The Story Of Dewi Anjani
Di suatu sudut kota yang hingar bingar dengan kesibukan kendaraan yang berlalu lalang,menyebabkan polusi udara yang tak dapat di hindarkan,terdapat sebuah pedesaan yang begitu dan tentram. Masih banyak pepohonan yang tertata di setiap sudut desa itu,udara yang segar,suasana yang nyaman,bebas dari polusi udara. Selain itu,penduduknya yang suka ber gotong royong dan memiliki rasa solidaritas yang tinggi.
Di sana,terdapat sebuah surau dengan ukuran yang tidak terlalu besar,terlihat banyak orang sedang mengaji di sana. Tak jauh dari sana, terlihat seorang anak gadis remaja,duduk di salah satu sudut ruangan surau itu,sedang mengaji kitab suci Al-qur'an.
Dia adalah Dewi Anjani,anak gadis dari Bapak Tarno dan ibu Mirna. Suara merdunya membuat orang-orang yang ada di sana menatap nya penuh rasa kagum. Siapa sih yang tidak kenal Dewi Anjani? Gadis yang periang,ceria,penuh santun dan suka menolong orang yang dalam kesulitan. Dia tidak pernah sekalipun murung.
Bibir tipisnya selalu menyunggingkan senyum tatkala bersimpangan dengan warga yang menyapanya. Dia gadis yang sholeha,tidak pernah sekalipun meninggalkan sholat kecuali dalam keadaan tidak suci atau sedang datang bulan.
Dia begitu fasih melantunkan ayat-ayat suci Al-qur'an,tanpa di sadari,dari sudut ruangan yang tak jauh dari tempatnya,ada salah satu pemuda yang terus menatapnya dengan penuh makna. Pemuda itu sungguh mengagumi kepribadian Anjani.
Gadis yang begitu lemah lembut,sholeha,siapa saja pasti akan terpanah oleh kecantikan dan kepribadian yang begitu sempurna menurut versi mereka,para pemuda.
Selesai membaca kitab suci Al-qur'an,dia kemudian melanjutkan sholat isya' berjamaah di sana,terdapat juga Wanda,sahabat masa kecil nya dan kini beranjak dewasa bersama.
Kedua orang tuanya serta adik perempuannya-Vania,juga ada di surau untuk menjalankan sholat berjamaah.Cuaca sedikit mendung dan seperti akan turun hujan. Tak lama mereka menyelesaikan sholat Isya',suara guntur menggelegar di iringi angin.
Mereka yang ada di sana,bergegas untuk pulang ke rumah,tak terkecuali Anjani dan juga sahabatnya,Wanda. Mereka berdua pulang berjalan kaki menuju rumah mereka.
Seperti biasa,mereka pulang sambil di iringi canda tawa. Sesampainya di depan rumah Anjani,Wanda segera pulang ke rumahnya,jarak rumah mereka tak terlalu jauh,sekitar 6 rumah dari rumah Anjani.
Ibu dan adik Anjani sudah sampai di rumah lebih dulu.
“Assalamualaikum,” ucap Anjani dari luar pintu.
“Waalaikumsallam,” sahut adik dan juga ibu nya hampir bersamaan.
“Bapak belum pulang,bu?” Tanya Anjani seraya masuk dan duduk di ruang tengah.
“Belum,katanya ada sesuatu hal yang masih di bincangkan dengan Ustadz Malik." jawab ibu sambil masuk ke dapur untuk menyiapkan makan malam mereka.
“Anjani,tolong bantu ibu memanaskan sayur ini,sambil nunggu bapak pulang,nanti kita makan bersama,” Anjani lantas beranjak dari duduknya dan menghampiri ibunya di dapur untuk membantu.
Tak berapa lama,pak Tarno pulang dalam keadaan ke-basahan,ternyata hujan turun ketika Anjani sampai rumah.
“Bapak kok baru pulang?”
“Iya,tadi ada sedikit hal yang di bahas dengan Ustadz Malik,” jawab bapak sambil jalan menuju kamar mandi hendak berganti pakaiannya yang ke-basahan.
“Anjani,panggil adik mu,kita makan malam bareng,bapak sudah pulang tuh,”
Anjani hanya menurut dan memanggil adiknya yang sedang berada di kamar,tak lama mereka pun sudah duduk di ruang tengah beralaskan tikar,dengan lauk pauk seadanya,mereka makan malam bersama. Kebersamaan yang mungkin tak dapat di nilai dengan apa pun.
Dalam keadaan sudah selesai makan,bapak Anjani pun mencoba membuka pembicaraan.
“Bu,tadi bapak sedang berbincang dengan Ustadz Malik,mengenai Anjani…” belum selesai pak Tarno berbicara,di potong oleh istrinya.
“Kenapa dengan Anjani,pak?Apakah dia melakukan kesalahan?” Tanya bu Mirna dengan rasa was-was,khawatir anak nya melakukan kesalahan yang besar.
Pak Tarno menggeleng dan melanjutkan kalimatnya,"Tidak bu,tadi nak Malik mengutarakan niatnya,dia ingin melamar Anjani sebagai istri,dia juga bilang sebenarnya sudah lama ingin mengutarakan niatan itu,baru sekarang dia bilang sama bapak,katanya besok mau datang kesini."
Anjani terkejut dengan apa yang barusan dia dengar dari bapaknya,dia tidak percaya dengan apa yang barusan di dengar nya.
“Ya,itu tergantung Anjani pak,wong dia yang akan menjalaninya,” jawab bu Mirna sambil menoleh melihat Anjani yang sedang kebingungan.
“Gimana nduk?Kamu bersedia menerima lamaran dari nak Malik?” Tanya bapaknya.
Anjani bingung harus berkata apa,dengan sedikit keberanian,akhirnya dia menjawab pertanyaan dari bapak nya.
“Bapak,ibu,maafkan Anjani,sebernarnya Anjani masih belum ingin menikah,Anjani juga masih ingin bekerja membantu bapak sama ibu untuk biaya sekolah Vania,”
Pak Tarno hanya menghela nafas panjang. Beliau juga merasa cemas dengan usia Anjani yang masih terbilang sangat muda harus menjalani hidup berumah tangga. Di sisi lain beliau juga sudah terlanjur menyetujui apa yang telah di perbincangkan dengan Malik waktu itu.
Dalam keheningan sesaat,bu Mirna bersuara,"Anjani,kamu tidak perlu memikirkan biaya sekolah Vania,itu sudah menjadi tanggung jawab kami berdua sebagai orang tua,ibu rasa kamu juga sudah cukup umur untuk menikah,dan satu hal lagi,jangan menolak apabila ada seseorang yang datang melamar,itu pamali,menjauhkan jodohmu,"
ucap bu Mirna dengan nada sedikit marah.
“Ibu,Anjani baru berusia delapan belas tahun,itu masih terlalu dini jika untuk menikah sekarang,”
“Anjani,bagi ibu,usia tidak menjamin kedewasaan seseorang,"bu Mirna melanjutkan kalimatnya,"Lantas,lelaki seperti apa yang kamu harapkan? Menurut ibu,nak Malik itu anak yang sholeh,taat beribadah,mengerti agama,ibu yakin dia akan menjadi imam yang baik untuk kamu dan anak-anakmu kelak,” jelas ibu sambil mengelus rambut panjang Anjani.
Anjani tidak bergeming,tak terasa bulir bening mengalir membasahi pipi mulusnya. Pak Tarno hanya melihat perdebatan dua wanita yang ada di sampingnya.
Sebenarnya pak Tarno juga masih belum ingin Anjani menikah dulu,biarkan dia menikmati masa mudanya dengan kawan-kawan se-usianya. Beda halnya dengan ibu Mirna,yang ngotot agar tidak menolak niat baik ustadz Malik.
Mereka beranjak untuk menuju ke kamar masing-masing.
Tinggal Anjani yang masih duduk di sana merenung kan setiap ucapan sang ibu.
Tangisan,air mata tak dapat di bedung lagi.Semakin menyedihkan saat dia membayangkan akan menikah di usia muda.
Waktu berlalu begitu lambat bagi Anjani,dia melirik ke arah jamur dinding,pukul 00:00 WIB.
Dengan gontai di berdiri dari duduknya,hendak menuju kamarnya dan mencoba untuk beristirahat.
********
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
$uRa
salam ..baca ahhh
2023-05-22
1
Zezen
mengerti ilmu agama bukan berarti pandai dalam hal pengamalan 😩..
eh hai Thor salam kenal dr reader baru nih😊..
baca sinopsisnya dah bikin hati panas aja
2023-04-14
1
Annie_FM
Terimakasih sudah mau mampir thor
2023-03-18
0