Episode 4

Pagi tak selalu cerah seperti kemarin-kemarin. Pagi ini awan berwarna kelabu

diiringin dengan hembusan angin yang dingin. Mendung dan mungkin sebentar lagi

akan turun hujan. Hanna bangun dari tidurnya dan melihat lengan kirinya yang masih

membekas cengkraman mahluk halus. Warna lebam itu terlihat jelas dan membuatnya

semakin takut.

“Hanna...

Bangun... Sudah jam enam. Kamu sekolah kan?” Panggil sang Nenek dari luar.

“Iya, Neek...

Sebentar.”

Hanna bangkit dari

tempat tidurnya dan segera menuju kamar mandi. Tiba-tiba saja bulu kuduknya

merinding. Hanna merasakan ada mahluk halus di dekatnya. Di langit-langit kamar

mandi sosok perempuan tua berambut panjang menatapnya

dengan posisi terbalik. Rambutnya berjuntai ke bawah hingga menyentuh pundak Hanna. Hanna dengan sigap keluar dari kamar

mandi dan keluar dari kamarnya. Sang Nenek yang berada di ruang makan jadi

heran.

“Kamu kenapa,

Han?” tanya Nenek penasaran.

“Hmmm...” Hanna

gugup. “Nggak apa-apa, Nek. Nggak ada air di kamar mandi. Hanna mandi di kamar

mandi sini aja ya.” Ucap Hanna segera masuk ke

kamar mandi.

Sang nenek

menggeleng-gelengkan kepalanya. Kemudian menyiapkan sarapan untuk cucunya. Nasi goreng orak-arik sosis dan telur.

Hanna memakai

swetternya, lalu keluar dari kamar. Ia pamit ke nenek dan segera berlalu menuju

sekolah. Sesampainya di sekolah, Hanna lagi-lagi terpaku ketika memasuki

gerbang sekolahnya. Sekolah itu biasa saja seperti sekolah-sekolah lainnya.

Tapi ada yang aneh dan menakutkan jika masuk ke dalamnya. Hanna melangkah

dengan takut-takut. Gedung sekolah itu masih terlihat gelap karena cuaca yang

mendung. Tiba-tiba saja ada tangan yang menepuk pundaknya. Hanna berhenti dan

terbelalak ketakutan. Hanna menoleh dengan pelan.

“Heiii...” Sapa

seorang cowok berkulit sawo matang dengan suara yang ngebass.

Hanna

menghembuskan nafasnya dengan lega sembari

memelototkan matanya ke cowok itu.

“Uhhh... Antoon...

Jangan ngejutin gitu ah. Nggak seru tau.” Ucap Hanna kesal.

Anton, cowok yang

dikenalnya beberapa hari lalu hanya terkekeh. Cowok itu memiliki paras yang biasa-biasa

saja, namun terlihat manis jika didekati.

“Kamu kenapa?

Kayak orang ketakutan gitu?” Tanya Anton

kemudian.

Hanna sewot sambil

melangkahkan kakinya dengan tergesa. Anton mengejarnya dengan sedikit berlari.

“Hann, tunggu...”

Hanna tetap

berjalan tergesa.

“Maaf ya... aku

cuma becanda aja kok.” Ucap Anton ketika jalan beriringan.

“Iya, tapi kamu

bikin aku takut.”

“Apa yang kamu

takutkan?”

Hanna berhenti

sebelum memasuki koridor. Ia melihat ke kanan dan ke kiri lalu menatap wajah

Anton dengan lekat. Cowok bermata tajam itu terlihat

serius memperhatikan Hanna.

“Kemaren aku

ngelihat penampakkan, Ton. Belum lagi cerita-cerita mengerikan di sekolah ini

yang bikin aku takut. Aku nggak tahu ada apa sebenarnya di sekolah ini?”

“Udah... Nggak

usah dipikirin. Cerita-cerita hantu itu cuma isapan jempol belaka.”

“Nggak dipikirin

gimana? Arwah itu mengikuti aku, Ton. Sampai ke rumah malah. Apa urusannya sosok itu dengan kehidupanku?”

“Masak?”

“Iya. Sampai aku

takut di kamarku sendiri. Dia muncul di kamar dan kamar mandi.”

“Hmm...” Anton

hanya bisa ber hmm.

Hanna melangkahkan

kakinya menuju koridor. Diikuti Anton sambil menendang botol minuman yang

tergeletak. Di pertengahan koridor Hanna berhenti sejenak. Ia menoleh ke kanan

di mana kamar mandi itu pernah ada sosok perempuan tua menakutkan. Anton heran.

“Ada apa, Han?”

Tanyanya.

“Kemarin aku lihat

dia di sana.”

Anton terdiam

sambil memperhatikan kamar mandi. Ada nuansa negatifnya. Dia hanya tersenyum

tipis.

“Sudah... jangan

diingat-ingat. Dia memang sudah menempati ruangan itu berpuluh tahun yang

lalu.”

Hanna mengerutkan

keningnya.

“Huh, sok tahu

ahk...”

Hanna kembali

melangkahkan kakinya menaiki anak tangga. Suara derap langkahnya terdengar

jelas di lantai keramik. Dengan segera ia memasuki ruangan

kelasnya diikuti Anton.

Hanna meletakkan

tasnya di atas meja dan duduk di kursinya. Anton duduk di kursi yang ada di

depan meja Hanna. Ia menatap wajah gadis itu dengan lekat.

“Kamu kenapa

menatapku begitu?” Tanya Hanna heran.

Anton tersenyum.

“Ternyata kamu manis juga ya.”

“Huh, gombal ah.”

Hanna tersipu sambil melipat tangannya.

“Hehehe...” Anton

terkekeh.

“Beneran. Aku nggak bohong, apa lagi kalau lagi

kesal. Kelihatan wajah aslinya.”

“Maksudmu kayak kuntilanak?”

“Hahahahah….” Anton tertawa lebar.

“Iii…” Hanna mencubit lengan cowok itu hingga

ia memekik.

“Aduh. Sakit tau.”

“Rasain!” Hanna sewot.

Beberapa saat

kemudian murid-murid yang lain pun berdatangan dan membuat ruangan menjadi ramai. Anton beranjak dari

tempat duduknya dan menuju meja belajarnya. Hanna hanya

mempehatikan Anton yang masih kesakitan. Ia tersenyum simpul.

Bell sekolah pun berdentang beberapa kali. Guru

Matematikan sudah datang dan sudah mempersiapkan bahan pelajaran hari ini.

Hanna berusaha memfokuskan pikiran ke pelajaran, namun pikiran-pikiran lain

mengusiknya. Sampai mata pelajaran pertama selesai Hanna tidak konsentrasi.

Terpopuler

Comments

Laila Zayn

Laila Zayn

msh mnjdi misteri. blm ketemu clue nya 😁

2021-05-26

0

Fitria Valentina

Fitria Valentina

Hana indigo ya

2020-06-18

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!