Jam istirahat
sekolah Keyla memberondong pertanyaan ke Hanna. Ia penasaran apa yang terjadi
pada Hanna saat di kamar mandi. Hanna memasukkan buku-bukunya dan keluar dari
ruangan kelas mereka. Keyla mengikuti langkah Hanna.
“Han, sebenarnya
ada apa?” Tanyanya Keyla penasaran. Hanna diam
sejenak lalu menceritakan kejadian itu.
“Aku tadi ke kamar
mandi.”
“Trus?” Keyla memberondong.
Hanna diam lagi sambil mengingat kejadian tadi. Ia menarik nafasnya
dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan. Pandangannya mengedar ke koridor
dan halaman depan.
“Aku mendengar
bisikan-bisikan aneh, Key. Trus pintu kamar
mandi tertutup sendiri.” Tuturnya
bercerita.
“Tuh kan, aku bilang juga apa. Sekolah kita semakin
menakutkan. Kamu
ngelihat sesuatu?” Keyla bertanya lagi ingin tahu.
Hanna menggeleng. “Enggak sih, tapi aku
merasakan kehadiran mahluk itu di sana, Key. Tengkukku merinding. Ada suara
desisan aneh dan sepertinya ada sosok mahluk di belakangku.”
“Ada sosok di belakangmu? Siapa?” Keyla semakin penasaran. Lengannya mulai meremang.
“Aku nggak tahu. Aku nggak berani melihatnya dan langsung keluar dari
kamar mandi.” Ujar Hanna.
“Uuughh... Kamu
bikin aku semakin takut aja pun. Aku jadi
merinding nih.” Rengek
Keyla seperti anak kecil.
“Udah ah, nggak
usah diperdulikan. Kan kamu tadi yang minta aku cerita. Sekarang kamu sendiri
yang ketakutan.”
“Iya, aku penasaran aja melihatmu dengan wajah pucat gitu. Aku pikir kamu ketemu
kuntilanak di sana. Makanya jangan ke kamar mandi
sendirian.”
“Trus kalau berdua
emang nggak diganggu?”
“Ya setidaknya
nggak ketakutan. Kalau ketakutan juga berdua.”
“Huh, sama aja. Udah
ah, kita ke kantin yuk. Laper nih.” Ajak Hanna kemudian.
Keyla mengangguk dan segera ke kantin sekolah bersama Hanna. Kantin sekolah tampak ramai dan mereka
makan dengan lahapnya. Tapi Hanna melihat kehadiran mereka di sana. Penjual
kantin pasti memakai tumbal agar kantinnya ramai. Buktinya Hanna melihat banyak
mahluk tak kasat mata di sana. Hanna bergidik dan mengurungkan niatnya.
###
Sepulang sekolah,
Hanna tiba-tiba saja teringat sesuatu. Jam tangannya tertinggal di meja
belajarnya. Jam itu pemberian om-nya yang dibeli dari Swiss.
Hanna tak ingin kehilangan jam itu. Hanna buru-buru melangkahkan kakinya dan
menaiki anak tangga. Para murid sudah pada pulang dan sekolah kembali sepi.
Hanna berhenti
sejenak di koridor lantai dua. Ia menatap jauh koridor yang terlihat sepi.
Kemudian ia berjalan dengan perlahan dan takut-takut. Suara derap langkahnya
terdengar beradu. Sejak kejadian siang tadi ia jadi ketakutan. Dengan tergesa
Hanna melangkahkan kakinya dan segera membuka pintu ruangan. Hanna masuk dan
berlari ke meja belajarnya. Ia merogo laci meja dan membungkukan tubuhnya. Di
dalam laci ada sepenggal tangan pucat yang memegang jam tangannya. Hanna
meraihnya tanpa melihat laci. Setelah jam tangan itu ia pegang, Hanna langsung
memakainya. Sejenak ia terpaku mempehatikan ruangan kelasnya yang terlihat
sepi.
Terdengar
suara-suara desisan aneh yang membuat bulu kuduk Hanna merinding. Tiba-tiba
saja ia melihat sosok seorang pelajar di sudut ruangan berdiri membelakanginya.
Hanna terkecat dan membelalakkan matanya karena terkejut. Sosok pelajar putri
itu tiba-tiba menangis sedih. Hanna yang sudah ketakutan tidak berani beranjak
dari tempat duduknya. Dari keningnya keluar keringat dingin.
Sosok berambut
sebahu itu sesenggukkan, namun hanya sebentar. Hanna memperhatikan sosok itu
sambil ketakutan. Tiba-tiba saja rambutnya bergerak dan memanjang ke bawah. Seragam
sekolah yang dikenakan pun berubah menjadi jubah putih bercampur krem
sampai ke lantai. Darah merembes dari kepalanya.
Hanna terkejut dan
ketakutan dengan bibir gemetar. Seluruh tubuhnya merinding. Hanna ingin
menjerit namun lagi-lagi bibirnya seperti terkatup. Ia menutup mata dan ingin
menangis saking takutnya.
BRAAK...
Tiba-tiba saja
pintu ruangan terbuka. Hanna tercekat dan melihat pintu ruangan dengan
terbelalak. Ia melihat Pak Damsit, penjaga sekolah berdiri sambil menatapnya.
Pak Damsit menghampirinya.
“Kenapa kamu belum
pulang, Nak?” Tanyanya heran.
Hanna menangis dan
segera beranjak dari tempat duduknya.
“Jam saya
ketinggalan, Pak...” Ujarnya dengan suara parau.
“Kenapa kamu
menangis?” tanya Pak Damsyik.
“Saya takut, Pak...
Tadi ada... ada... sosok mengerikan, Pak...”
“Sudahlah,
sekarang kamu pulang. Jangan pernah sendirian di ruangan ini.” Ucap Pak Damsit
menasehati.
Hanna menunduk dan
mengangguk. Ia menghapus air matanya lalu keluar dengan langkah yang gemetar.
Hanna menuruni anak tangga dengan tergesa. Beberapa koridor terlihat sepi dan menakutkan.
Ketika sampai di
lantai satu, Hanna melihat sosok pelajar duduk di bangku taman. Bajunya penuh
dengan lumpur. Hanna bergidik dan ketakutan. Ia mempercepat langkahnya seraya
berlari kecil. Koridor sekolah terasa amat panjang. Kakinya gemetaran. Hanna
terus saja berlari melewati halaman sekolah dan keluar dari gerbang dengan
nafas lega. Sejenak ia melihat bangku yang ada di taman. Bangku itu terlihat
kosong.
###
Hanna tiba di rumah dan langsung masuk ke kamar. Hanna meletakkan
tasnya di atas meja belajar. Kemudian ia duduk di atas tempat tidur sambil
termenung. Ia mengingat lagi sosok mengerikan di sekolahnya. Ia berpikir terus
dan berusaha mengingat siapa sosok itu. Tiba-tiba saja pintu kamarnya diketuk
dari luar.
“Hanna....” Panggil sang nenek.
“Iya, Nek...”
“Nenek masak bubur
jagung nih. Kamu mau kan?”
“Iya, Nek.
Sebentar. Hanna ganti baju dulu.” Jawab Hanna sambil mengganti bajunya. Hanna menuju
lemari bajunya dan membuka seragam sekolahnya. Namun tiba-tiba saja Hanna
terkejut ketika melihat lengan kirinya ada bekas lebam seperti cengkraman
tangan. Ada empat garis yang berbentuk seperti jari-jari tangan di sana. Hanna
mengerutkan keningnya sambil mengelus lengannya.
Setelah mengganti bajunya, Hanna keluar kamar dan menemui nenek di dapur. Sang nenek yang
tak sengaja melihat pergelangan tangan Hanna pun terkejut.
“Lenganmu kenapa?”
Tanyanya. Raut wajahnya tampak keheranan.
“Hmm... Nggak tau,
Nek. Tiba-tiba udah ada aja.”
Sang nenek
menghampiri Hanna dan melihat lebam di lengannya. Sang nenek menarik nafas dengan berat lalu menggelengkan kepalanya.
“Ada apa, Nek?”
Tanya Hanna heran.
“Ada mahluk halus
yang memegangmu.” Kata nenek.
"Mahluk halus?" Hanna bergumam.
Hanna terkejut dan
menatap wajah neneknya dengan lekat. Ia teringat sosok di sekolah sore tadi.
Apakah sosok itu yang memegangnya? Pikirnya.
Sang Nenek kemudian tersenyum tipis.
“Ya udah nggak
usah takut. Nanti nenek obati.” Kata nenek sambil komat-kamit. Nenek membaca sesuatu yang tidak dimengerti oleh Hanna.
“Memangnya nenek
bisa?”
Perempuan tua itu
mengangguk sambil tersenyum. Ia tak ingin cucunya ketakutan hanya karena
masalah sepele seperti itu. Nenek Hanna memang
bisa mengobati hal-hal gaib seperti di lengan Hanna. Perempuan tua itu punya ilmu
kebatinan yang diwarisi dari sang kakek.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
Fitria Valentina
bagus ceritanya aq suka
2020-06-18
0