"Assalamualaikum,bude," suara Wanda terdengar di luar pintu rumah ibu Ida. Dengan tergopoh Wanita setengah baya itu membuka pintu.
“waalaikumsallam,eh Wanda,mari masuk,"
“Ini bude,di suruh ibu nganter mangga,kebetulan panen yang ada di depan rumah” seraya menyodorkan kantong kresek berisikan mangga kepada bu Ida.
“Iya,terimakasih,kamu tumben sudah lama gak main kesini?” Tanya bu Ida sambil menyuruhnya duduk.
“Iya bude,kemarin gak enak badan,” jawab Wanda asal.
“Oh iya,bude,Danu ke mana kok gak ada di rumah?”
“Dia sedang ada di toko,katanya pengin melihat toko”
“Memang nya dia gak kuliah bude hari ini?”
“Katanya sedang libur.”
Danu Prakas adalah anak bu Ida satu-satunya,suami bu Ida meninggal kecelakaan motor di pertigaan jalan Asmara ujung gang. saat Danu baru berusia 7 tahun. Tidak mudah bagi bu Ida menjadi orang tua tunggal.
“Wanda,daripada kamu main saja gak jelas,mending kamu kerja di toko bude sama Anjani,” kata bude Ida menyarankan kepada Wanda yang kerjanya cuma main saja.
“Kapan-kapan lah bude,Wanda masih ingin main-main dulu,” jawab Wanda sambil cengengesan.
“Kamu itu ya,sudah gede masih saja kaya anak kecil,” goda bude Ida.
“Ya sudah bude,Wanda pulang dulu ya,gak ada Danu gak seru,” sambil Wanda beranjak dari duduknya dan berpamitan kepada bude Ida.
********
Anjani sampai di toko dan bersiap untuk menjalankan tugas sebagai pelayan toko di sana,baru mau menyapu lantai di kejut kan dengan kehadiran Danu,bos kecil toko itu.
“Selamat pagi Anjani,” sapa bos muda tersebut.
“Eh,mas Danu,selamat pagi mas,tumben datang ke toko? Ibu mana?” Tanya Anjani sambil menyapu lantai.
“Ada di rumah,” jawab Danu sekenanya.
Sebenarnya Danu sudah lama menyimpan perasaan terhadap Anjani,tapi dia takut untuk mengutarakan isi hatinya,takut di tolak. Diam-diam Danu memperhatikan Anjani dari sudut ruangan toko itu,dia sungguh mengagumi kepribadian Anjani yang begitu polos,wajah yang cantik,postur tubuh yang tinggi semampai bak model dunia,di tambah lagi dengan baju gamis dan kerudung segi empat yang di kenakan nya,menambah keanggunan bagi sosok Dewi Anjani.
Danu terus mengagumi sosok Anjani,tanpa sadar fikirannya melayang jauh,andai Anjani menjadi istrinya dan memiliki anak bersamanya,membina rumah tangga dengan Anjani,sungguh kebahagiaan tiada tara. Ah,andai itu bisa terwujud.
Danu menghela nafas,"Anjani,apa kamu sudah punya pacar?" Tanya Danu tiba-tiba.
"Kenapa mas Danu tiba-tiba tanya seperti itu?" Anjani balik bertanya.
"Ah,enggak,wanita secantik kamu pasti sudah punya pacar," jawab Danu cengar-cengir.
"Siapa juga yang mau jadi pacarku mas,sudah jelek miskin lagi," jawab Anjani asal.
"Siapa bilang kamu jelek? Kamu tuh cantik,sholeha,kamu itu juga baik," timpal Danu dengan nada memuji.
"Iihh mas Danu bisa aja,mas Danu sendiri pasti banyak cewek yang mengelilingi di kampus,kan?"
"Enggak juga sih,hehehe"
Mereka berdua saling lempar candaan dan tak luput juga saling adu pandang.
***
Sudah jam 12 tengah hari,pak Tarno beranjak dari sawah hendak menuju gubug tempat dia biasa berteduh kala pergi ke sawah.
Dia membuka rantang,bekal yang selalu di siapkan istrinya setiap dia hendak ke sawah. Dengan sayur asam dan gorengan ikan asin,tak ketinggalan sambal terasi,dengan lahap pak Tarno memakan habis semua tak tersisa.
Sehabis makan dia hendak mengambil air wudhu di sumur dekat sawah tersebut,dan melanjutkan sholat dzuhur di gubug.
Tanpa di duga,anak pak Herman,Sania datang menghampirinya. "Eh neng Nia,tumben ke sawah?" Tanya pak Tarno sedikit heran,karena tidak biasanya Sania datang ke sawah,apalagi di tengah hari,panas terik begini.
"Iya pak,lagi pengin saja ke sawah," sambil matanya jelalatan seperti mencari sesuatu.
"Neng Nia sedang mencari seseorang ya?"
"Ah,enggak pak," sontak Sania mengedarkan pandangan nya ke aras pak Tarno,dan Sania pun duduk di dalam gubug itu.
"Pak Tarno sudah makan?"
"Sudah neng,baru saja,"
Sania duduk di pinggir gubug,angin sepoi membuat rambut panjangnya berayun naik turun,Sania sepertinya sedang menunggu seseorang,entah siapa yang dia tunggu.
Hampir satu jam Sania duduk sendiri di dalam gubug,pak Tarno juga sudah memulai aktivitasnya di sawah,Sania beranjak hendak pulang kerumah.
Pak Tarno hanya melihat dari kejauhan,Sania berjalan melalui jalanan sawah yang sedikit becek,meninggalkan sawah,berniat untuk pulang.
'Neng Nia sebenarnya sedang menunggu siapa ya?' Gumam pak Tarno dalam hati. Dan dia pun melanjutkan pekerjaannya,mencangkul sawah yang akan di tanami pala wija.
***
"Kamu dari mana Nia? Kaki belepotan tanah gitu?" Tanya bu Siti-ibu Sania,istri bapak Herman.
"Nia dari jalan-jalan bu,ke sawah cari angin segar," celetuk Sania sembari ngeloyor menuju kran air yang ada di sudut rumah,hendak membasuh kakinya yang kotor.
“Jalan-jalan kok ke sawah,aneh kamu”
“Nia ingin melihat pemandangan,keasrian kampung kita bu” jawab Sania sewot.
“Ya sudah,habis cuci kaki tolong antarkan baju ini ke rumah nak Malik,itu bajunya sudah jadi,sekalian minta ongkos ya”
Dengah wajah semringah Sania langsung setuju,biasanya dia agak males kalau di suruh ibunya,tapi kali ini sedikit berbeda karena ada hubungan dengan ustadz Malik.
Bu Siti adalah penjahit baju paling terkenal di kampung itu,dia juga membuat baju untuk di titipkan di toko milik bu Ida.
Sesampainya di rumah Ustadz Malik,Sania memberikan baju koko yang telah di pesan oleh nya.
“Pak ustadz,emang mau ke mana to,kok pesan baju baru segala?” Tanya Sania dengan keberaniannya.
“Anu,nanti malam mau berkunjung ke rumah saudara” jawab ustadz Malik asal.
“Emang saudara yang mana pak ustadz?” Sania masih penasaran.
“Nanti kamu juga tahu sendiri” jawba ustadz Malik dengan senyum simpulnya.
Hati Sania bergetar menatap senyum simpul yang di kembangkan ustadz Malik,ternyata dalam diam Sania menaruh hati terhadap ustadz nya itu. Dia begitu ingin bersanding dengna ustadz Malik,namun apa daya,ustadz Malik hanya menganggapnya sebatas murid ngaji dan guru.
“Ya sudah kalau begitu pak ustadz,saya pamit pulang dulu,assalamualaikum” pamit Sania.
“Wa'alaikumsallam” jawab ustadz Malik.
****
Sepulang dari toko,Anjani bergegas mandi dan menjalankan sholat ashar,baru selesai sholat,pintu kamar di ketuk oleh ibunya.
tok! tok! tok!
“Anjani,,boleh ibu masuk?”
“Iya bu,masuk saja,ada apa bu?" Tanya Anjani seraya melipat mukena yang dia kenakan barusan.
Ibu Mirna duduk di tepi ranjang dipan tepat di bawah Anjani duduk,beliau mengelus rambut anak perempuannya dengan penuh rasa kasih dan sayang. Anjani tahu apa maksud ibunya,pasti akan menanyakan perjodohan nya dengan ustadz Malik. Anjani hanya diam sambil memeluk kedua lutut ibunya dan menyandarkan kepalanya di sana.
“Nak,ibu tahu ini berat untuk kamu,ibu juga tahu kamu masih ingin sendiri dan menghabiskan waktu remaja mu,tapi coba kamu lihat ibu Sarah,dulu dia juga menolak lamaran dari orang,bukan sekali tapi dua kali dia menolak,dan apa hasilnya? Sampai sekarang dia masih sendiri,kedua orang tuanya sudah tidak ada, tidak tahu apa yang akan terjadi padanya kelak kalau dia sudah mulai menua,dengan siapa dia akan menua?”
“Tapi ibu,Anjani masih belum siap untuk berumah tangga,usia Anjani juga masih belum dewasa” jawab Anjani di iringi isak tangis dan berderai airmata membasahi pipi mulusnya.
“Anak ku,percayalah bahwa Allah sudah mengirim jodoh untuk mu,meski usia mu baru delapan belas,ibu yakin nak Malik bisa menjadi imam yang baik” bujuk bu Mirna.
“Sudah jangan menangis lagi,nanti sehabis sholat isya' nak Malik akan kesini dengan kedua orang tuanya,untuk memastikan waktu yang tepat untuk melamar kamu” ucap bu Mirna sambil beranjak dari duduk nya dan pergi meninggalkan Anjani sendiri di dalam kamar yang masih berlinang air mata kesedihan.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
$uRa
masih nyimak
2023-05-22
1