Suara musik mengalun indah dari sound di dekat pentas, sedangkan depan sekolahku tertata pentas untuk pertunjukkan pentas seni dalam rangka purna siswa kakak kelasku, dari jauh kulihat Dika bersama teman-temanya asyik berfoto-foto dengan kamera dan bersenda gurau.
Aku bersama dengan teman-temanku menikmati acara dari jauh, kenapa serasa ada yang hilang, sebentar lagi aku tidak akan bertemu dengan Dika, Dika akan pergi jauh bersama dengan kepindahan keluarganya, sedangkan aku masih disini di sekolah ini melanjutkan masa belajarku.
"Van... kok melamun saja?" tanya Desi mengagetkanku.
"Gak apa-apa Des, lagi berfikir saja setelah kita lulus dari sini kita mau melanjutkan kemana? aku juga bingung, setahun tidaklah lama Des, lihat kakak-kakak kita disana begitu senang mereka merayakan kelulusannya yang jelas mereka juga masih khawatir tidak diterima di sekolah favoritnya." Jelasku
Sambutan dari Bapak kepala sekolah, Pak Budiman disambut oleh tepuk tangan semua yang hadir, disini aku mendapat bagian membaca kesan pesan siswa yang ditinggal, lama menunggu dipanggil sambil sekali-kali melihat Dika duduk di depan pentas sesekali bergurau bersama dengan teman-temannya.
Sampailah giliranku membaca pesan dan kesan dari yang ditinggalkan.
"Assalamualaikum warrohmatullohi wabarokatu, Selamat siang.
Kepada yang terhormat Bapak Pengawas Dinas Pendidikan.
Kepada yang terhormat Bapak kepala sekolah.
Kepada yang terhormat Bapak ibu guru dan staf tata usaha.
Kepada yang terhormat wali murid.
Kepada yang terhormat kakak-kakak kelasku dan juga teman-temanku semua yang hadir disini.
Kakak-kakakku...
Lelahmu belajar disini sekarang terbayar dengan kelulusanmu.
Disini kami masih terus belajar ingin menggapai sukses seperti Kakak-kakak.
Kakak-kakakku...
Suaraku tercekat serasa mau menangis tapi aku tahan tapi mata ini terus berkaca-kaca.
Terimakasih atas torehan kenangan bersama kami adik-adik kelasmu, hanya doa yang bisa kami panjatkan kepada Kakak-kakakku
semoga kalian sukses.
Jangan lupakan kami.
Jangan lupakan almamater ini.
Jangan lupakan bapak ibu guru kami.
Sukses untuk kakak-kakakku.
Selesai membaca kesan pesan yang ditinggalkan aku turun dari pentas dengan terisak disambut oleh tepuk tangan semua yang hadir, dari tadi aku melihat Dika dari pentas tampak dia selalu memandangku dan terdiam tak berkata atau bergurau dengan teman-temannya.
"Eh kok nangis kamu Van?" tanya Desi.
"Enggak apa-apa Des cuma aku merasa kehilangan kakak kelasku," kataku.
"Kamu kehilangan Dika yang selalu menjahilimu ya." Goda Desy.
Aku menganggukkan kepalaku dan berlalu meninggalkan Desy.
Aku berjalan masuk ke dalam halaman sekolah ini yang luas
"Vania... tunggu...!" Panggil seseorang di belakangku, aku menoleh ke belakang ternyata ada Dika, kami berdua menuju taman di belakang kelas.
"Vania... kenapa kamu menangis?" tanya Dika
"Gak apa-apa Dika," jawabku.
"Gak ada apa-apa kok menangis begini?" tanyanya.
"Ada pacarmu ya yang mau lulus" godanya.
"Aaaahhh kamu kalau sehari gak nyebelin gak bisa apa!" Teriakku.
"Gak bisalah, aku kan suka lihat kamu teriak lihat kamu marah lihat kamu ngambek," katanya.
"Oh begitu ya...syukurlah, bentar lagi kan gak ada yang ganggu aku, aku bisa bebas tanpa gangguan darimu," jawabku sambil menjulurkan lidah dan berlalu meninggalkan Dika yang masih duduk di taman sendiri, tak tau apa yang ada dipikirannya.
Sepulang dari acara perpisahan kakak kelasku aku sendiri mengayuh sepeda anginku, karena kebanyakan teman-teman menaiki angkutan umum.
Hitung-hitung olahraga setiap hari menaiki sepeda angin hehehe.
"Hai...., sendiri ya?" dari samping terdengar suara anak laki-laki, ya... suara yang sangat familiar siapa lagi kalau bukan Dika si jahil tapi ngangeni.
"Emang napa kalau sendiri?" tanyaku.
"Ya kutemani biar tidak di bilang jomblo karatan," katanya.
Aku manyun dan tak menoleh ke Dika, langsung kukayuh lagi sepedaku lebih kencang meninggalkan Dika
jomblo karatan dia bilang emang aku besi apa.
Lagi-lagi Dika mengejarku...
"Vania berhentilah sebentar... !" Ucapnya sambil terengah-engah.
"Apa lagi?" tanyaku.
"Van, maaf ya aku keterlaluan ya...?" tanyanya
"Iya." Sungutku
"Maaf ya Van, setelah ini sudah gak ada yang ganggu kamu lagi, aku akan pergi jauh mungkin ini terakhir kita bertemu, entah nanti ketika tua atau besar kita bisa bertemu apa tidak, aku hanya ingin kamu selalu mengingatku, ada kakak kelasmu yang selalu menjahilimu, mengerjaimu," katanya.
"Iya!" jawabku ketus dan aku melajukan sepedaku lagi.
"Van, besok aku berangkat ke Jakarta, jaga dirimu ya...!!! katanya.
Hari-hari tanpa Dika serasa sepi tidak ada yang bikin ulah, sepi, sunyi ada yang hilang
hari demi hari minggu demi minggu bulan demi bulan kulalui tanpa kehadiran juga berita dari Dika, lama-lama akhirnya sudah terbiasa.
Tak terasa sekarang aku yang meninggalkan SMP ini meninggalkan almamaterku, setahun sudah Dika di ibu kota, apa dia masih mengingatku? atau disana sudah bertemu dengan cewek lain yang lebih segalanya daripada aku yang hanya gadis desa.
"Des, mau melanjutkan ke mana?" tanyaku.
"Ke SMA Van," jawabnya.
"Terus kamu mau ke mana?" tanya Desi.
"Aku mau ke SMK mau ambil jurusan bangunan," jawabku.
"Kamu gak sedang mimpi Van?" tanya dengan terkejut.
"Cewek cakep begini mau kerja sama batu bata pasir." Lanjutnya.
"Aku pingin jadi arsitektur, ingin membangun negara ini, ingin membangun bangunan yang ramah lingkungan ramah anak." jawabku optimis.
Pulang dari acara purna siswa, aku pulang bersama Bapak, lumayan gak capek, gak naik sepeda pikirku dalam hati sambil cengar cengir, akhirnya sampailah di rumah, turun dari boncengan aku masuk ke rumah, duduk di ruang tamu sambil melihat map yang aku terima dari sekolah.
"Van... kamu beneran mau neruskan ke SMK jurusan bangunan? gak salah?" tanya Bapak serius.
"Pak apa ada yang salah kalau aku ingin jadi arsitek?" tanyaku.
"Gak ada yang salah Van, di sana kamu bertemu kebanyakan laki-laki," kata Bapak
"Kenapa memangnya?" tanyaku
"Aku bisa jaga diri Pak!" lanjutku
"Terserahlah Van, kalau itu maumu, kapan kamu daftar sekolahnya?" tanya Bapak
"Besok pak, Vania berangkat sendiri saja, Bapak antar di pertigaan sana, Vania naik angkot ke kota." jawabku optimis
"Bapak antar ke SMK besok pagi," kata Bapak.
Dongkol sekali aku, sudah besar diantar-antar kalau ketahuan teman malu lah aku ini, bisa-bisa dikata anak mama
Aku berlalu meninggalkan bapak menuju kamar untuk berganti baju.
Di ruang keluarga aku lihat ibu sedang menjahit, kuhampiri ibu.
"Bu, njahit apa?" tanyaku.
"Baju untuk adikmu, Zika" kata Ibu.
"Zika mana Bu? tanyaku.
"Kayaknya main dengan teman-temannya" jawab Ibu.
Zika adalah adikku satu-satunya, saat ini usianya 10 tahun, duduk di kelas 5 Sd.
"Kamu makan sana Van." Pinta Ibu
"Iya Bu, ini juga mau makan, sudah lapar perutku," kataku.
Pagi hari cuaca begitu cerah, dengan semangatnya, aku menyiapkan segala kebutuhanku untuk daftar sekolah yang aku tuju, bapak juga sudah siap untuk mengantarkanku.
Aku di bonceng Bapak naik sepeda motor menuju ke sekolah SMK.
Sampailah di pintu gerbang sekolah, kami masuk ke dalam di arahkan sama Pak satpam tempat parkir sepeda motor, kulihat disana sudah ramai yang mengambil formulir.
"Bapak tunggu aku disini, titip ini ya, aku mau mengantri ambil formulir," kataku sambil menyerahkan tas ke bapak dan aku berlari kecil menuju loket pengambilan formulir.
Di loket pengambilan formulir lumayan panjang juga antriannya ada sekitar lima belas orang di depanku, aku sabar menunggu sampailah giliranku, kuambil formulir dari petugas tersebut.
"Terima kasih bu," kataku.
"Setelah diisi di serahkan kembali ke sebelah sana ya" jelas petugas, aku menganggukkan kepala dan berlalu meninggalkan loket pengambilan formulir berlari kecil menuju ke Bapak, kulihat Bapak masih di parkiran seperti semula.
Di parkiran sepeda
"Pak kita pindah kesana saja," kataku sambil menunjuk bangku panjang
Kami berjalan ke arah bangku panjang itu, sampai disana aku duduk dibawah dengan santainya bangku panjang kujadikan meja, tempat untuk menulis mengisi blanko pendaftaran, Bapak diam melihatku mengisi, sebentar-sebentar melihat yang aku isi dan mengingatkanku kalau ada yang terlewatkan
Berjalan ke tempat pengembalian blangko pendaftaran, antri juga disana, untung diantar Bapak pagi hari kalau tidak pasti tambah panjang antrian ku bisa-bisa pulang sore pikirku, ah... Bapakku memang hebat tau situasi dan dengan sabar mengantarku, sampailah giliranku.
"Vania Eka Septianti," kata Bapak yang mengecek berkasku.
"Betul pak," jawabku.
"Pengumuman penerimaan dua hari lagi ya," katanya
"Iya pak, ada yang kurang dengan syarat pendaftaran saya?" tanyaku
"Sudah beres semua," katanya
"Terima kasih" jawabku dan berlalu meninggalkan tempat pendaftaran sambil membawa secarik kertas bukti pendaftaran
Keluar dari SMK dibonceng Bapak, kulihat jam di pergelangan tangan kiriku sudah menunjukkan jam dua belas lebih seperempat
"Makan dulu Van, setelah itu pulang," kata Bapak
"Iya Pak, Vania juga sudah lapar," kataku
Sampailah di warung sederhana di pinggir jalan kecil, aku turun dari sepeda motor dan mengikuti Bapak masuk ke dalam warung tersebut, Bapak memesan soto, aku juga ikut memesan soto saja, dan diam duduk disamping Bapak melihat-lihat sekitarnya, agak sepi warung ini, atau pembeli sudah meninggalkan warung ini tadi
Pesanan kami tiba, kucicipi makanan sedikit sesendok, hmmm mantaf memang sotonya ini, pantas saja Bapak mengajakku kesini.
Bapak pasti nanti bilang jangan bilang ibumu kasihan ibu tidak diajak juga Zika
Selesai makan Bapak membayar sejumlah uang dan meninggalkan warung tersebut kulihat Bapak membawa kresek berisi soto.
Oh..ternyata salah, Bapak tidak bilang nyuruh aku tidak bicara kalau habis makan di warung hehehe.
Lumayan bisa makan lagi aku di rumah.
Sambil tersenyum-senyum sendiri di belakang Bapak menuju sepeda motor, aku naik ke boncengan sepeda motor, meninggalkan warung tersebut.
Dalam perjalanan kulihat kiri kanan sawah terhampar padi menguning sebentar lagi musim panen.
"Tadi sotonya enak Van," kata Bapak membuka obrolan
"Enak sekali pak, bapak tadi bungkus ya?" tanyaku.
"Iya, tapi untuk ibumu sama Zika," kata bapak
"Terus kalau aku lapar lagi gak boleh minta?" tanyaku.
"Kalau ibumu sama Zika sudah makan, dan belum habis sotonya kamu baru bisa ambil lagi," kata bapak
Semoga Zika gak habisin sotonya atau ibu mau berbagi soto denganku sambil senyum-senyum di belakang bapak.
Sampai di rumah, Bapak menyerahkan bungkusan berisi soto kepada ibu.
"Bu... aku mau makan itu," kataku sambil menunjuk bungkusan tersebut.
"Ya kamu makanlah Van, ambil piring sendiri," kata Ibu.
Horeee bisa makan lagi, akhirnya kuambil piring dan makan soto lagi, Alhamdulillah kenyang perutku, kemudian aku masuk ke kamar berniat mau tidur.
"Van... habis makan piring di cuci," kata ibu sedikit marah, haduh... kapan sehari tanpa omelan Ibu
"Iya Bu," kataku lemas, kemudian mengambil piring bekas makanku dan berjalan menuju tempat cuci piring dan mencuci piring dan meletakkan piring di rak piring, berniat ingin ke kamar untuk bermalas-malasan.
"Van... sudah sholat dhuhur?" tanya Ibu.
"Belum bu," jawabku kemudian mengambil air wudhu berniat untuk wudhu dan sholat dhuhur, setelah sholat dhuhur aku masuk kamar dan tidur siang.
Sore hari, sekitar jam tiga sore aku terbangun oleh suara Zika adikku.
"Kak Kakak ayo bangun, temani Zika bersepeda," kata Zika.
"Besok saja, Kakak masih ngantuk," kataku dengan mata terpejam.
"Ah... kakak malas-malasan saja," kata Zika kemudian keluar dari kamar, entah mau kemana dan aku melanjutkan tidurku kembali.
Waktu menunjukkan pukul empat sore aku bangun tidur kemudian melangkahkan kakiku menuju kamar mandi untuk mandi, berwudhu dan melaksakan sholat ashar, setelah itu aku berniat untuk bermain ke rumah dinda temanku dari Tk, kukayuh sepeda angin ku menuju rumah Dinda yang tidak jauh dari rumahku.
"Dinda...," panggilku.
"Masuk Van, Dinda di dalam kamar," kata Ibunya Dinda, aku langsung masuk ke kamarnya Dinda.
"Hayo... lagi napa?" tanyaku.
"Lihat...lihat... nulis apa?" kataku penasaran.
"Rahasia Van, jangan lihat, ini kan buku diaryku" kata Dinda.
"Tentang pacarmu ya?" kataku.
"He he he" katanya tertawa.
"Masih lanjut ya sama Feri?" tanyaku.
"Ya masih Van, katanya mau melanjutkan sekolah ke luar kota" kata Dinda.
"Wah... jauhan nih, jadi sering kangen," kataku menggodanya.
"Kalau di sana dia bertemu cewek terus pacaran aku kan gak tau Van" kata Dinda sambil menghela nafas.
"Kalau kamu enak gak pusing dengan laki-laki, kan gak punya pacar," kata Dinda lagi.
"Mana lah ada yang mau sama aku Din, aku ini gak ada menariknya juga gak begitu perhatian dengan penampilanku, fokus belajar saja aku," kataku.
"Yang dulu suka goda kamu, kakak kelas kita dulu ada kabar?" tanyanya.
Aku menggelengkan kepala dan berkata
"Sejak Dika lulus dan keluarganya pindah ke Jakarta aku sudah tidak pernah tau kabarnya, sepupuku yang temanya juga tidak tau kabarnya, ah sudahlah mungkin dia di sana sedang sibuk sekolahnya, lagian kenapa aku mikirin Dika, toh diantara kami tidak ada hubungan apa-apa," jelasku.
"Tapi kamu suka kan sama Dika?" tanya Dinda.
"Aku tak tau Din, aku tak tau perasaanku seperti apa ke dia, apa aku ini cinta atau benci ke dia, waktu dia di sini aku jengkel sekali dengan ulahnya yang selalu menjahiliku, tapi dikala dia pergi, aku merasa ada yang hilang dari hidupku," kataku.
"Kamu tau dia sekolah dimana?" tanyanya.
"Aku gak tau," jawabku.
"Sepupumu juga gak tau? kan juga akrab
sepupumu sama Dika?" tanya Dinda.
"Gak tau sepertinya, aku juga gak pernah bertanya he he he," jawabku dan tertawa.
"Din... aku pulang dulu ya?" pamitku.
"Tante... pamit pulang," pamitku ke Ibunya Dinda.
"Hati-hati," kata mereka, kemudian aku mengayuh sepeda pulang ke rumah.
Hari pengumuman penerimaan siswa, aku berangkat sendiri ke SMK melihat apakah aku diterima atau tidak, pagi hari kukayu sepeda angin ke pertigaan kemudian kutitipkan ke warung sekitar situ, aku menunggu angkutan yang menuju kota, beberapa menit kemudian angkutan datang dan berhenti di depanku aku segera naik ke angkutan tersebut, sekitar satu jam kemudian aku sampai di sekolah yang aku tuju.
Turun dari angkutan aku masuk ke halaman sekolah menuju papan pengumuman, disana sudah banyak anak sebayaku yang bergerumun disana, kebanyakan anak laki-laki, agak keder juga hatiku, tapi sudahlah aku harus mampu menggapai cita-citaku batinku.
Dengan postur tubuhku yang tidak besar aku bisa menyelinap masuk ke dalam kerumunan yang sembilan puluh persen laki-laki.
"He minggir ada cewek masuk" kata seorang laki-laki, dan dari beberapa orang memberiku jalan, Alhamdulilah akhirnya aku di terima disini batinku dan aku keluar dari kerumunan tersebut menuju tempat informasi, laki-laki yang tadi memberiku jalan menghampiriku.
"Kamu diter huima di sekoah ini? tanyanya.
"Iya, kenapa? aneh?" tanyaku dengan cuek.
"Kenalkan namaku Ari, aku juga sekolah di sini ketrima di jurusan bangunan" katanya mengenalkan diri.
"Oh... aku Vania, aku juga di bangunan," jawabku datar.
"Wow... bisa jadi teman kita," katanya bersemangat.
"Kamu mau ke informasi?" tanyanya.
"Iya," jawabku pendek.
"Ayo bareng," katanya.
Kemudian aku dan Ari berjalan bersama menuju informasi, disana ada petugas yang menjelaskan kapan terakhir daftar ulang dan lain sebagainya, aku menerima kertas berisi jumlah uang yang dibayar waktu pendaftaran seminggu lagi, kemudian aku masukkan ke dalam tas ranselku.
"Vania... ayo beli mi ayam di sana!" pinta Ari.
"Gak apa-apa aku makan sama kamu?" tanyaku.
"Ya gak apa-apalah, memang kenapa?" tanyanya.
"Entar ada yang marah," jawabku sambil tersenyum.
"Gak ada," jawabnya, pikirku lumayan sudah dapat teman baru disini.
Dan aku melangkah menuju warung mi ayam yang berada di kantin sekolah.
"Van dari sekolah asalmu yang kesini banyak?" tanya Ari.
"Dari sekolahku asal yang masuk ke sini cuma tiga orang termasuk aku, ketiga orang tersebut beda jurusan," jawabku.
"Ada yang perempuan?" tanyanya.
"Cuma aku he he he," jawabku cengengesan.
Kami duduk bersebelahan di kantin sekolah dan memesan dua porsi mi ayam dan dua gelas es teh, tak lama kemudian pesanan kami tiba, aku menikmati mi ayam tersebut, lumayan enak batinku.
"Rumahmu mana Van?" tanya Ari.
"Aku anak desa Ar, jauh dari sini, aku naik angkutan sekitar satu jam, nantinya aku mau kos di sekitar sini, setelah ini aku mau cari kost-kostan," jelasku.
"Aku temani ya," Ari menawarkan diri.
"Oh... terima kasih, rumahmu mana?" tanyaku.
"Aku sekitar sini saja, aku tau tempat kost sekitar sini yang untuk cewek," jelasnya.
"Kebetulan nih, habis makan ke sana ya," kataku bersemangat.
"Jalan kaki gak apa-apa kan?" tanya Ari.
"Gak apa-apa aku malah suka, lari juga bisa he he he," jawabku.
Setelah membayar mi ayam aku dan Ari keluar dari halaman sekolah.
Berjalan di trotoar beriringan, ngobrol-ngobrol ringan yang menjadikan kami sedikit akrab, toh kedepanya aku punya teman laki-laki bukan perempuan jadi harus mulai terbiasa bergaul dengan laki-laki.
"Van gang depan belok kanan kita, disekitar situ ada kost khusus perempuan," kata Ari.
"Semoga cocok ya biar gak jauh dari sekolah," kataku.
"Nah.. itu rumahnya Van" kata Ari sambil menunjuk rumah tingkat di pojokan.
"Ayo ke sana lihat-lihat" kataku, kemudian kami menuju rumah tersebut.
"Ar kok tutup?" tanyaku.
"Coba di ketuk pintunya, sapa tau di dalam rumah," kata Ari.
Tok tok tok pintu aku ketuk berkali-kali.
"Assalamualaikum...," teriakku mengucapkan salam.
Beberapa kali mengetuk pintu dan mengucapkan salam akhirnya yang punya rumah keluar.
"Ada apa dik?" tanya seorang Ibu yang usianya sekitar lima puluh tahunan
"Bu masih nerima kost perempuan, untuk temanku ini?" tanya Ari.
"Masih ada, tapi kamar sendiri, masuk dulu, kamu lihat cocok apa tidak" kata Ibu tadi.
Kami masuk ke dalam rumah mengikuti langkah sang tuan rumah kemudian naik ke lantai atas, di sana terlihat beberapa kamar, dan pemilik rumah menuju kamar yang ada di pojok, ya... kamar yang terlihat paling kecil, ibu pemilik rumah membuka kunci, terlihat rapi juga kamar ini, kasurnya tanpa dipan, ada meja belajar dan almari kecil di pojokan.
"Satu bulan berapa Bu?" tanyaku
kemudian pemilik rumah menjelaskan detail pembayaranya, aku rasa bisa lah orang tuaku membayarnya kemudian aku menyetujuinya dan aku beri uang selama sebulan untuk kost di sana, ibu pemilik rumah tersebut juga menyodorkan peraturan-peraturan di kost tersebut yang kemudian aku taruh di meja tersebut setelah aku baca.
"Insyaallah dua minggu lagi aku nempati Bu" kataku
"Iya, terimakasih, semoga kerasan, ini kunci kamarnya" kata pemilik rumah sambil memberikan sebuah kunci kamar.
"Oh iya Bu, saya pamit dulu" kataku kemudian berlalu dan turun ke lantai bawah diikuti oleh Ari dan pemilik rumah, kami menganggukkan kepala "Permisi Bu, kami pamit dulu" kata Ari
Meninggalkan rumah kost, kami berjalan menuju jalan raya.
"Ar.. kamu mau ke mana? kok ngikut aku?" tanyaku.
"Aku mau cari angkutan kota Van, kan sama jalurnya" katanya.
"Kita bareng saja ke sana" pintaku
kami berjalan beriringan, lumayan juga jaraknya dari SMK negeri itu menuju halte.
"Kamu capek Van?" tanya Ari.
"Gak juga, aku anak desa sudah biasa begini" kataku, akhirnya sampai di halte, sudah ada angkutan yang menuju ke daerahku.
"Ar, aku naik dulu, seminggu lagi mudah-mudahan bisa bertemu lagi, terima kasih bantuanya" kataku kemudian aku naik ke angkutan.
"Hati-hati Van" kata Ari, angkutan yang aku tumpangi mulai meninggalkan halte, kulihat ke belakang Ari masih duduk di kursi halte.
Angkutan umum melaju dengan kecepatan sedang karena menaik turunkan penumpang, perjalanan masih jauh, aku merebahkan kepalaku di dekat kaca jendela dan mulai merasakan kantuk.
"Mbak... mbak... turun sudah sampai" kata kernet membangunkanku.
Aku membuka mata, ternyata sudah sampai di pertigaan, sambil menguap aku membayar ongkos angkutan kemudian turun dari angkutan menuju warung dimana sepedaku aku titipkan di sana, aku masuk ke warung tersebut dengan cueknya.
"Bu es teh satu ya" kataku memesan es teh.
"Gimana Van, ketrima?" tanya Ibu pemilik warung yang memang sudah mengenalku
"Ketrima lah Bu, Vania gutu" kataku bangga
setelah meminum es teh, aku membayarnya.
"Bu aku pulang dulu, terima kasih menjaga sepedaku he he he" kataku dan tertawa cengengesan, aku keluar dari warung ke samping rumah untuk mengambil sepeda.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!