Pagi tak selalu cerah seperti kemarin-kemarin. Pagi ini awan berwarna kelabu
diiringin dengan hembusan angin yang dingin. Mendung dan mungkin sebentar lagi
akan turun hujan. Hanna bangun dari tidurnya dan melihat lengan kirinya yang masih
membekas cengkraman mahluk halus. Warna lebam itu terlihat jelas dan membuatnya
semakin takut.
“Hanna...
Bangun... Sudah jam enam. Kamu sekolah kan?” Panggil sang Nenek dari luar.
“Iya, Neek...
Sebentar.”
Hanna bangkit dari
tempat tidurnya dan segera menuju kamar mandi. Tiba-tiba saja bulu kuduknya
merinding. Hanna merasakan ada mahluk halus di dekatnya. Di langit-langit kamar
mandi sosok perempuan tua berambut panjang menatapnya
dengan posisi terbalik. Rambutnya berjuntai ke bawah hingga menyentuh pundak Hanna. Hanna dengan sigap keluar dari kamar
mandi dan keluar dari kamarnya. Sang Nenek yang berada di ruang makan jadi
heran.
“Kamu kenapa,
Han?” tanya Nenek penasaran.
“Hmmm...” Hanna
gugup. “Nggak apa-apa, Nek. Nggak ada air di kamar mandi. Hanna mandi di kamar
mandi sini aja ya.” Ucap Hanna segera masuk ke
kamar mandi.
Sang nenek
menggeleng-gelengkan kepalanya. Kemudian menyiapkan sarapan untuk cucunya. Nasi goreng orak-arik sosis dan telur.
Hanna memakai
swetternya, lalu keluar dari kamar. Ia pamit ke nenek dan segera berlalu menuju
sekolah. Sesampainya di sekolah, Hanna lagi-lagi terpaku ketika memasuki
gerbang sekolahnya. Sekolah itu biasa saja seperti sekolah-sekolah lainnya.
Tapi ada yang aneh dan menakutkan jika masuk ke dalamnya. Hanna melangkah
dengan takut-takut. Gedung sekolah itu masih terlihat gelap karena cuaca yang
mendung. Tiba-tiba saja ada tangan yang menepuk pundaknya. Hanna berhenti dan
terbelalak ketakutan. Hanna menoleh dengan pelan.
“Heiii...” Sapa
seorang cowok berkulit sawo matang dengan suara yang ngebass.
Hanna
menghembuskan nafasnya dengan lega sembari
memelototkan matanya ke cowok itu.
“Uhhh... Antoon...
Jangan ngejutin gitu ah. Nggak seru tau.” Ucap Hanna kesal.
Anton, cowok yang
dikenalnya beberapa hari lalu hanya terkekeh. Cowok itu memiliki paras yang biasa-biasa
saja, namun terlihat manis jika didekati.
“Kamu kenapa?
Kayak orang ketakutan gitu?” Tanya Anton
kemudian.
Hanna sewot sambil
melangkahkan kakinya dengan tergesa. Anton mengejarnya dengan sedikit berlari.
“Hann, tunggu...”
Hanna tetap
berjalan tergesa.
“Maaf ya... aku
cuma becanda aja kok.” Ucap Anton ketika jalan beriringan.
“Iya, tapi kamu
bikin aku takut.”
“Apa yang kamu
takutkan?”
Hanna berhenti
sebelum memasuki koridor. Ia melihat ke kanan dan ke kiri lalu menatap wajah
Anton dengan lekat. Cowok bermata tajam itu terlihat
serius memperhatikan Hanna.
“Kemaren aku
ngelihat penampakkan, Ton. Belum lagi cerita-cerita mengerikan di sekolah ini
yang bikin aku takut. Aku nggak tahu ada apa sebenarnya di sekolah ini?”
“Udah... Nggak
usah dipikirin. Cerita-cerita hantu itu cuma isapan jempol belaka.”
“Nggak dipikirin
gimana? Arwah itu mengikuti aku, Ton. Sampai ke rumah malah. Apa urusannya sosok itu dengan kehidupanku?”
“Masak?”
“Iya. Sampai aku
takut di kamarku sendiri. Dia muncul di kamar dan kamar mandi.”
“Hmm...” Anton
hanya bisa ber hmm.
Hanna melangkahkan
kakinya menuju koridor. Diikuti Anton sambil menendang botol minuman yang
tergeletak. Di pertengahan koridor Hanna berhenti sejenak. Ia menoleh ke kanan
di mana kamar mandi itu pernah ada sosok perempuan tua menakutkan. Anton heran.
“Ada apa, Han?”
Tanyanya.
“Kemarin aku lihat
dia di sana.”
Anton terdiam
sambil memperhatikan kamar mandi. Ada nuansa negatifnya. Dia hanya tersenyum
tipis.
“Sudah... jangan
diingat-ingat. Dia memang sudah menempati ruangan itu berpuluh tahun yang
lalu.”
Hanna mengerutkan
keningnya.
“Huh, sok tahu
ahk...”
Hanna kembali
melangkahkan kakinya menaiki anak tangga. Suara derap langkahnya terdengar
jelas di lantai keramik. Dengan segera ia memasuki ruangan
kelasnya diikuti Anton.
Hanna meletakkan
tasnya di atas meja dan duduk di kursinya. Anton duduk di kursi yang ada di
depan meja Hanna. Ia menatap wajah gadis itu dengan lekat.
“Kamu kenapa
menatapku begitu?” Tanya Hanna heran.
Anton tersenyum.
“Ternyata kamu manis juga ya.”
“Huh, gombal ah.”
Hanna tersipu sambil melipat tangannya.
“Hehehe...” Anton
terkekeh.
“Beneran. Aku nggak bohong, apa lagi kalau lagi
kesal. Kelihatan wajah aslinya.”
“Maksudmu kayak kuntilanak?”
“Hahahahah….” Anton tertawa lebar.
“Iii…” Hanna mencubit lengan cowok itu hingga
ia memekik.
“Aduh. Sakit tau.”
“Rasain!” Hanna sewot.
Beberapa saat
kemudian murid-murid yang lain pun berdatangan dan membuat ruangan menjadi ramai. Anton beranjak dari
tempat duduknya dan menuju meja belajarnya. Hanna hanya
mempehatikan Anton yang masih kesakitan. Ia tersenyum simpul.
Bell sekolah pun berdentang beberapa kali. Guru
Matematikan sudah datang dan sudah mempersiapkan bahan pelajaran hari ini.
Hanna berusaha memfokuskan pikiran ke pelajaran, namun pikiran-pikiran lain
mengusiknya. Sampai mata pelajaran pertama selesai Hanna tidak konsentrasi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
Laila Zayn
msh mnjdi misteri. blm ketemu clue nya 😁
2021-05-26
0
Fitria Valentina
Hana indigo ya
2020-06-18
0