apa yang dilakukan oleh Vivianne? Bukannya ikut berteriak dan melihatnya, dia malah asik membaca buku sambil mengenakan headset! Dan pergi berlalu dari lapangan basket, "karena berisik" katanya,
"What???"maki Andrew dalam hati.
Brak!!
Andrew menutup pintu mobilnya dengan keras, di parkiran kampus. Kedua temannya yang kebetulan menunggunya karena mereka sudah janjian sedikit terkejut mendengarnya dan melihat raut wajah Andrew yang kesal membuat mereka tambah kebingungan.
Pasti telah terjadi sesuatu yang buruk lagi, seperti yang selalu Andrew ceritakan dalam obrolannya seminggu terakhir ini. Apalagi kalau bukan mengenai Vivianne!
" Kenapa lagi,lo? Pasti ada hubungannya dengan Vivianne kalau muka lo kucel, begini! Kenapa lagi, ditolak lagi? Hahaha....Andrew...,Andrew... Ga menyangka gue seorang Andrew ditolak berkali-kali sama gadis yang sama, pula!" Alex tertawa menyindir sahabatnya itu. Mereka sudah mendengar kisah dari Andrew ketika setiap kali dia menerima penolakan dari Vivianne.
" Jangan banyak, bacot! Lo! Heran gue sama tuh, cewek! Apa coba, kurangnya, gue? Tampan iya, populer iya, smart iya, yang jelas gue kaya! Eh, dia malah seperti menjauhi gue, dia pikir gue lalat, apa?!" ujar Andrew marah.
" Kenapa lagi, memangnya? Kan gue sudah memeringatkan elo, Vivianne itu gadis yang berbeda! Dia pernah bilang, kalau dia nggak mau dekat-dekat sama seorang pria! Katanya, dia mau jadi orang sukses,dulu! Makanya dia kuliah disini juga karena beasiswa! Dia nggak mau sia-siakan itu!" ujar Briyan santai.
" Nggak! Gue kesel aja, pas tadi didepan tidak sengaja gue ketemu dia, gue tawarin dong, naik mobil gue, mana cuaca lagi panas pula! Eh, dia malah, bilang, 'makasih, aku bawa payung kok!' Gila, nggak tuh, cewek! Enakan di dalam mobil gue dong, jelas! Ga keringetan, nggak kepanasan, ber AC pula! Yang jelas, sama pria setampan gue! Eh, dia malah ogah! Nggak tahu lagilah gue sama dia! Semua jurus, saran dan trik sudah gue gunain! Nggak tahu kenapa nggak mempan tuh, sama dia! Heran gue! Eh, sebentar, tapi ngomong-ngomong kok lo tau banyak sih, tentang, Dia? Apalagi yang lo tau tentang, Dia? Jangan bilang lo naksir,beneran?" ujar Andrew kemudian.
" Apaan sih, lo! Jangan mengada-ada deh! Gue tahu, dari si Dewi yang suka jalan sama dia anak promosi juga di senat! Dia itu anaknya mandiri! Makanya kalau lo pake trik murahan seperti yang lo lakuin ke cewek-cewek lain, ga mempan sama dia!"ujar Briyan menutupi kekagumannya terhadap Vivianne, dia takut Andrew mengetahuinya. Dan rusaklah pertemanan mereka, meski apa yang dilakukan Andrew salah, dia tak ingin temannya itu tahu mengenai kekagumannya ini.
" Terus, gue mesti gimana dong? Susah bener, sih, itu cewek!" keluh Andrew sambil menjambak rambutnya karena kesal.
" Terus, lo mau nyerah? Cihuy...Ducati, Ferarri here I come!" Alex beranjak hendak menghampiri mobil Andrew.
Namun kerah bajunya dari belakang ditarik paksa oleh Andrew.
" Apa-apaan lo? Nggak ada yah, seorang Andrew kalah atau mengalah!" ujar Andrew, padahal dalam hati saat ini dia mulai mengalami pertentangan dalam dirinya yang hampir saja menyerah.
" Lah, lo tadi bilang, lo ga tau mesti bagaimana menghadapi dia,kan? Berarti lo menyerah, dong?" ujar Alex dengan binarnya.
" Nggak! Demi mobil kesayangan dan motor kesayangan gue, gue nggak akan menyerah! Lagi pula waktu gue masih banyak, kan? Ini juga baru mau bulan kedua! Gue masih punya waktu 4 bulan lagi! Gue akan pikirkan, caranya!" ujar Andrew tak mau kalah dihadapan mereka, walau sebenarnya dia belum kepikiran bagaimana caranya, tapi dia tidak akan menyerah saat ini.
" Yah, yah! Terserah padamu saja! Tapi kalau sudah mau menyerah, kibarkan bendera putih, okay?" ujar Alex kemudian.
Andrew hanya membuang mukanya tanpa menjawab. Dia kesal jika sudah diremehkan seperti ini.
" Sudah,sudah! Jangan bete lagi! Bagaimana kalau kita ketempat, biasa? Si Tommy tuh, nantang kita, biasa, balapan motor! Lo mau terima, nggak? Mendingan kita kesana, dari pada pusing? Bagaimana?" ujar Alex tiba-tiba.
" Kapan?" wajah Andrew kembali sumringah.
" Malam ini, mau?" jawab Alex singkat.
" Ok deh! Kebetulan ini malam gue nggak kemana-mana. Lo harus ikut Bry! Awas kalau nggak!" ujar Andrew kemudian.
" Iya..iya. Nanti ketemuan dimana?" tanya Briyan pasrah. "Gini nih, kalau Andrew sudah bicara maka semua wajib ikut! Ini seperti layaknya perintah" batin Bryan kesal.
" Ditempat biasa aja! Jam biasa,yah?" ujar Andrew kemudian.
" Sip!" Alex menunjukkan jempolnya tanda setuju.
Mereka pun bersama-sama menuju ke kelas mereka, karena kebetulan jam pelajaran sebentar lagi sudah hendak dimulai, dan kebetulan jam pertama adalah dosen Statistik yang terkenal killer dan mereka tak ingin terlambat.
*****"
Malam pun tiba, dengan jacket kulit berwarna hitam, Andrew mengendarai motornya setelah selesai balapan, dia merasa sangat senang, seperti biasa dia memenangkan balapan liar tersebut. Bukan uang sebenarnya yang menjadi targetnya tapi lebih kepada dia merasa ketika balapan segala kepusingan dirinya mendadak hilang belum lagi rada deg-deg kan ketika memacu motornya. Andrenalin-nya terasa terpacu! Disinilah letak kepuasannya.
Tapi malam ini tak seperti biasanya dia ingin tidur lebih cepat! Dia lelah dia ingin cepat bisa sampai ke apartemen yang ditempatinya. Sehingga dia meninggalkan selebrasi itu.
Andrew melewati jalanan yang memang sepi! Bayangkan! Bagaimana tidak sepi? Ini sudah hampir menyentuh dini hari jam 02:00 dan dia masih harus membelah jalanan yang mulai dingin.
Ketika dia melalui jalanan sepi, tak jauh dari sebuah hotel besar, diujung sana dia melihat sepertinya ada perkelahian yang tidak seimbang? Dan seorang gadis, dikerubuti tiga orang pria?? "What??" dan dia melihat sepertinya sang wanita mulai terdesak dan kemudian akhirnya berhasil dikungkung oleh salah dua orang pria dan salah seorang pria sepertinya mulai melecehkannya.
" Lepaskan!! Tolong, jangan lakukan ini! Hikhik.." seorang gadis menanggis dan mencoba tetap melawan namun badannya sangat lemas, karena kondisinya yang sedang tidak fit dan terkuras karena sempat berkelahi, apa daya dia hanya seorang gadis, pada akhirnya sehebat apapun dirinya terlebih kondisinya yang sakit memperburuk keadaannya.
" Hahaha....tenanglah, kamu pasti akan merasakan enaknya,kok! Kami tidak akan berbuat kasar, bahkan lembut, kepadamu, cantik! Bukankah begitu, Teman-teman?" ujar seorang pria sangat kekar yang saat ini mengelus wajah Vivianne.
" Cih! Kalian sangat kurang ajar! Mau kalian, apa?, uang?ambil semuanya! Tapi lepaskan aku!" ujar sang wanita dengan gemetar.
" Uang? Hahaha.....kenapa kau pikir kami butuh uang? Kami tidak butuh uangnya, nona cantik! Kamu butuh tubuhmu untuk menghangatkan kami dimalam yang dingin! Benar, Teman-teman?" tanyanya sambil nyengir.
" Benar, Bos! Jadi, menyerah sajalah! Dan terima kehangatan dari kami! Kamu pasti akan ketagihan! Hahahah..." seorang dengan napas berbau alkohol berhembus di tengkuk Vivianne dia yang memegang erat tangannya.
" Cih!! Tidak akan! Aku tidak sudi!!" dengan sisa kekuatannya Vivianne meludahi wajah pria dihadapannya dan sekuat tenaga menendangnya.
" Auwww!! Gadis kurang ajar! Pegang dia! Kau akan menyesal sudah melakukannya! Aku tidak akan berbuat lembut lagi!" dengan mata penuh amarah dan menahan kesakitan diarea kebanggaannya sebagai seorang pria. Dia mulai menghampiri wanita yang terus melawan tersebut dan menamparnya sekuat tenaga.
Plak!!!
Keluarlah darah segar dari balik bibirnya yang mungil itu, bukannya merasa kasihan sang pria malah semakin buas dia kemudian mencium bibir sang gadis. Sang gadis meronta-ronta dan menggigit kuat bibir pria tersebut. Sang pria mundur kemudian dengan pandangan tajam menjilati darah yang keluar dari bekas gigitan itu dan kemudian menatap gadis tersebut.
Gadis tersebut ketakutan sekarang, dengan buas pria dihadapannya dengan kuat merobek baju yang dikenakan sang wanita.
" TIDAK!!!!" sang gadis tersebut menangis, merutuki nasibnya yang mungkin tidak akan tertolong.
Terpampang lah, tubuh bagian atas wanita itu. Dengan menahan amarah yang menggebu membuat dadanya naik turun, tapi pemandangan ini malah membuat pria tersebut semakin bergairah. Pria tersebut mulai menelusuri tubuh putih bersih, wanita didepannya. Mulai dari bahunya dan kemudian turun kebawah dan dengan kasar meremas bagian depan tubuh wanita itu. Sang gadis memberontak.
" Lepaskan tangan kotor kamu dari tubuhku bajing*n! Tolong...tolong aku!!" makinya sambil terus mengeluarkan air mata.
" Hahaha.....tidak akan ada yang menolong mu! Lihatlah jalanan ini sangat sepi! Bawa dia ke semak-semak dekat taman itu! Biar aku mencicipinya! Aku sudah tidak sabar! Makin dia liar dan meronta, aku makin ingin mencicipinya! Buruan!" ujarnya kepada kedua pria yang memegang wanita itu.
"Tidak!!! Lepaskan aku!!!" sang wanita itu terus meronta. Tapi mereka tetap membawanya. Dan ketika sampai di taman di mana terdapat lampu-lampu yang indah, kedua pria tersebut menaruhnya di atas rerumputan. Tapi ketika mereka sedikit lengah, sehingga genggaman mereka terlepas. Vivianne mencoba berlari.
" Kejar, dia!! Jangan sampai lolos! Nanti Bos marah sama kita!" ujar salah seorang temannya itu.
Wanita itu terus berlari, tapi kemudian tubuhnya menabrak seseorang dan seseorang itu memeluknya.
" Lepaskan!! Lepaskan aku!!" teriak Wanita itu dengan sekuat tenaga dan ketakutan.
" Sst!! Diamlah, ini aku Andrew!! Vi, Vi!" ternyata pria yang menangkapnya adalah Andrew. Teman kuliahnya, yang selalu mendekatinya itu.
" A-andrew? To-tolong...aku...please" ujar Vivianne, yah ternyata wanita itu adalah Vivianne dia yang baru saja beberapa hari diterima bekerja part-time sebagai tukang bersih-bersih disebuah hotel ternama dan juga malam itu ditempatkan untuk bersih bersih dan membantu juga di restauran hotel tersebut.
Tapi Tania salah seorang temannya yang baru dikenalnya ditempat kerjanya, melihatnya Vivianne pucat dan meminta Vivianne untuk pulang lebih dahulu. Vivianne yang memang meminta shift malam, seharusnya baru pulang menjelang subuh, atau pagi hari, tapi karena kondisinya yang sedang demam dia pulang lebih cepat. Dan naasnya jam segitu adalah jam berbahaya sebenarnya untuk seorang gadis pulang sendirian. Akhirnya kejadian inilah terjadi, beberapa pria jahat hendak melecehkannya.
" Kamu pakai dululah, jaket ku ini, maaf, sepertinya pakaianmu sedikit terbuka!" Andrew menyerahkan jaketnya untuk dikenakan oleh Vivi untuk menutupi bagian tubuh depannya yang terbuka.
Vivi menyadarinya dan menunduk, buru buru dia mengenakannya dengan terbalik dimana bagian punggungnya ia kenakan. Agar menutupi bagian tubuh depannya dengan sempurna.
" Kamu bersembunyi lah, biar aku tangani, mereka!" akhirnya Vivianne bersembunyi dibalik sebuah pohon di taman tersebut. Tiba tiba dari arah depan, kedua orang pria yang mengejarnya menghampiri Andrew.
" Hey! Apakah kamu melihat seorang gadis berlarian kearah sini?" tanyanya kepada Andrew.
" Seorang gadis? Tidak! Aku baru sampai dan tak melihatnya!" ujar Andrew sedikit berbohong memasang wajah polosnya itu.
" Mungkin dia kearah sana, aku cuma melihat siluet seorang gadis berlarian kearah sana mungkin dia yang kalian cari!" ujar Andrew kemudian.
" Baiklah! Terima Kasih!" ujar mereka.
" Sama-sama!" ujar Andrew santai. "Carilah kesana sampai kau bosan juga tidak akan ketemu! Hehehe..."ujar Andrew dalam hati.
Setelah mereka menjauh, Andrew buru-buru mencari Vivianne yang ternyata bersembunyi dibalik pohon.
" Sudah aman! Ayo, kita pergi dari sini sebelum mereka kembali! Kebetulan aku membawa motor, mari aku antar kamu pulang! Kali ini please jangan menolak, kalau kamu tidak ingin nasip kamu berakhir ditangan mereka!" Andrew berujar.
Dengan sedikit gemetaran Vivianne yang semula ragu-ragu akhirnya menerima uluran tangan Andrew.
" Hey! Bajingan tengik! Ternyata kau membohongi kami awas kau!" ternyata dua orang tadi berbalik dan kita kearah Vivianne dan Andrew.
" Apakah kau kuat berlari?" tanya Andrew kearah Vivianne, dia bukannya tidak mau berkelahi berkelahi tapi hari ini dia hanya ingin istirahat!
" Maaf, kakiku,sepertinya keseleo!" Vivianne mengurut pergelangan kakinya dengan menatap sayu.
" Ya sudahlah, kamu diam disini dan tetap bersembunyi. Terpaksa hari ini aku harus sedikit lebih lelah!" ujar Andrew sambil meregangkan kedua jemarinya dan melenturkan kepalanya.
" Maaf!" Vivianne tertunduk! Kalau bukan karena dia sempat tersandung ketika berlari, mungkin kakinya tak separah ini tadi.
" Sudahlah! Toh, aku juga sudah lama tidak latihan!" ujar Andrew nyengir.
" Hah? Apa?"
Andrew beranjak dari hadapannya tanpa menjawab pertanyaan Vivianne.
" Majulah, kalian! Kebetulan aku sudah lama tidak latihan! " dengan sambil berlarian diapun mendekati mereka.
" Dasar bocah tengik! Awas kau! Sudah berani membohongi kami! Serahkan gadis itu! Dia milik kami!" ujar salah seorang pria bertato dan berbadan besar.
" Hahaha. Ambil kalau bisa!!" Andrew menantangnya dan siap berkelahi.
Akhirnya dengan ganas dan cepat Andrew menghabis kedua orang tersebut, bahkan meski mereka sempat menggunakan pisau lipatnya untuk menghunus kearah jantung Andrew namun tak mengenainya hanya merobek kulit lengannya dan bajunya.
Andrew bagai kesetanan menerjang dan membabi buta menghajar mereka semua dalam hitungan menit! Akhirnya mereka terkapar! Tak berdaya. Dirobeknya sebagian bajunya untuk menutupi lukanya dan darah yang mulai mengalir.
" Arrghhh!! Sial! Jadi rusak kan, tuh, baju gue! Dasar orang-orang tak berguna! Cih!!" sambil meludah Andrew pun beranjak dan menemui Vivianne.
" Yah, dia pakai pingsan pula! Sorry yah, terpaksa gue bopong kan tuh, jadinya!" ujar batinnya. Dengan susah payah Andrew membopongnya menjauh dan kearah motornya. Dan diikatkan kedua tangan Vivianne yang diarahkan memeluknya. Tak ada cara lain pikirnya jika dia tak ingin Vivianne terjatuh.
Namun ketika dia hendak melajukan motornya terdengarlah teriakan salah seorang pria.
" HEY!!! Jangan Lari Kau!!!"ujarnya sambil berlari.
" Sial!! Maaf,Pak, kalau mau minta tanda tangan, nanti saja! Tahun depan kek! Aku ga ada waktu sekarang! Bye!" ucap Andrew sambil melarikan motornya.
Dengan memakai dan meneriakinya pria pertama yang hendak melecehkan Vivianne mengejarnya. Tapi sayang, mereka bukan tandingan Andrew yang terbiasa melakukan balapan terlebih saat ini dia menggunakan motor balap kesayangannya itu, sedangkan si preman tersebut menggunakan mobil. Sehingga tentu saja dia ketinggalan sangat jauh.
*****
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!