Di dalam kamar dengan ukuran yang tidak terlalu besar hanya cukup untuk dipan kayu dan lemari kecil tempat menyimpan baju.
Anjani duduk di tepi ranjang tepat di depan jendela,dia mengarahkan pandangannya lurus ke luar jendela yang masih terbuka,hujan masih turun di malam itu,angin berembus sedikit kencang membelai wajah ayu nya.
Dia menghela napas panjang,entah lah apa yang akan di putuskan esok hari jika ustadz Malik benar-benar datang ke rumahnya.
Perlahan dia beranjak dari duduknya dan bersiap untuk berbaring,mencoba memejamkan mata yang sebenarnya belum merasa mengantuk. Pikirannya melayang,hatinya gelisah,memikirkan
perkataan ibunya barusan.
Perlahan mata indahnya sayup-sayup mulai merasakan kantuk dan dia pun tertidur dengan hati penuh gelisah.
******
Waktu menunjukkan pukul tiga dini hari,seperti biasa,Anjani beranjak dari tidurnya untuk menjalankan solat sunah tahajud,dia membuka pintu kamar dan menuju ke sumur hendak mengambil air wudhu.
Baru beberapa langkah hendak membuka pintu belakang,dia di kejut kan suara bapaknya dari arah belakang,
"Nduk,kamu mau kemana?" Tanya pak Tarno.
Seketika Anjani menoleh,"Mau ambil air wudhu pak,mau sholat," jawab Anjani.
"Bapak tumben sudah bangun?" Tanya Anjani.
"Iya,bapak tadi mendengar ada suara orang jalan,tak kira suara apa,ternyata kamu," jawab pak Tarno sambil ngucek-ngucek matanya.
"Ya sudah,saya ke sumur dulu ya pak,bapak tidak sekalian sholat tahajud?"
"Iya,bapak juga deh,mumpung sudah bangun."
Mereka berdua pun mengambil air wudhu bersama dan Anjani menuju kamar hendak mengadu kepada sang Khalik tentang kegelisahan hatinya.
Dengan suara lirih nya,dia berdoa dengan khusyuk mengharap ampunan dan ketenangan hati. Sambil menengadahkan tangan dia memohon kepada Allah Azza Wajallah,
'Ya Allah ya rabbi... Hamba datang lagi ya rabb,mengharap belas kasih-Mu,mengharap ampunan-Mu... Mengharap semua ridho-Mu,apa yang harus hamba lakukan ya Allah? Keputusan apa yang harus hamba ambil? Ya Allah,beri hamba petunjuk-Mu. Rabbana atina fiddunya hasanah wafil akhirati hasanah wa qina adzaban nar, amiin,'
Selesai berdoa dia pun meraih musaf yang berada di sampingnya,dengan hati mulai sedikit tenang,Anjani membaca ayat-ayat Al-Qur'an,sembari menunggu Adzan subuh berkumandang.
Seperti biasa,setiap pagi sehabis sholat subuh Anjani membantu ibunya di dapur memasak sarapan untuk mereka semua,pak Tarno yang sudah bersiap untuk pergi ke ladang milik bapak Herman.
Pak Tarno bekerja sebagai buruh sawah dan ibu Anjani bekerja sebagai tukang cuci dan kadang menerima pesanan kue dari para tetangga yang memerlukan.
Anjani sendiri semenjak lulus sekolah dia bekerja di sebuah toko baju yang tidak jauh dari rumahnya.
******
"Anjani,tunggu!!" Teriak Wanda dari arah belakang,tatkala Anjani hendak berangkat kerja ke toko baju dengan berjalan kaki,karena jarak toko tidak terlalu jauh dari rumah nya.
Anjani menoleh,"Wanda,kamu mau kemana?" Tanya Anjani seraya menghentikan langkahnya.
"Aku mau ke rumah bude Ida,kebetulan searah sama kamu,kita jalan bareng yuk," sahut Wanda dan Anjani hanya mengangguk pelan.
Dalam perjalanan,mereka berdua hanya diam dan akhirnya Anjani membuka obrolan,"Wanda,kamu tahu kan Ustadz Malik?" Tanya Anjani kepada sahabatnya itu.
"Iya,tahu,kenapa memangnya?"
"Aku sedang bingung Nda," ucapan Anjani sambil menarik nafas panjang.
Wanda yang ada di sampingnya menatap penuh rasa penasaran.
Anjani melanjutkan kalimatnya, "Beliau kemarin bilang sama bapak,katanya nanti malam akan datang kerumah untuk melamar ku,"
Wanda melotot,terbelalak karena kaget,"Apa...??" Sambil menutup mulutnya,Wanda benar-benar kaget.
"Iya Nda,aku harus bagaimana ini? Aku masih ingin bebas dan bermain dengan kamu,menikmati masa remaja sepuasnya,"
suara Anjani berubah menjadi parau,tergurat kebingungan dalam wajah ayunya.
Wanda tidak bisa berkata,dia hanya bengong dan terus menatap Anjani yang sedang kebingungan.
"Wanda,kok kamu malah bengong sih,kasih solusi dong?" Seketika Wanda menggaruk kepala yang mungkin tidak gatal.
"Anjani,aku tahu ini berat buat kamu untuk memutuskan,tapi aku hanya berdoa yang terbaik buat mu,"
"Hmmm..." Anjani hanya menghela nafas panjang.
Wanda sudah sampai di rumah budhenya,dan Anjani melanjutkan berjalan menuju toko tempat dia bekerja.
***
Dalam perjalanan menuju toko tempat dia bekerja,Anjani terus melamun dan memikirkan apa yang sebaiknya dia putuskan.
Keputusan apa yang terbaik yang harus dia ambil.
Hari ini dia pergi bekerja berjalan kali karena sepeda yang biasa dia pakai,di pakai ibunya untuk mengantar kue pesanan bu Shanti yang kebetulan rumahnya agak jauh dari rumah Anjani.
Membutuhkan waktu satu jamur jika berjalan kaki menuju Rumah bu Shanti.
Karena jarak yang cukup jauh,maka Anjani memutuskan pergi bekerja berjalan kaki.
Bu Mirna pun berangkat mengantarkan pesanan kue milik bu Shanti.
Dengan menggunakan sepeda hanya membutuhkan waktu kurang lebih duapuluh menit untuk sampai di sana.
Bu Shanti memesan kue untuk acara yasinan nanti siang,biasanya di tempat bu Shanti,setiap jum'at,selepas Dzuhur ibu-ibu mengadakan yasinan rutin.
Dan hari ini adalah giliran di rumah bu Shanti untuk mengadakan yasinan rutin.
Akhirnya bu Mirna sampai juga di rumah bu Shanti,dengan di sambut hangat oleh sang pemilik Rumah.
"Assalamualaikum,bu Shanti,"
Kebetulan bu Shanti sedang di teras rumah. Memiliki rumah yang sederhana,mewakili pemiliknya yang juga sederhana.
"Waalaikumsalam,bu Mirna,mari sini masuk," jawab bu Shanti sambil membantu bu Mirna yang kepayahan membawa kue-kue pesanannya.
"Tumben di antar sendiri,Anjani ke mana?" Tanya bu Shanti.
"Anjani kerja bu," jawab bu Mirna.
"Mari sini,duduk dulu,saya ambilkan uangnya dulu ya bu," bu Shanti pun masuk hendak mengambilkan yang untuk membayar kue yang dia pesan.
Tak lama beliau keluar sambil membawa segelas teh hangat untuk di suguhkan kepada bu Mirna dan beberapa cemilan.
"Ini bu uangnya,dan ini saya buatkan yeh,di minum dulu," sambil menyodorkan uang dan menghidangkan minuman bu Shanti kepada bu Mirna.
"Wah,repot-repot saja bu Shanti ini,saya jadi tidak enak," jawab bu Mirna sungkan.
"Gak papa bu,gak usah sungkan,saya mengganggap bu Mirna itu seperti saudara sendiri,"
"Terimakasih bu Shanti atas kemurahan hatinya," tak terasa menetes air mata bu Mirna,karena baru kali ini ada orang yang mau menghargai dia.
Selama ini,dia selalu di pandang rendah oleh warga sekitar Rumahnya.
Hanya segelintir saja yang mau menghargainya. Maklum,keluarga bu Mirna memang keluarga yang ekonomi nya terbilang di bawah orang-orang sekitar.
Maka mereka menganggap bu Mirna tidak pantas untuk di hargai.
Namun,bukankah bu Mirna juga makhluk ciptaan Allah? Yang juga harus saling mengasihi dan menghargai?
Sedangkan Allah SWT tidak pernah membedakan,semua ciptaan-Nya itu perlu di hargai dan di sayangi.
*******
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments