"Pangeran Daniel, Anda ingin bertemu dengan Kaisar?" tanya seorang wanita, berjalan mendekati Daniel.
Daniel menoleh pada wanita tersebut dan mengangguk singkat. "Ya, lalu kamu ingin pergi ke mana, Putri Salvina?" tanyanya, mulai berjalan beriringan dengan Salvina, adik perempuannya, menyusuri lorong panjang dengan karpet biru yang membentang di sepanjang jalanan lorong.
"Saya akan bertemu dengan Selir Elena. Saya ada janji minum teh bersama dengan beliau. Anda juga ingin bergabung dengan kami setelah bertemu dengan kaisar? Saya akan meminta izin pada selir jika Anda menginginkannya," ucap Putri Salvina, menawarkan dengan semangat yang tinggi.
Pangeran Daniel menggelengkan kepalanya pelan. "Tidak perlu, Putri. Setelah bertemu dengan kaisar, saya harus pergi dengan putra mahkota mengunjungi barat. Ada beberapa laporan yang membuat putra mahkota harus terjun secara langsung di lapangan. Karena itu, beliau meminta saya untuk menemaninya."
Putri Salvina yang mendengar itu hanya mengangguk mengerti, walaupun wajahnya terlihat sedikit kecewa setelah mendengar jawaban itu.
Dan keduanya bertemu cabang lorong yang membuat kaki kedua remaja itu berhenti di tengah-tengahnya.
"Kalau begitu saya akan pergi ke arah sini. Sampai jumpa, Kak. Hati-hatilah di jalan," ucap Putri Salvina, melambaikan tangannya dengan anggun sambil berjalan pergi dengan langkah pelan meninggalkan Pangeran Daniel.
Daniel hanya tersenyum dan memastikan adik perempuannya benar-benar pergi dari tempat itu, sebelum dia mendengus kasar dan menunjukkan watak yang sebenarnya.
"Memuakkan, dunia ini. Benar-benar memuakkan!" desisnya, tampak jengkel.
David mengusap rambutnya kasar ke arah belakang dan membuatnya sedikit berantakan. Ya, David! Lelaki yang datang ke dunia ini bersama dengan Erika.
Entah kenapa tiba-tiba dia dipanggil dengan sebutan 'Pangeran Daniel' di tempat entah berantah yang tidak diketahui apa nama daerahnya ini.
Yang jelas, selama satu minggu ini dia sudah beradaptasi dengan sangat baik untuk sekedar membuat aman nyawanya sendiri.
***
Nathania berjalan mengikuti langkah Duke Carlin yang membimbing nya masuk pada sebuah ruangan besar dengan interior mewah bergaya modern.
Di tengah-tengah ruangan itu, Nathania melihat sebuah meja makan besar nan panjang yang berada di tengah-tengah ruangannya.
"Sepertinya yang lain belum datang. Kamu duduklah dulu, aku akan minta para pelayan untuk memanggil yang lain agar kita bisa segera makan," ucap Duke Carlin, sambil menarik sebuah kursi dan meminta Nathania untuk duduk di sana.
Nathania menurut. Dia duduk di tempat itu dan membiarkan sang Ayah berjalan pergi meninggalkannya.
Tapi Duke Carlin tidak pergi jauh dari ruangan itu, hanya pergi ke depan pintu dan bercakap pada seorang pelayan lelaki yang berdiri di salah satu sisi pintunya.
Tak lama setelah itu, Duke Carlin kembali masuk dan duduk di tempatnya. Kursi yang ada di paling ujung di salah satu sisi yang pendek, saat meja makan mereka berbentuk persegi panjang.
"Pelayan tolong ambilkan segelas jus untuk Putri Nathania. Dia tidak bisa memulai makan lebih dulu karena yang lain belum datang. Setidaknya dia bisa meminum segelas jus untuk mengganjal perutnya, pinta Duke Carlin, dengan penuh perhatian.
Pelayan perempuan yang berada di dekat mereka, langsung menunduk dan menerima perintah itu. Dia pun pergi keluar ruangan dan mengambil sesuatu yang diminta oleh Tuannya.
"Aku baik-baik saja, Ayah. Seharusnya tidak perlu seperti itu," jelas Nathania, sambil mengulas senyuman masam.
Duke Carlin langsung tampak canggung. Dia mengulas senyuman masam dan segera memalingkan pandangannya dari tatapan Nathania.
Keduanya memang sepakat bertingkah seperti Ayah dan anak ketiga berada di luar ruangan. Setidaknya, saat mereka tidak berdua saja. Dan Nathania menyetujui itu.
Lagi pula, akan aneh juga hubungan mereka sangat meregang sampai seperti orang asing. Padahal konteksnya mereka masih satu keluarga.
Walaupun Nathania dikabarkan kehilangan ingatannya, akan tetap aneh jika dia bersikap lebih dari canggung pada orang yang dia tahu statusnya adalah Ayah kandungnya. Mangkanya, kedua orang itu memutuskan hal demikian.
Tak lama setelah itu, seorang perempuan taruh baya dengan wajah baby face, masuk ke dalam ruangan itu dengan senyuman lembut ketika memandang kepada Nathania.
"Syukurlah kamu sudah bangun, Nak. Ibunda kira para pelayan hanya membicarakan halo omong kosong, karena tidak ada pemberitahuan resmi dari Ayahmu tentang kamu yang sudah bangun. Maaf jika Ibunda tidak bisa langsung menjengukmu kala itu. Ibunda harap kamu bisa memakluminya," ucap wanita itu, sambil berjalan ke arah Nathania dan duduk di kursi yang ada tepat berada di sebelah Nathania.
Nathania tersenyum lembut dan mengangguk mengerti. "Tidak masalah, Ibu. Saya dengar dari para pelayan kalau tugas Ibunda tidak kalah banyaknya dengan pekerjaan Ayah. Saya mengerti kalau Anda orang yang sibuk dan sulit untuk meluangkan waktu. Jadi tidak perlu sungkan, Ibu."
Tutur Nathania yang begitu lembut, membuat wanita itu merasa sangat bersyukur. Bahkan kini, wanita yang kerap disebut sebagai 'Ibunda'-nya itu, kini sudah memeluknya singkat dan sempat mengecup pipi Nathania dengan lembut.
Lagi-lagi Nathania tersenyum. Dia terlihat canggung, karena ini pertama kalinya Nathania diperlakukan seperti ini dengan orang yang disebut sebagai 'orang tuanya'. Karena di kehidupan sebelumnya, Nathania tidak pernah mendapat kasih sayang seperti ini dari kedua orang tuanya.
Mereka yang sibuk bekerja dan penting tulang untuk menghidupi tiga orang anaknya, pasti sangat sibuk. Dan Erika, gadis yang hidup di kota metropolitan, sebelum mengetahui identitasnya berubah menjadi Nathaniela Ellworth itu, jelas memahami sikap orang tuanya dengan baik.
Tidak ada orang tua yang kejam. Hanya terkadang, mereka menjadi orang dewasa yang menyebalkan saat terimpit oleh keadaan. Setidaknya, itu yang dipercayai Erika semasa hidupnya sebagai gadis kota.
"Ah, aku sungguh tidak sopan. Seharusnya aku memperkenalkan diri terlebih dahulu padamu, kan? Karena kamu tidak mengingat siapa kami," ucap wanita paruh baya itu, sejenak setelah dia melepaskan pelukannya dari tubuh Nathania.
Nathania menggelengkan kepalanya pelan. "Tidak perlu, Ibu. Ayah sudah mengatakannya kepada saya. Anda adalah Putri tertua dari keluarga Eldora. Edelia Eldora. Wanita kesayangan Ayah saat ini. Benarkan?" tanyanya, langsung membuat pipi Edelia merona.
Tentu saja Edelia yang mendengar hal itu, langsung dibuat mati kutu karena malu. Dia menatap ke arah Duke Carlin, suaminya.
"Bisa-bisanya kamu mengatakan hal seperti itu kepada Putri kita. Kamu sengaja ingin membuatku malu di depannya? Ini seperti kesan pertama yang kamu berikan pada anak kita, sayang. Karena dia kehilangan seluruh ingatannya, jelas hal pertama yang dia tahu tentang keluarganya akan kembali menjadi kesan pertama," ucap Edelia, berusaha menetralisir wajahnya yang masih memerah padam.
Duke Carlin hanya mengulas senyuman tipis dan menegak air putihnya. "Justru karena itulah, aku ingin memperbaiki sedikit citra kita di depan anak kita," ucapnya, dengan wajah setengah malu.
Nathania hanya diam dan memandangnya lurus. "Apakah hubungan Nathania yang asli dengan kedua orang tuanya dulu tidak berjalan baik?" batinnya, curiga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments