Sabrina menundukkan kepalanya, menunjukkan sikap hormat pada Pangeran termuda di kediaman Ellworth.
"Maaf Pangeran Azel. Sepertinya Anda belum mendengar berita tentang Nona Nathania yang kehilangan ingatannya, karena Anda baru pulang dari akademik," jelas Sabrina, dengan wajah masam.
Mendengar itu, Azel langsung terperangah sambil memandang ke arah Nathania yang terus memandangnya dengan intens. "Apa? Ka-Kakak hilang ingatan?"
Nathania yang mendengar itu langsung mengangguk singkat sebagai jawaban dari pertanyaan tersebut.
"Jadi Kakak tidak ingat siapa pun? Tidak ingat dengan Ayah dan Ibunda juga?" tanya Pangeran Azel, seperti tidak percaya dengan kenyataan tersebut.
Nathania kembali mengangguk dan mengulas senyuman lembut. "Jika saya berbohong, apa saya harus bertanya tentang siapa nama Anda, Pangeran?"
Pangeran Azel melirik ke arah lain. Berusaha menenangkan pikirannya yang langsung kacau saat itu juga. "Tunggu dulu, kalau keadaannya sangat buruk, kenapa orang-orang hanya berkata kalau Kakak hanya sakit kepadaku? Apa tujuan mereka berbohong?!" geramnya, terlihat cukup kesal.
Sabrina menundukkan kepalanya. Dia juga merupakan salah satu orang yang bisa disebut sebagai pembohong, karena dirinya juga ikut berbohong kepada Pangeran Azel tentang keadaan Tuannya.
"Mungkin karena saat itu Anda mengalami situasi yang membuat mereka semua berbohong," celetuk Nathania, membuat pandangan Pangeran Azel jatuh padanya.
"Maksud Anda?" tanya Pangeran Azel, dengan intonasi suara yang naik satu oktaf.
Nathania melirik ke arah Sabrina. Dan Sabrina yang paham dengan hal itu, langsung buka suara.
"Maafkan kelancangan kami, Pangeran. Saat itu kami melakukan tindakan tersebut karena Anda sedang masa ujian untuk lulus dari akademik. Karena itulah kami sepakat berbohong kepada Anda, agar Anda tidak merasa cemas dan semua urusan Anda di akademik menjadi lancar," ucap Sabrina, berusaha menjelaskan sebaik mungkin.
Tapi tampaknya, Pangeran Azel masih cukup kesal karena faktanya dia tetap di bohongi oleh semua orang.
"Tetap-"
Clek ....
Suara pintu yang dibuka dari dalam, membuat perkataan Pangeran Azel terhenti dan pandangan ke tiga orang itu beralih pada sosok lelaki yang keluar dari ruangan tersebut.
"Yang Mulia, Anda diperbolehkan masuk oleh Duke. Silakan yang mulia," ucap ksatria muda itu, mempersilakan Nathania masuk ke dalam ruangan sang Ayah.
"Sampai jumpa lagi, Pangeran Azel. Kita sambung pembicaraan kita nanti, setelah aku bertemu dengan Ayah. Beristirahatlah," ucap Nathania, sambil berjalan masuk ke dalam ruangan Duke.
Pangeran Azel yang mendengar itu, langsung mengusap rambutnya dengan kasar dan menatap Sabrina dengan tatapan bengis.
Lelaki berusia 15 tahun itu mendekat ke arah Sabrina dengan langkah cepat, dan berdiri tepat di depannya dengan tatapan tajam.
Sabrina langsung menundukkan kepalanya, tidak berani melihat ekspresi Pangeran Azel yang terlihat sangat menyeramkan.
"Maaf-"
"Aku tidak membutuhkan maafmu Sabrina! Sekarang ikut denganku pergi ke taman dan jelaskan semua yang terjadi kepada Kakak. Aku tidak peduli lagi! Lagi pula, semua usaha kalian tetap saja gagal karena aku tidak berhasil lolos ujian. Persetan dengan perkataan Ayah yang memintaku untuk tidak memikirkan apa pun kecuali belajar. Sekarang ayo pergi, agar aku bisa mendengar penjelasanmu!" ucap Pangeran Azel, menyeret tangan Sabrina dengan kasar dan membawanya pergi.
Ksatria muda yang melihat hal itu hanya bisa terdiam, karena mereka semua tahu kalau temperamen Pangeran Azel akan semakin buruk jika ada orang lain yang ikut campur dalam masalahnya.
"Maafkan aku Sabrina. Aku tidak bisa membantumu," gumam ksatria muda itu, merasa bersalah.
Sementara itu di dalam ruangan ...
Nathania sudah berdiri di hadapan Duke Carlin yang masih setia duduk di singgasananya. Kedua manik mata cokelatnya tidak melepaskan perawakan lelaki paruh baya yang memiliki rambut pirang yang persis dengan Pangeran Carlos, anak pertama di kediaman Ellworth.
"Kamu sudah sarapan? Bagaimana kalau kita duduk dan minum teh sambil membahas permasalahan kita?" tanya Duke Carlin, memandang putrinya yang terus menatapnya lekat dengan tatapan dingin, tanpa ekspresi.
"Sedikit kurang tepat kalau disebut sebagai masalah kita. Bukankah ini hanya masalah Anda? Karena Anda yang sudah menyeret saya masuk ke tempat ini." Nathania menatapnya dengan dingin dan tegas. "Sebelum masuk ke dalam permasalahannya, bisakah Anda menjelaskan kenapa saya dibawa ke sini dan untuk alasan apa saya menjadi putri Anda? Sebab saya harus tahu awal mulanya, untuk bisa melanjutkan kehidupan ini, kan?" ucapnya, dengan intonasi yang tegas.
Duke Carlin yang tak pernah mendapatkan perlakuan tidak sopan seperti ini, merasa sedikit kesal saat tahu ada seorang gadis kecil yang berani menentang keputusannya.
Tapi apalah daya? Jika wanita ini mengungkap kebenarannya di depan publik, semuanya akan menjadi lebih gawat untuknya. Sementara dia juga tidak bisa menghabisi perempuan ini, sebab dia membutuhkan usahanya untuk menyelamatkan kelangsungan hidup keluarganya.
Carlin bangkit dari tempat duduknya dan berjalan mendekati sofa. "Mari kita duduk dan berbicara sambil minum teh. Tidak sopan kalau membiarkan seorang Lady terus berdiri seperti itu, saat pembahasan kita cukup panjang."
Nathania berjalan mendekati sang Ayah dan duduk tepat di hadapan lelaki itu. "Baik, saya sudah duduk, kan? Sekarang kita bisa masuk langsung ke intinya?"
Carlin menganggukkan kepalanya pelan dan menatap wajah Nathania yang terus memperhatikannya dengan sorot mata tegas. Seakan mengingatkannya pada sosok wanita yang sudah berulang selama 10 tahun yang lalu.
Duke Carlin tersenyum masam dan mengambil cangkir tehnya, lalu menyesap seduhan kelopak bunga krisan itu dengan anggun.
"Saya memiliki seorang istri yang sudah meninggal cukup lama. Mungkin sekitar 10 tahun yang lalu. Dia sangat mirip dengan wajah Anda. Begitu pula dengan anak saya yang tiba-tiba menghilang di malam pertunangannya dengan putra mahkota."
"Wajah saya mirip dengan istri Anda?" tanya Nathania, sambil mengerutkan keningnya samar.
Duke Carlin mengangguk pelan dan menunjuk sebuah foto yang di bingkai dengan pigura yang terbuat dari emas, yang dia pajang tepat di belakang kursi singgasananya.
Nathania menoleh pada foto itu dan terdiam kaku. "Mama?" gumamnya, dengan ekspresi wajah yang tidak terkontrol.
"Anda mengenal beliau?" tanya Carlin, menatap Nathania yang sudah berjalan mendekati foto itu dan terus memandangnya dengan ekspresi kaget dan setengah cemas.
"Ya, saya kenal dengan wanita di foto ini. Saat menikah dengan Anda, berapa usia beliau?" tanya Nathania, spontan menoleh ke arah Carlin.
"18 tahun. Dia mengandung di usia muda. Di usianya ke-19 tahun. Lalu sayangnya, saat usianya 21 tahun dia meninggal. Tapi sebenarnya tidak begitu," ucap Carlin, mengundang kerutan di wajah Nathania.
"Apa maksud Anda?" tanya Nathania, berjalan mendekat ke arah Carlin dan kembali duduk di posisinya.
"Sebenarnya istri saya itu menghilang saat malam bulan purnama, tempat di saat usianya beranjak 21 tahun. Saya sudah mencarinya ke seluruh benua tapi tetap tidak ada seorang pun yang pernah mengenal atau bahkan melihatnya. Karena itulah, saya menyatakan kalau dia sudah meninggal," jelas Duke Carlin, sedikit menundukkan kepalanya dan mengulas senyuman pedih.
Nathania menarik tubuhnya ke belakang, bersandar di kepala sofa dengan kedua tangan yang sudah di lipat di depan dada.
"Mama menikah dengan Ayah saat usianya 22 tahun. Itu berarti, setelah 1 tahun menghilang dari dunia ini. Mama menikah dengan Ayah." Erika mengerutkan keningnya semakin dalam. "Apa mungkin, mama berpindah dimensi seperti aku? Mangkanya itu, aku juga bisa masuk ke dunia ini dengan mudah?"
Ekspresi wajah Erika yang terlihat berpikir keras, sedikit mengusik ketenangan Duke Carlin.
Tentu saja ada yang menjanggal di hati sang Duke. Anak perempuan yang di bawanya dari dimensi berbeda, ternyata mengenali sosok istri pertamanya.
"Jangan-jangan, apa mereka memiliki ikatan darah?" pikir Duke Carlin, mulai sedikit curiga tentang identitas Erika yang sebenarnya. "Sebenarnya, siapa dia?!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
Nety Andriani
tetap semangat kak..aku mendukungmu..
2023-03-22
1