Beautiful Undead
Erika duduk di atas ranjang tempatnya terbangun untuk pertama kalinya. Kedua manik mata coklat gadis itu, terus menatap sekelilingnya.
Ruangan mewah dengan interior kuno. Sama persis seperti yang sering dia lihat di buku komik bertema kerajaan.
"Terakhir kali aku ingat jelas kalau tertabrak mobil. Tapi kenapa tiba-tiba ada di sini? Aneh sekali,” celetuknya, tempat menoleh ke arah pintu saat seorang lelaki paruh baya masuk ke dalam kamarnya dengan ekspresi senang.
Wajah asing, senyuman ramah yang tampak gelisah, langkah kaki pelan yang terlihat sangat anggun dan tubuh tinggi menjulang serta wajah yang awet muda.
"Anda sudah bangun. Syukurlah, saya kira Anda tidak akan bisa bangun." Lelaki itu berusaha tetap ramah dan tidak membuat Erika merasa canggung.
Tapi karena sikap itulah, Erika merasa semakin aneh dengan kondisinya. "Anda yang membawa saya ke sini?" tanyanya, dengan ekspresi wajahnya yang terlihat dingin.
"Ya, saya yang menyelamatkan Anda dari kematian. Senang bisa melihat Anda bernapas kembali. Saya sudah melakukan semua yang terbaik untuk membuat tubuh Anda tetap sehat. Anda senang, bukan?" ucap lelaki paruh baya itu, menatap tubuh Erika dengan tatapan penuh rasa syukur.
Erika menundukkan kepalanya sejenak, melihat keadaan tubuhnya yang bertambah kurus dan ramping tapi tidak ada luka sekecil apa pun yang tertinggal. Padahal seharusnya, kepala Erika memiliki luka yang besar karena jatuh dari ketinggian.
"Di mana teman saya? Saya harap Anda tidak berbohong, karena di saat terakhir saya melihat Anda membawa kami berdua. Berkata jujurlah, Tuan," sergah Erika, beranjak turun dari ranjang dan berdiri di depan lelaki itu.
"Anda tidak perlu mengkhawatirkan keadaan Tuan itu. Dia sudah bangun tiga hari lebih cepat dari Anda. Sekarang beliau sudah ada di rumahnya dan menjalani aktivitas seperti biasa," ucap lelaki itu, berusaha tetap ramah walaupun jantungnya sudah tak terkontrol.
Dia baru pertama kali melihat seorang remaja dengan tatapan setajam elang. Sorot mata yang dingin dan tegas itu, selayaknya milik tatapan kepala prajurit saat berada di medan perang.
"Rumah?" Erika memiringkan sedikit kepalanya. "Rumah apa yang Anda maksud? Tidak mungkin sekarang dia berada di rumah yang sedang ada di dalam pikiran saya. Kakak saya tidak mungkin meninggalkan saya di sini!” tegasnya, dengan tatapan horor.
Erika mendekat dua langkah dan membuat jarak dia dengan lelaki itu hanya berjarak 5 cm. "Di mana dia?!" tanyanya, dengan intonasi tajam.
"Saya akan membawa Anda ke sana setelah kita berdua berdiskusi. Saya harap Anda tidak melakukan pemberontakan yang sia-sia. Kalau begitu saya akan keluar sekarang dan menunggu Anda di ruang keluarga. Tolong segera keluar setelah Anda bersiap," ucap lelaki paruh baya itu, langsung melenggang pergi meninggalkan Erika di dalam kamar tersebut.
Pintu kembali tertutup, Erika yang ditinggal sendirian langsung mengacak rambutnya dengan kasar dan membuat penampilannya berantakan.
"Astaga Nona, apa yang sedang Anda lakukan?! Anda merasa sakit?" tanya seorang perempuan, berlari masuk ke dalam ruangan itu tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.
Erika mengerutkan keningnya dalam dan melihat lawan bicaranya dengan tatapan tak senang. "Siapa Anda?" tanyanya, seketika menjaga jarak di antara mereka berdua.
Kening perempuan itu berkerut samar, ekspresinya yang khawatir dan gelagatnya yang resah, menunjukkan jika dia sedang cemas.
"Anda tidak mengingat saya? Saya pelayan setia Anda. Nama saya adalah sabrina. Anda tidak mengingatnya?" tanya wanita bernama sabrina itu, menatap gelisah pada sang Tuan, yang seperti telah kehilangan ingatannya.
Erika menghela napas lelah. "Lalu siapa nama saya di sini?"
Sabrina mengerutkan keningnya dalam. "Di sini?" batinnya, tanpa kebingungan. "Nama Nona adalah Nathaniela Ellworth. Nona Nathania. Anak ketiga dari keluarga Ellworth. Anda juga memiliki tiga orang saudara. Satu kakak laki-laki, satu kakak perempuan, dan satu lagi adik laki-laki. Anda juga tidak mengingat mereka?" tanya Sabrina, benar-benar terlihat resah saat ini.
"Nathania?" gumam Erika, seakan mengingat nama tersebut agar dia tidak kesulitan beradaptasi di lingkungan itu.
"Benar, Nona. Anda adalah Nona Nathania. Putri kedua dari Duke Carlin. Semoga Anda masih mengingat kedua orang tua Anda juga," cicit sabrina, terlihat benar-benar sedih.
Erika kembali mendengus kasar dan berusaha menerima kenyataan pahit ini. "Aku membuang perusahaan aku yang besar untuk jadi anak Duke di sini? Konyol, Paman Niran pasti suka menguasai semua harta keluarga aku," gumamnya, tampak muak dengan realita ini.
Sabrina terus memperhatikan Nathania yang dari tadi terus bergumam, dengan ekspresi kesal dan kecewa. "Anda tidak boleh terlalu banyak pikiran, Nona. Nanti Anda tidak bangun lagi. Tolong jaga kesehatan Anda," ucapnya, masih dengan ekspresi sedih.
Erika melirik ke arah orang yang mengaku sebagai pelayan setianya itu, dengan tatapan lelah. "Duke meminta saya bersiap. Bisa tolong bantu saya pergi ke kamar mandi? Sepertinya kamar ini tidak memiliki kamar mandi dalam. Di mana kamar mandinya? Saya harus mandi dan ganti baju, kan?"
"Ah ... sebaiknya Anda tidak perlu mandi dulu, Nona. Saya akan membantu Anda mengelap tubuh Anda dengan handuk basah. Silakan berbaring di tempat tidur saja," ucap sabrina, terlihat sedikit panik saat mendengar Tuannya yang sedang tidak sehat itu, ingin mandi.
"Jangan berlebihan. Saya bisa membersihkan diri saya sendiri. Tolong tunjukkan kamar mandinya!" seru Erika, dengan intonasi dingin yang membuat sabrina tidak berani membantah.
"Baiklah, saya akan mengantar Anda pergi. Silakan ikuti saya, Nona."
Nathania keluar dari ruang kamarnya dan mengikuti langkah Sabrina menuju sebuah ruangan yang ada tepat di samping kamarnya.
Sudah ada tiga orang pelayan lain yang berpakaian seperti maid, yang berdiri di depan pintu ruangan itu.
"Baiklah, terima kasih." Nathania masuk ke dalam ruangan itu dan tidak membiarkan seorang pelayan pun menemani dirinya.
"E-eh ... Nona, Anda tidak membiarkan kami membantu?" tanya Sabrina, berujar dari depan pintu ruangan yang telah ditutup Nathania dari dalam.
"Ya, saya bisa mandi sendiri. Tidak perlu cemas! Aku ini sudah berusia 18 tahun," sahut Nathania, dari dalam ruangan.
Sabrina dan beberapa pelayan yang berjaga di depan ruangan itu, merasa sedikit khawatir dan gelisah karena sikap Nonanya sangat aneh.
"Nona Sabrina, saya dengar Nona Nathania mengalami cedera di kepalanya akibat jatuh dari pohon. Apa beliau benar-benar kehilangan ingatannya? Sikapnya terlalu aneh dan tidak biasa. Saya merasa beliau seperti orang asing," ucap pelayan bernama Netty, terlihat gelisah.
"Aku juga tidak tahu Netty, Nona memang sedikit berubah sejak bangun. Caranya melihat dan berbicara serta cara jalannya juga. Walaupun sedikit kurang ajar, tapi aku masih bisa memakluminya. Yah, kita pantau dulu saja Netty. Semoga Nona kita baik-baik saja," ucap Sabrina, berusaha menenangkan pelayan Nathania yang lain, yang juga sama-sama mencemaskan keadaan Nathania seperti dirinya.
"Eh? Di mana pakaian gantinya?!" tanya Nathania, berteriak dari dalam ruangan.
Sabrina menoleh pada Netty yang menggenggam pakaian ganti Nona mereka. "Saya akan membawanya masuk. Tolong buka pintunya, Nona."
"Tinggalkan saja di gagang pintu. Dan kenapa kalian masih ada di sana? Kalian tidak punya pekerjaan untuk di kerjakan?!" celetuk Nathania, membuka sedikit pintu dan mengulurkan tangannya untuk mengambil pakaian ganti dari tangan Netty.
Dan semua pelayan langsung terkejut melihat sebagian tubuh Nathania yang telanjang terlihat jelas dari balik pintu.
"Yang Mulia! Apa yang telah Anda lakukan!!!" teriak para pelayan, kalang-kabut berusaha menutupi bagian depan pintu tersebut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
alien
yeyy isekaiii
2023-03-30
2
Nefertari Atika
yeye iskei
2023-03-09
2