Keesokan harinya.
"Assalamu'alaikum," suara dari luar rumah Dara dan Fatan.
Suara yang familiar membuat Dara segera berlarian menuju ambang pintu rumahnya dan membukanya dengan tak sabar.
"Wa'alaikumsalam, Alhamdulillah akhirnya sampai juga," ucap Dara senang sambil memeluk ibu dan adiknya bergantian.
Indira, adik dari Dara tampak
terperangah melihat indahnya rumah sang kakak. Matanya menelusuri seluruh bagian yang terjangkau penglihatannya dengan terkagum-kagum.
"Ini rumah kamu, Mbak? Besarnya ... sudah kayak istana," ujar Indi penuh kekaguman.
"Nah, baru tahu kan kamu kenapa bapak sama ibu itu sering masuk angin kalo pulang dari nginep disini? Ini baru luarnya, coba kalau nanti masuk berasa di dalam kulkas tahu kamu. Jangan lupa sedia minyak angin kamu, Ndi. Biar mbakmu nggak repot ngerokin tiap hari," kelakar Bu Maryam menggoda putri bungsunya.
Indi yang memang tak pernah mau jika diajak bertandang kerumah Dara sejak dulu hanya bisa manyun saja, karena baru tahu kalau kehidupan kakaknya yang sangat dia sayangi itu ternyata sudah setara dengan kehidupan para artis-artis yang sering dia tonton di tv.
"Sudah, sudah. Yuk masuk yuk, istirahat dulu mumpung si kembar belum pulang sekolah, Bu. Kalo sudah pulang dan tahu nenek sama tantenya disini pasti langsung heboh," tukas Dara sambil berjalan masuk mendahului ibu dan adiknya.
Indi masih memperhatikan setiap jengkal bagian rumah Dara yang memang sangat nyaman dan apik, baru beberapa langkah menapakkan kakinya di dalam rumah tersebut sudah membuat Indi betah. Untungnya itu rumah kakaknya sendiri jadi dia tidak perlu takut diusir walaupun bersikap norak.
"Fatan kemana, Nduk?" tanya Bu Maryam setelah menghenyakkan tubuhnya di atas sofa empuk milik Dara.
Pun begitu dengan Indi, yang sampai melonjak-lonjakkan tubuhnya diatas sofa mahal tersebut. Seperti anak kecil mendapat mainan baru.
"Mas Fatan ada,Bu. Lagi ngerjain tugas kantor di kamar, sebentar Dara panggil ya," ujar Dara sambil berlalu menuju kamarnya.
Sementara Bu Maryam yang mulai jengkel dengan kenorakan Indi mulai melotot ke arah anak bungsunya itu.
"Heh! Sudah, nanti jebol itu kursi kamu gejlok-gejlok (lonjak-lonjak) begitu," seru Bu Maryam setengah berbisik, ingin malu tapi ingat itu darah dagingnya.
"Sofa Bu, dari jaman dinosaurus beranak sampai bertelur juga ini itu namanya sofa. Beda lo Bu," kilah Indi sambil tetap melonjak-lonjakkan tubuhnya diatas sofa empuk itu.
Bu Maryam hanya mencebik, dan memilih meminum sirup dingin yang sudah disajikan Dara sebelumnya.
"Mas," panggil Dara lembut, mengalungkan lengannya ke leher Fatan dan berbisik lembut di telinga suaminya itu.
"Ada apa, Sayang?" sahut Fatan tak kalah lembut, sebelah tangannya terangkat mengelus pipi Dara sedangkan tangan yang sebelah lagi tetap sibuk berkutat dengan keyboard laptopnya.
"Masih sibuk ya?" tanya Dara bernada manja.
Fatan menghentikan kegiatannya, kemudian melepas pelukan tangan Dara dan memutar posisi kursi kerjanya.
"Sudah nggak tuh," sahut Fatan sambil tersenyum lebar dan membawa Dara ke dalam pangkuannya.
Sudah hal biasa bagi mereka beromantis ria seperti itu, apalagi jika anak-anak mereka sedang tidak di rumah.
Dara kembali mengalungkan tangannya ke leher Fatan, dalam posisi berhadapan.
"Ibu sama Indi sudah sampai," ucap Dara memberitahu.
Raut wajah Fatan tak berubah, hanya senyum manisnya saja yang tampak semakin memikat di mata Dara.
"Oh ya? Lalu kenapa kamu malah membuat kita semakin lama disini, Sayang? Bukannya ibu dan Indi sedang menunggu?"
Dara mengerucutkan bibirnya, sambil memukul pelan pundak kekar suaminya yang terbalut kaos putih pas badan. Mencetak roti sobek di perutnya dengan sukses.
"Apa maksudmu memakai kaos ini, Mas? Ingin memamerkan aset berharga milikku di depan ibu dan Indi?" ketus Dara sembari menggerayangi lekuk perut suaminya yang selalu memabukkan.
Fatan tertawa kecil sampai perut dan bahunya berguncang.
"Hahahah, lihatlah dirimu Sayang. Kamu sudah sesempurna ini pun masih bisa takut dan cemburu. Tenanglah, bidadari sekalipun tidak akan mampu meluluhkan hatiku," gombal Fatan sambil mengecup gemas pipi istrinya yang mulai memerah.
Dara berdiri dengan membuang muka, walau sudah seringkali di puji demikian oleh Fatan tapi tetap saja rasanya tetap berdebar tak karuan.
"Apa sih, Mas. Sudah sana ganti baju, kita ke depan sama-sama," tandas Dara sambil berlalu menuju kamar mandi di kamarnya.
Fatan tertawa kecil sambil bergegas menuruti perkataan istrinya.
"Sudah belum, Mas?" tanya Dara yang baru saja keluar dari kamar mandi seusai membasuh mukanya.
"Sudah kok," sahut Fatan yang sudah siap dengan setelan baju kaos oblong bergambar singa dan sebuah sarung sebagai pengganti celana.
Dara menepuk jidatnya, ingin protes tapi sudah tidak ada waktu lagi. Hari sudah semakin siang, sebentar lagi waktunya menjemput si kembar dari sekolahnya.
Akhirnya mereka keluar bersama-sama menemui Bu Maryam dan Indi yang tampak mulai bosan menunggu.
"Lama ya, Bu?" sapa Fatan sambil mengambil tangan ibu mertuanya dan menciumnya takdzim.
Indi yang melihat kedatangan kakak iparnya lekas memperbaiki posisi duduknya yang tadinya gegoleran menjadi duduk tegak, sambil menyalami Fatan.
"Yah, lumayan buat mimpi satu scene Nak Fatan," kelakar Bu Maryam mengundang tawa mereka.
"Wah boleh itu Bu, nanti ditulis scene mimpinya terus di upload ke novel online. Lumayan buat beli sawah Bu," kelakar Fatan pula.
"Kalo mimpinya punya rumah gedongan tapi nggak ada tangga buat naik turunnya ya siapa yang mau baca Nak Fatan? Dihujat ibu yang ada nanti," kekeh Bu Maryam pula, seperti biasa mereka bila sudah bertemu akan ada saja banyolan-banyolan aneh yang di lontarkan untuk mengundang tawa orang di sekitarnya.
"Sudah Bu ah," lirih Indi yang tak terbiasa melihat ibunya akrab dengan siapapun itu tiba-tiba akrab dengan menantunya, di pikiran Indi dia takut kalau ibunya akan menjadi berita viral selanjutnya seperti yang sedang ramai dibicarakan netizen akhir-akhir ini.
Padahal Indi saja yang tidak tahu kalau pemandangan itu sudah biasa bagi Dara dan Pak Bagyo, ayah mereka.
"Nggak apa-apa, In. Insyaallah aman terkendali kok," kekeh Dara yang seakan menyadari kegelisahan adiknya itu.
"Tapi Mbak ...."
"Sudah nggak apa-apa, sudah biasa itu," kilah Dara lagi.
Percakapan mereka berlangsung seru, penuh canda dan tawa yang membuat suasana sangat hidup. Sampai saat Dara tak sengaja melihat ke arah jam dinding besar di belakang mereka dan terkejut.
"Astaghfirullah, Mas. Si kembar belum dijemput," seru Dara mengejutkan mereka semua.
"Ya Allah Mas lupa!" seru Fatan langsung bergegas menuju kamar mencari kunci mobilnya.
"Tuh kan Ibu sih gara-garanya," sungut Indi masih tak puas merutuki ibunya yang dinilai membuat kakak iparnya lupa waktu dengan obrolan unfaedah mereka.
"Daripada kamu ngomel mulu mending kamu ikut Fatan sana jemput keponakan-keponakanmu," tukas Bu Maryam dengan santainya.
"Nggak ah, nggak enak," sahut Indi sambil melirik Dara.
"Nggak enak kenapa sih? Ya sana kalo kamu mau ikut, sekalian biar tahu letak sekolahnya si kembar. Jadi nanti bisa bantu kalo Mbak sama Mas Fatan lagi nggak sempet jemput mereka," sahut Dara enteng.
Bersamaan dengan itu Fatan yang sudah kembali keluar kamar dengan menggunakan hoodie dan celana training panjang di hentikan oleh Dara.
"Mas, Indi mau ikut."
"Buruan," sahut Fatan menoleh sekilas, kemudian kembali bergegas menuju ke arah garasi.
Indi tak bergeming, sampai saat menatap ke arah ibu dan kakaknya yang juga tengah menatapnya heran.
"Iya iya, Indi ikut. Tapi kalo sampai suamimu terpesona sama aku jangan marah loh ya Mbak,"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 252 Episodes
Comments