Setelah selesai mandi, Nathania di bawah kembali ke kamar dan dibantu para pelayan untuk bersiap. Maksudnya, berias dan mempercantik dirinya dengan beberapa pernak-pernik yang terbuat dari permata atau berlian.
"Yang Mulia, saya harap Anda tidak bertingkah di depan Duke nanti," tutur Sabrina, memohon dengan sopan sambil menutupi wajahnya yang masih memerah mengingat kelakuan Nathania terakhir kali.
Nathania yang mendengar teguran itu, melirik Sabrina dengan tatapan datar. "Haruskah aku mendengarkan perkataan pelayan?' tanyanya, tanpa menggunakan nada angkuh.
Sabrina yang mendengar itu langsung terkejut. Dia segera meminta maaf karena perlakuannya yang tidak sopan. Dia lupa kalau Nathania sedang mengalami lupa ingatan, dan mungkin saja sikap alami bangsawan yang tidak ingin dibenarkan oleh kedudukan orang yang lebih rendah darinya, telah terpampang.
Sabrina sedikit menundukkan kepalanya, dan berkata, "Maaf atas ketidaksopanan saya, Yang Mulia. Saya tidak berhati-hati dalam berucap. Dengan-"
"Saya hanya bercanda, Nona Sabrina. Anda tidak perlu tegang begitu," celetuk Nathania, membuat kepala Sabrina kembali mendongak menatap pantulan wajah Nathania dari cermin.
"Anda tidak marah?" tanya Sabrina, terlihat canggung dan merasa kalau sikap Nathania cukup aneh untuk sekedar disebut sebagai candaan.
Nathania menatap pantulan sosok Sabrina dari cermin. "Ah ... maaf, sepertinya saya tidak pandai bercanda."
Sabrina mengerjapkan matanya beberapa kali, memperlihatkan ekspresi bodoh dan membuat Nathania merasa semakin bersalah karena telah mempermainkannya.
Tok ... tok ....
Pintu kamar Nathania di ketuk dengan pelan, membuat dua orang wanita yang sedang merasa canggung satu sama lain, menoleh ke arah sumber suara.
"Saya akan membuka pintunya," ucap Sabrina, bergegas menuju ke arah pintu dan melihat siapa yang ada di depan sana.
"Tuan Carlos? Apa yang Anda lakukan di sini?' tanya Sabrina, berbicara dengan seorang lelaki berusia 22 tahun, yang tengah berdiri di depannya saat ini.
"Aku dengar Nathania sudah bangun. Apa aku tidak boleh masuk?" Seorang pria dengan rambut pirang melongok masuk dan melihat perawakan adik perempuannya, sedang duduk di depan kaca. "Kakak tidak boleh masuk?" ucap lelaki itu lagi, seakan berbicara dengan Nathania.
Nathania yang tidak mengetahui siapa itu, melirik ke arah Sabrina dan seakan meminta penjelasan tentang identitasnya.
"Beliau adalah anak pertama dari Duke, Nona. Beliau adalah Kakak lelaki Anda. Namanya-"
"Carlos Ellworth. Kamu tidak mengingatku juga?" Carlos berhasil menerobos masuk dari si penjaga gawang, yaitu Sabrina yang berdiri di depan pintu, untuk menghalangi jalannya.
Nathania berdiri dan mendekat pada Carlos. "Anda suksesor dari keluarga ini? Calon kepala keluarga generasi kedelapan?" celetuknya, terlihat canggung dan asing.
Carlos menoleh ke arah Sabrina dengan tatapan masam. "Dia benar-benar tidak mengenaliku, kan?"
Sabrina yang mendengar itu, langsung mengulas senyuman masam dan mengangguk kecil. "Seperti yang Anda lihat, Yang Mulia. Nona Nathania tidak mengingat apa pun tentang dirinya."
Carlos mengangguk mengerti setelah mendengar penjelasan Sabrina. Walau sebenarnya dia sudah mendengar hal tersebut dari Ayah dan tabib di kediaman mereka, tapi setelah melihat keadaan Nathania secara langsung, Carlos kini benar-benar yakin kalau adiknya mengalami lupa ingatan setelah mengalami sakit keras beberapa hari yang lalu.
Carlos meraih kedua tangan Nathania dan menggenggamnya dengan lembut. "Tidak apa, Nathania. Cepat atau lambat kamu akan mendapatkan ingatanmu kembali," ucapnya, dengan ekspresi sedih dan ada suara yang sangat lembut.
Nathania yang diperlakukan seperti itu, merasa sedikit canggung karena di kehidupannya sebagai "Erika" tak pernah ada seorang lelaki yang berani lancang melakukan kontak fisik seperti ini kecuali tempat orang sahabatnya.
"Em ... ya, baiklah. Saya akan berusaha sebaik mungkin," jawab Nathania, tenang suara canggung dan ekspresi yang terlihat kaku. "Jadi, bisakah Anda melepaskan tangan saya? Jika terlalu lama di genggam, tangan saya akan berkeringat dan itu tidak nyaman," celetuknya, dengan suara lirih.
Carlos yang mendengar itu langsung melepaskan kedua tangannya dari tangan sang adik dan meminta maaf dengan sopan. "Maaf kalau aku sudah bertindak sesukaku. Aku harap kamu tidak marah, Nathania."
Nathania mengangguk ambigu. "Ba-baiklah, saya tidak akan marah, Ka-Kakak?"
Carlos tersenyum saat mendengar Nathania memanggilnya dengan sebutan "Kakak" sambil menunjukkan ekspresi canggung dan tak yakin.
"Ya, kamu bisa memanggilku seperti itu untuk sekarang. Semoga kamu cepat mengingat panggilan 'kesayangan' yang kamu buat untukku, Nathania."
***
Nathania berjalan satu langkah di belakang Sabrina yang sedang menuntun jalannya menuju ruangan Duke Carlin. Orang yang di sebut sebagai "Ayah" dari Nathania yang di perankan oleh Erika saat ini.
Sabrina melirik ke arah Nathania melalui ekor matanya. Dia melihat Nathania yang dari tadi terus melihat sekelilingnya tanpa bosan.
"Anda sedang menghafalkan jalan, Nona?" celetuk Sabrina, membuat Nathania mengalihkan fokusnya pada pelayan perempuan itu.
"Itu juga termasuk. Aku hanya ingin melihat-lihat rumah baruku," jelas Nathania, singkat.
Tapi lagi-lagi, perkataan Nathania membuat Sabrina merasa sedikit bingung saat mendengarnya.
"Ini memang rumah Anda, Yang Mulia. Kediaman ini adalah milik keluarga anda. Jadi ini bukan rumah baru Anda," ucap Sabrina, dengan ekspresi sedih dan nada murung.
"Ya, untuk orang yang mengingat semua hal seperti kamu. Tentu saja, kediaman ini menjadi seperti rumah. Tapi untukku, orang yang kehilangan ingatannya secara utuh! Rumah ini terasa seperti rumah baru. Terasa cukup asing dan dingin, karena aku seakan tidak mengenal siapa pun dan di paksa hidup di tempat ini. Aku harap kamu tidak salah paham dengan itu," jelas Nathania, dengan suara tegas dan ekspresi dingin.
Sabrina tidak menjawab, dia hanya sedikit menundukkan kepalanya dan menunjukkan ekspresi muram yang lebih dominan ke arah rasa sedih.
"Kita sudah sampai, Yang Mulia." Sabrina memberitahu saat mereka berdua tiba di sebuah ruangan dengan pintu yang besarnya dua kali lipat lebih lebar dari pintu kamar Nathania.
"Ini ruangan kerja, Duke?" tanya Nathania, menatap pintu besar dengan ukiran kuno di hadapannya ini, dengan menelisik tanpa mengeluarkan ekspresi sedikit pun.
"Ya, Yang Mulia. Saya akan meminta izin masuk untuk Anda terlebih dahulu. Tolong tunggu di sini sebentar," ucap Sabrina, berbicara pada seorang penjaga pintu dengan pakaian seperti ksatria.
Ksatria itu mengangguk dan menatap pada Nathania sekilas. Ketika kedua matanya bertatapan langsung dengan mata Nathania, ksatria muda itu menunduk hormat dan segera berjalan masuk ke dalam ruangan untuk meminta izin agar Nathania bisa masuk.
Clek ....
Pintu dibuka dari dalam setelah beberapa saat ksatria itu masuk ke dalam sana. Tapi anehnya, bukan ksatria itu yang membuka pintu melainkan seorang anak lelaki berusia 15 tahun.
Anak lelaki itu terlihat sedih. Tapi saat kedua matanya memandang ke arah Nathania, senyuman yang seakan dipaksakan untuk terbit dari bibirnya, terlihat dengan jelas.
"Anda sudah sadar, Yang Mulia. Senang melihat Anda sudah sehat," ucap pemuda lelaki itu, sambil menunduk hormat dan menunjukkan sikap sopan.
"Siapa nama Anda?" tanya Nathania, dengan suara lembut dan intonasi yang sopan.
Pemuda lelaki itu langsung menatap ke arah Sabrina, menunjukkan ekspresi bingung karena dia tidak tahu apa yang sudah terjadi pada Kakak perempuannya ini.
"Maaf Pangeran Azel. Sepertinya Anda belum mendengar berita tentang Nona Nathania yang kehilangan ingatannya karena Anda baru pulang dari akademik," jelas Sabrina, dengan wajah masam.
"Apa? Kakak hilang ingatan?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments