Cinta Dari Negeri Sakura
Suara musik mengalun indah dari sound di dekat pentas, sedangkan depan sekolahku tertata pentas untuk pertunjukkan pentas seni dalam rangka purna siswa kakak kelasku, dari jauh kulihat Dika bersama teman-temanya asyik berfoto-foto dengan kamera dan bersenda gurau.
Aku bersama dengan teman-temanku menikmati acara dari jauh, kenapa serasa ada yang hilang, sebentar lagi aku tidak akan bertemu dengan Dika, Dika akan pergi jauh bersama dengan kepindahan keluarganya, sedangkan aku masih disini di sekolah ini melanjutkan masa belajarku.
"Van... kok melamun saja?" tanya Desi mengagetkanku.
"Gak apa-apa Des, lagi berfikir saja setelah kita lulus dari sini kita mau melanjutkan kemana? aku juga bingung, setahun tidaklah lama Des, lihat kakak-kakak kita disana begitu senang mereka merayakan kelulusannya yang jelas mereka juga masih khawatir tidak diterima di sekolah favoritnya." Jelasku
Sambutan dari Bapak kepala sekolah, Pak Budiman disambut oleh tepuk tangan semua yang hadir, disini aku mendapat bagian membaca kesan pesan siswa yang ditinggal, lama menunggu dipanggil sambil sekali-kali melihat Dika duduk di depan pentas sesekali bergurau bersama dengan teman-temannya.
Sampailah giliranku membaca pesan dan kesan dari yang ditinggalkan.
"Assalamualaikum warrohmatullohi wabarokatu, Selamat siang.
Kepada yang terhormat Bapak Pengawas Dinas Pendidikan.
Kepada yang terhormat Bapak kepala sekolah.
Kepada yang terhormat Bapak ibu guru dan staf tata usaha.
Kepada yang terhormat wali murid.
Kepada yang terhormat kakak-kakak kelasku dan juga teman-temanku semua yang hadir disini.
Kakak-kakakku...
Lelahmu belajar disini sekarang terbayar dengan kelulusanmu.
Disini kami masih terus belajar ingin menggapai sukses seperti Kakak-kakak.
Kakak-kakakku...
Suaraku tercekat serasa mau menangis tapi aku tahan tapi mata ini terus berkaca-kaca.
Terimakasih atas torehan kenangan bersama kami adik-adik kelasmu, hanya doa yang bisa kami panjatkan kepada Kakak-kakakku
semoga kalian sukses.
Jangan lupakan kami.
Jangan lupakan almamater ini.
Jangan lupakan bapak ibu guru kami.
Sukses untuk kakak-kakakku.
Selesai membaca kesan pesan yang ditinggalkan aku turun dari pentas dengan terisak disambut oleh tepuk tangan semua yang hadir, dari tadi aku melihat Dika dari pentas tampak dia selalu memandangku dan terdiam tak berkata atau bergurau dengan teman-temannya.
"Eh kok nangis kamu Van?" tanya Desi.
"Enggak apa-apa Des cuma aku merasa kehilangan kakak kelasku," kataku.
"Kamu kehilangan Dika yang selalu menjahilimu ya." Goda Desy.
Aku menganggukkan kepalaku dan berlalu meninggalkan Desy.
Aku berjalan masuk ke dalam halaman sekolah ini yang luas
"Vania... tunggu...!" Panggil seseorang di belakangku, aku menoleh ke belakang ternyata ada Dika, kami berdua menuju taman di belakang kelas.
"Vania... kenapa kamu menangis?" tanya Dika
"Gak apa-apa Dika," jawabku.
"Gak ada apa-apa kok menangis begini?" tanyanya.
"Ada pacarmu ya yang mau lulus" godanya.
"Aaaahhh kamu kalau sehari gak nyebelin gak bisa apa!" Teriakku.
"Gak bisalah, aku kan suka lihat kamu teriak lihat kamu marah lihat kamu ngambek," katanya.
"Oh begitu ya...syukurlah, bentar lagi kan gak ada yang ganggu aku, aku bisa bebas tanpa gangguan darimu," jawabku sambil menjulurkan lidah dan berlalu meninggalkan Dika yang masih duduk di taman sendiri, tak tau apa yang ada dipikirannya.
Sepulang dari acara perpisahan kakak kelasku aku sendiri mengayuh sepeda anginku, karena kebanyakan teman-teman menaiki angkutan umum.
Hitung-hitung olahraga setiap hari menaiki sepeda angin hehehe.
"Hai...., sendiri ya?" dari samping terdengar suara anak laki-laki, ya... suara yang sangat familiar siapa lagi kalau bukan Dika si jahil tapi ngangeni.
"Emang napa kalau sendiri?" tanyaku.
"Ya kutemani biar tidak di bilang jomblo karatan," katanya.
Aku manyun dan tak menoleh ke Dika, langsung kukayuh lagi sepedaku lebih kencang meninggalkan Dika
jomblo karatan dia bilang emang aku besi apa.
Lagi-lagi Dika mengejarku...
"Vania berhentilah sebentar... !" Ucapnya sambil terengah-engah.
"Apa lagi?" tanyaku.
"Van, maaf ya aku keterlaluan ya...?" tanyanya
"Iya." Sungutku
"Maaf ya Van, setelah ini sudah gak ada yang ganggu kamu lagi, aku akan pergi jauh mungkin ini terakhir kita bertemu, entah nanti ketika tua atau besar kita bisa bertemu apa tidak, aku hanya ingin kamu selalu mengingatku, ada kakak kelasmu yang selalu menjahilimu, mengerjaimu," katanya.
"Iya!" jawabku ketus dan aku melajukan sepedaku lagi.
"Van, besok aku berangkat ke Jakarta, jaga dirimu ya...!!! katanya.
Hari-hari tanpa Dika serasa sepi tidak ada yang bikin ulah, sepi, sunyi ada yang hilang
hari demi hari minggu demi minggu bulan demi bulan kulalui tanpa kehadiran juga berita dari Dika, lama-lama akhirnya sudah terbiasa.
Tak terasa sekarang aku yang meninggalkan SMP ini meninggalkan almamaterku, setahun sudah Dika di ibu kota, apa dia masih mengingatku? atau disana sudah bertemu dengan cewek lain yang lebih segalanya daripada aku yang hanya gadis desa.
"Des, mau melanjutkan ke mana?" tanyaku.
"Ke SMA Van," jawabnya.
"Terus kamu mau ke mana?" tanya Desi.
"Aku mau ke SMK mau ambil jurusan bangunan," jawabku.
"Kamu gak sedang mimpi Van?" tanya dengan terkejut.
"Cewek cakep begini mau kerja sama batu bata pasir." Lanjutnya.
"Aku pingin jadi arsitektur, ingin membangun negara ini, ingin membangun bangunan yang ramah lingkungan ramah anak." jawabku optimis.
Pulang dari acara purna siswa, aku pulang bersama Bapak, lumayan gak capek, gak naik sepeda pikirku dalam hati sambil cengar cengir, akhirnya sampailah di rumah, turun dari boncengan aku masuk ke rumah, duduk di ruang tamu sambil melihat map yang aku terima dari sekolah.
"Van... kamu beneran mau neruskan ke SMK jurusan bangunan? gak salah?" tanya Bapak serius.
"Pak apa ada yang salah kalau aku ingin jadi arsitek?" tanyaku.
"Gak ada yang salah Van, di sana kamu bertemu kebanyakan laki-laki," kata Bapak
"Kenapa memangnya?" tanyaku
"Aku bisa jaga diri Pak!" lanjutku
"Terserahlah Van, kalau itu maumu, kapan kamu daftar sekolahnya?" tanya Bapak
"Besok pak, Vania berangkat sendiri saja, Bapak antar di pertigaan sana, Vania naik angkot ke kota." jawabku optimis
"Bapak antar ke SMK besok pagi," kata Bapak.
Dongkol sekali aku, sudah besar diantar-antar kalau ketahuan teman malu lah aku ini, bisa-bisa dikata anak mama
Aku berlalu meninggalkan bapak menuju kamar untuk berganti baju.
Di ruang keluarga aku lihat ibu sedang menjahit, kuhampiri ibu.
"Bu, njahit apa?" tanyaku.
"Baju untuk adikmu, Zika" kata Ibu.
"Zika mana Bu? tanyaku.
"Kayaknya main dengan teman-temannya" jawab Ibu.
Zika adalah adikku satu-satunya, saat ini usianya 10 tahun, duduk di kelas 5 Sd.
"Kamu makan sana Van." Pinta Ibu
"Iya Bu, ini juga mau makan, sudah lapar perutku," kataku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
Erlina Khopiani
jejak..
semangat kak😍
2020-09-15
0
W.Willyandarin
aku mampir kak
2020-08-29
1
nyomandp
hai kak...salam kenal ya😁
semangat up nya
salam hangat dari My History
2020-08-21
1