TABIR (Pelakor Itu Ternyata Adikku)
Dara namanya, seorang wanita cantik dan lemah lembut yang menjadi idaman banyak pria dan para ibu mertua diluar sana.
Tapi sayangnya, Dara sudah menikah. Memiliki seorang suami bernama Fatan yang juga adalah tipe-tipe suami dan menantu idaman. Bekerja kantoran dan mapan, siapa yang tidak menginginkannya menjadi imam? Ditambah fisiknya yang kekar dan wajahnya yang tampan membuat bahkan adik kandung dari Dara pun pelan-pelan mulai menyimpan rasa pada kakak iparnya itu.
"Mas, lagi apa?" sapa Dara sambil duduk di sebelah suaminya yang tampak sibuk berkutat dengan laptop.
Fatan menoleh dan tersenyum lembut, menampakkan kedua lesung pipinya.
"Biasa, Sayang. Cari nafkah, buat kamu," jawab Fatan penuh cinta.
Dara tersipu malu, padahal itu bukanlah pertama kalinya Fatan bersikap romantis padanya.
"Mama, Tante Indi telfon!" teriak Fatur, anak lelaki Dara dan Fatan.
Mereka mempunyai sepasang anak kembar, Fatur dan Farah namanya. Sekarang umurnya sudah lima tahun, dan bersekolah di PAUD tak jauh dari rumah mereka.
"Iya, Mama kesana," sahut Dara sambil berpamitan pada Fatan dan gegas menuju kamar bermain anak-anaknya.
Rumah yang luas dengan fasilitas lengkap yang di sediakan suaminya, membuat Dara benar-benar bersyukur bisa dinikahi oleh Fatan. Lelaki baik yang dikenalnya sejak masih menjadi remaja SMA, siapa sangka sang idola sekolah itu sekarang justru menjadi suaminya.
"Mama angkat telpon dulu ya, Sayang," pamit Dara sambil berlalu agak menjauh dari tempat anak-anaknya tengah bermain puzzle.
Fatur dan Farah hanya mengangguk karena lebih sibuk dengan permainan mereka, mereka tampak fokus menyusun puzzle-puzzle tersebut.
"Assalamu'alaikum, Dek. Kenapa?" ucap Dara setelah menjawab panggilan telepon Indi adiknya.
"Wa'alaikumsalam, Mbak. Ini ibu mau ngomong katanya," sahut Indi di sebrang telepon.
Terdengar suara gemerisik saat Indi menyerahkan ponsel pada ibu mereka.
"Dara?" ucap sang ibu yang bernama Bu Maryam dengan lembut.
"Iya, Bu? Ada apa? Ibu mau main kesini?" ujar Dara menerka-nerka.
"Nggak, tapi ibu mau minta tolong sama kamu, Nduk," ucap Bu Maryam lagi, terdengar penuh harap.
Jantung Dara berdegup kencang tiba-tiba padahal ibunya beluk mengucapkan apapun.
"Minta tolong apa, Bu? Sudah ngomong saja. Insyaallah kalau Dara bisa pasti Dara bantu," ucap Dara setelah menguasai dirinya.
"Ini, Nduk. Kan adikmu sebentar lagi mau kuliah, kalau boleh biar dia tinggal sama kamu. Soalnya kalau harus ngekos ibu kok malah takut dia kenapa-kenapa, soalnya anak gadis ibu tinggal dia. Ya, itu juga kalau kamu boleh, Nduk," papar Bu Maryam.
Dara menghembuskan nafas lega. entahlah, dia pun sebenarnya tak mengerti kenapa tiba-tiba tadi jantungnya berdegup begitu kencang seperti dilamar kolongmelarat. Eh
"Dara kira minta tolong apa?" kekeh Dara mencairkan suasana.
"Jadi bagaimana, Nduk? Boleh?"
"Ya jelas boleh lah, Bu. Indi itu kan ya adikku, masa aku tega biarin dia tinggal di kos-kosan. Sedangkan rumah ini saja punya banyak kamar kok," sahut Dara santai.
Si kembar tampak menatap mamanya penuh tanya, namun kembali tak peduli dan memilih sibuk dengan puzzlenya lagi.
Fatan masuk ke kamar si kembar, dan ikut bergabung bermain dengan anak-anaknya. Sembari menunggu istrinya selesai bertelepon ria, karena rupanya dia lumayan penasaran dengan apa yang dibahas mereka sekian lamanya.
"Jadi kapan mau berangkat kesininya? Ibu ikut nganter kan? Sekalian main kesini, masa nggak kangen sama si kembar?" tanya Dara lagi.
"Insyaallah besok kami kesana, nganter adikmu sekalian mau jengukin cucu-cucu nakal ibu. Oh iya, jangan lupa kasih tahu suamimu dulu kalau dia juga setuju baru besok ibu sama Indi berangkat,"
Dara melirik Fatan yang ternyata juga sedang meliriknya, kemudian tersenyum kecil dan kembali menyahuti ucapan ibunya.
"Iya, Bu. Bisa diatur kalau itu. Ya sudah Dara tutup dulu teleponnya ya, nanti Dara kasih tahu kalau sudah di izinkan. Assalamu'alaikum," ujar Dara mengakhiri sambungan teleponnya.
Dara berjalan keluar kamar diikuti Fatan yang sudah kepo akut di belakangnya. Sedikit berlari Dara justru menggoda suaminya dengan masuk kedalam kamar dan menutupnya sambil tertawa.
"Ah Sayang, kenapa ditutup sih? Mas sudah penasaran ini," rengek Fatan didepan pintu kamarnya yang ditutup dari dalam oleh Dara.
Dara terkikik di balik pintu.
"Mas mau masuk?"
"Iya, Sayang. Boleh ya," rengek Fatan seperti anak kecil. Untungnya saat itu anak-anaknya tidak ada yang melihat tingkah absurd papanya.
"Boleh, tapi ada syaratnya," celetuk Dara sambil membuka sedikit pintu untuk mengintip wajah memelas Fatan.
"Syarat? Mau masuk kamar sendiri segala pake syarat sih, Sayang?" keluh Fatan.
Wajah tampannya mengerut dengan bibir mengerucut, ekspresi yang hanya akan dia tunjukkan di depan istri tercintanya seorang.
"Sudahlah, sekarang kalau Mas mau masuk. Mas ambilin dulu es krim di kulkas bawa kesini sekalian sama sendoknya," titah Dara sambil cekikikan.
"Huh, bilang saja males ambil sendiri," gerutu Fatan, namun tetap melangkah juga untuk mengambilkan permintaan istrinya itu.
"Ini es krimnya, Nyonya," ujar Fatan dengan bergaya seperti pembantu rumah tangga.
Dara tergelak, lalu lekas meraih cup besar es krim tersebut berikut sendoknya dari tangan Fatan. Dan melangkah ke balkon untuk menikmatinya.
"Mas, aku mau minta izin," ucap Dara setelah Fatan duduk di hadapannya.
"Izin buat apa? Kamu mau kemana Sayang?"
"Ah, nggak. Bukan buat aku, itu loh si Indi. Dia mau ikut tinggal disini selama kuliah," ujar Dara membeberkan percakapannya dengan ibunya tadi.
"Jadi tadi kamu sama ibu ngomongin itu?" tanya Fatan yang sudah tak lagi penasaran.
Dara mengangguk sembari menyuap sesendok penuh es krim ke mulutnya.
"Kamu yakin mau bawa Indi tinggal disini?" tanya Fatan tak yakin.
Dahi Dara mengernyit.
"Iya, memangnya kenapa Mas? Kamu nggak nyaman ya?" tanya Dara khawatir.
Fatan menggeleng sambil tersenyum, tak ingin membuat istrinya kecewa.
"Nggak kok, Mas malah khawatirnya kamu yang nggak nyaman. Soalnya kan kamu terbiasa cuma sama anak-anak di rumah kalau Mas kerja, Mas cuma takut kamu jadi merasa terganggu kalau ada orang lain," terang Farah penuh pengertian.
Dara tersenyum senang, segitu perhatiannya suaminya padanya.
"Nggak lah Mas, inikan adik aku sendiri. Malah bisa jadi temen kalo misalnya Mas dinas keluar kota," ucap Dara meyakinkan.
"Baiklah, kalau kamu maunya begitu Mas bisa apa? Kamu itu prioritas Mas, apapun mau kamu Mas akan dukung," tukas Fatan akhirnya.
Senyum Dara mengembang lebar, kemudian bergegas memeluk Fatan dengan penuh cinta.
Walau dalam hatinya ada sekelumit perasaan aneh yang tak pernah dia rasa sebelumnya, tapi berusaha ditepisnya.
"Terima kasih banyak pengertiannya, Mas. Kamu suami terbaik di dunia, bahkan dewa sekalipun mungkin akan iri dengan kesempurnaanmu di mataku," bisik Dara penuh cinta.
Tanpa ia sadari, kehancuran itu akan datang mengetuk pintu rumah tangganya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 252 Episodes
Comments
Nilam Nuraeni
semangat kak❤
2023-03-31
0
AGOES TIE NAE 1
keren kak, aku suka
2023-03-13
0
Soraya
permisi numpang duduk dl ya kak
2023-03-12
1