Episode 5

Ini bukan kali

pertama Hanna ke toilet. Kamar mandi hanya ada satu di lantai dua dan satu di

lantai dasar. Ia minta ditemeni Hanna dari luar. Hanna berhenti di

depan kamar mandi lantai dua yang posisinya ada di tengah gedung sekolah. Hanna

melangkah dengan ragu ketika membuka pintu kamar mandi. Aura mistik sudah

terasa saat ia masuk.

Hanna

memperhatikan sejenak kamar mandi yang lampunya redup. Ia mendegut ludah seraya

ketakutan, namun ia sudah tidak dapat menahan lagi. Ia segera membuka pintu

toilet dan buang air kecil. Tak sengaja pembalut kewanitaanya jatuh ke dalam

toilet. Untung saja Hanna selalu membawa penggantinya. Setelah selesai buang

air, Hanna mengganti pembalutnya dengan yang baru. Kemudian ia buru-buru keluar

dari kamar mandi. Hanna heran dan bingung.  Suasana sekolah berubah sangat hening. Hanna

celingukan. Gedung sekolah sedikit berubah.

Sedikit berkerut

kening Hanna memperhatikan koridor sekolah yang terlihat berbeda. Ia buru-buru

berjalan dan menuju ruangannya. Hanna terkejut ketika melihat ruangan kelasnya

kosong. Ia bingung. Sekolah belum usai kenapa sudah pada pulang? Pikirnya.

Hanna melirik arloji di tangan kirinya. Jam itu mati tepat dipukul sembilan

pagi.

“Keyla kemana

sih?” Hanna penasaran. “Anton juga nggak ada. Mereka pada kemana?” Gumamnya dalam hati.

Hanna segera ke

mejanya dan ingin mengambil tas sekolahnya, namun tas itu nggak ada.

“Aneh.” Pikirnya

lagi.

Hanna buru-buru

keluar dan melihat halaman depan. Nggak ada murid-murid yang lain di sana. Hanna

mulai panik, lalu tiba-tiba ada keributan di ruang guru. Hanna terkejut dan

menghampiri ruang guru yang letaknya tidak jauh dari ruangannya. Hanna

mendengarkan kegaduhan itu, lalu tiba-tiba tujuh orang pelajar keluar sambil

marah-marah. Hanna buru-buru berlalu dan bersembunyi.

Tujuh pelajar itu

kemudian menaiki anak tangga dengan tergesa. Hanna hanya memperhatikan mereka

dengan takut. Tak lama kemudian, ia mendengar tujuh pelajar itu berteriak dan

lompat dari atap lantai tiga. Hanna terbelalak dan ketakutan. Ia melihat tubuh

pelajar itu jatuh dan mengeluarkan darah. Hanna hampir menjerit, namun ia

menggigit bibirnya. Ia tidak tahu ia berada di mana saat ini.

Hanna ketakutan

ketika tujuh pelajar itu bangkit dengan kepala berlumuran darah. Ia berlari di

koridor mencari tempat berlindung. Ia masuk ke kamar mandi dan duduk sambil

menangis. Hanna berdoa semoga ia bisa kembali ke tempat asalnya. Tiba-tiba saja

pintu kamar mandi terbuka dan Hanna terkejut.

“Hanna...?” Anton

menemukan Hanna yang ketakutan.

Cepat Anton

menghampiri Hanna yang menangis sesenggukan.

“Kamu kenapa

disini?” tanyanya lagi.

“Aku takut, Ton...

Takutt...” Hanna terlihat bingung.

“Sudah. Ada aku

di sini. Kita ke ruangan yuk.” Ajak Anton seraya memapah Hanna.

Keyla yang melihat

keadaan Hanna jadi bingung.

“Hanna, kamu

dari mana aja? Dari tadi aku mencarimu.”

Hanna tidak

menjawab dan hanya menangis. Anton segera membawanya ke ruangan, lalu

mendudukkan Hanna di kursinya. Hanna masih shock dan banyak diam. Keyla

memberikan minuman botol ke Hanna agar ia bisa lebih tenang. Setelah tenang

Anton bertanya pelan.

“Hann...

sebenarnya ada apa?”

Hanna menarik

nafasnya dalam-dalam lalu menghembuskannya.

“Aku nggak tahu,

Ton. Aku berada di tempat asing. Aku nggak menemukan kalian di ruangan ini.

Semuanya berbeda. Trus aku melihat tujuh pelajar melompat dari atap lantai

tiga. Mereka bunuh diri.”

Keyla bergidik.

“Hann... serem

banget sih. Kamu nggak mengarang cerita kan?”

“Enggak, Key. Aku melihat

dengan mata dan kepalaku sendiri.” Suara Hanna terdengar parau.

Keyla mengelus

lengannya yang mulai merinding.

“Ya sudah, kamu

tenangkan pikiran dulu, Han...” Ujar Anton kemudian.

Hanna mengangguk.

Anton dan Keyla masih menemani Hanna di kelas sampai bel berdentang tanda jam

terakhir dimulai.

Anton mendampingi

Hanna saat pulang sekolah. Keyla sudah pamit lebih dulu karena dijemput

papanya. Hanna masih terlihat shock dan murung. Sepertinya perhatian Anton

membuat Hanna menjadi nyaman.

“Aku antar sampai

ke rumah ya, Han?” Ucap cowok itu berbaik hati.

“Nggak usah, Ton.

Aku naik angkutan umum aja.”

“Aku kan bawa

motor.”

“Tapi kamu kan nggak

bawa helm. Nanti kalau ditilang polisi gimana?”

“Aku serahin aja

kamu ke pak polisi.” Kata Anton bercanda.

“Huh, kamu jahat

ah. Kok aku yang diserahin ke polisi? Motor kamu dong.” Kata Hanna sambil tertawa kecil. Sedikit manja sambil memukul Anton.

“Agar pak polisi

tahu kalau cewek yang aku bonceng tidak memakai helm.”

“Ughh...

Antoon...”

“Hahahaha...”

Hanna sewot dengan

manja.

“Polisi nggak

bakalan menyetop kita, Han. Kan lagi pulang sekolah. Gimana? Aku antar ya?”

Hanna tersenyum

dan mengangguk pelan. Mereka pun segera menuju parkiran motor. Dalam boncengan

Hanna senyum-senyum sendiri. Ia heran mengapa Anton sangat perhatian kepadanya.

Hanna sampai di

rumah dan langsung masuk ke kamarnya. Di dalam kamar ia terpaku sambil mengingat

wajah Anton, lalu ia tersenyum sendiri. Cowok itu telah menggoda hatinya. Hanna

sangat bahagia, namun tiba-tiba saja ia teringat dengan kejadian yang ia alami.

Kejadian itu seperti nyata, namun ia tidak tahu kapan hal itu terjadi.

Hanna tidak bisa

memejamkan matanya. Ia terlihat gelisah sambil menatap

langit-langit kamar. Pikirannya terusik lagi dengan cerita-cerita di

sekolahnya. Apalagi ia melihat sendiri penampakan sosok mengerikan itu. Dia

juga tidak tahu sebenarnya ada apa di sekolah itu.

Berkali-kali ia mencoba memejamkan mata namun

sosok-sosok lain muncul di benaknya. Hanna tercekat dan beranjak dari tempat

tidurnya. Kemudian ia keluar dari kamar dan menuju kamar neneknya. Hanna

mengetuk pintu kamar neneknya.

“Nek… Nenek….”

“Iya… sebentar…” Sahut sang nenek.

Tak lama pintu terbuka.

“Ada apa toh, Cu?”

Tanya sang Nenek dengan heran ketika melihat wajah Hanna memelas.

“Hanna takut, Nek… Hanna tidur sama nenek aja

ya?”

Sang nenek tersenyum dan terkekeh.

“Oalah, Cuu… Udah besar kok masih takut. Ya

udah ayo masuk…”

Hanna masuk ke kamar neneknya.

“Sebenarnya ada apa toh sampai kamu ketakutan

gitu?” tanya neneknya sebelum Hanna merebahkan tubuhnya di tempat tidur.

“Hmm…. Tadi di sekolah Hanna melihat

penampakkan, Nek. Hanna takut. Hanna pindah sekolah aja ya, Nek…”

“Loh, kok pindah?”

“Habis sekolahnya serem. Pasti ada

penunggunya.”

“Semua bangunan itu pasti ada penunggunya.

Kalau kita tidak mengganggu pasti mereka juga tidak mengganggu kita.”

“Ugh, Nenek. Nenek nggak tahu sih…”

Nenek menghampiri Hanna yang sudah berbaring di

tempat tidur.

“Semua itu mahluk ciptaan Allah, Cu… Ya sudah,

kamu tidur sana. Besok bangun sholat subuh, biar kamu nggak diganggu mahluk

halus.”

Hanna diam saja sambil memejamkan matanya.

Dalam waktu singkat ia sudah tertidur pulas. Sang nenek hanya bisa

geleng-geleng kepala, lalu berbaring di samping Hanna.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!