Dendam Sang CEO Tampan
"Bisa kasih saya waktu lebih?" Seorang lelaki paruh baya duduk di depannya dengan menghiba. Sosok laki-laki muda memainkan penanya. Masih sibuk dengan berkas di tangannya. Ia mengacuhkan ucapan laki-laki paruh baya didepannya.
"Apa jaminan anda?"
Lelaki paruh baya itu dibuat bingung. Apa yang akan lelaki muda ini minta darinya, bahkan ia saja tidak bisa membayar hutangnya pada tanggal yang sudah ditentukan.
"Perusahaan saya jaminannya?" Ucap lelaki tua itu perlahan.
Tawa merendahkan pun terdengar.
"Perusahaan yang mau bangkrut itu, kau jaminkan, padaku?" Suara berat nya lirih.
Dahinya masih mengkerut. Otaknya mencari apa yang lelaki muda di depannya ini mau.
"Apa yang anda inginkan dari saya?" Tanyanya.
"Apa yang anda miliki?" Tungkas lelaki muda, membuat lelaki paruh baya itu berpikir keras.
"Anak saya, ya, bagaimana dengan anak perempuan saya sebagai jaminan?" Lelaki tua itu menelan salivanya, seorang bedeb4h sepertinya akan menumbalkan apapun termasuk sang anak perempuan, untuk melancarkan bisnisnya.
"Saya dengar kau mencari seorang istri?" Lanjut lelaki tua itu takut-takut.
"Sepakat, Anak perempuan anda! Serahkan pada saya, hutang anda lunas, Bagaimana? Bahkan Saya akan berinvestasi besar di perusahaan Anda"
Senyuman mengembang terlihat dari wajah lelaki paruh baya itu, kepalanya mengangguk cepat, tak sia-sia ia membesarkan anak perempuannya. Sangat berguna.
"Sepakat" jawaban cepat tanpa berpikir dengan nada senang terdengar di telinga lelaki muda itu.
Lelaki muda itu menarik sudut bibirnya. Senyuman berganti dengan seringaian licik, setelah memastikan lelaki bedeb4h itu keluar dari ruangannya.
***
Klink!
MAMA
Rena, kamu tidak rindu rumah? Pulanglah nak, Bagaimana kalau kita makan bersama sabtu nanti?
Pesan yang Rena intip sekilas. Membuat gadis itu menghela nafas berat, Sesuatu yang menurutnya sangat langkah. Sang Mama menghubungi dirinya.
"Rena keruangan saya!"
"Baik Bapak"
Rena Samanta Joel, Wanita muda dengan karir yang cemerlang, sebagai sekretaris ia bisa menghandle segala jenis urusan. Benar-benar cekatan.
Ia bekerja di perusahaan IBRAHIM Corp. Perusahaan yang bergerak dalam bidang properti juga industri olahraga. Ia mandiri. Memiliki sebuah rumah sendiri. Walau tidak besar namun sangat nyaman, Ia membelinya dari jerih payah juga keringat sendiri.
Juga sebuah mobil hitam Toyota GR86 yang nangkring indah di dalam garasi, kalau yang ini, hadiah dari kakaknya, Davis Joel, kakak yang ia sayangi.
Tapi Rena lebih memilih menaiki karimun wagon lungsuran sang kakak saat ke kantor entah mengapa ia lebih nyaman dengan mobil itu.
Rena membereskan perlengkapannya dan saat akan melangkah masuk ruangan pak bos, tangannya dicekal seseorang.
"Hai cantik, mau kemana?" Rena berdecak. Selalu saja playboy cap kadal buntung ini mengganggunya.
"Ka, masih pagi," keluh lelaki yang menyusul dibelakangnya.
"Ah elo ganggu aja, kan gue ngapel calon ibu dari anak-anak gue" Raka Delino, playboy, yang selalu mengganggunya adalah teman dari anak bosnya, Isaac Lewi Ibrahim II.
"Sudah sana lo temui Om Ibrahim, gue disini dulu nemenin Ayang Rena" Rena mendengar gombalan Raka hanya memutar bola matanya malas.
Siapa yang tidak malas, ia sungguh dibuat lelah oleh lelaki yang selalu saja mengikuti nya kemanapun, Jika mereka berkunjung ke lantai 46 ini.
"Kalau begitu Bapak Raka duduk manis disini" Rena mendudukan Raka di kursinya, Ia bisa melihat Raka yang kegirangan. Lalu Rena berjalan masuk mengikuti Isak, masuk ke dalam ruangan Bosnya.
"Lha kamu kemana? Masa aku ditinggal, hei Rena! Aku ikut! Jangan tinggalkan aku, honey" Rena masuk dengan berdecih. Dan semua drama yang Raka lakukan terdengar dari dalam.
"Rena pagi-pagi sudah di apelin ayang, jadi kangen istri, saya" goda Ibrahim. Rena hanya merengut, menyipitkan mata pada pria paruh baya itu.
"Yah gagal jadi menantu saya dong, gimana nih Isak? Kamu kok kalah sama Raka?" Dengusnya geli masih menggoda sang sekertarisnya.
"Eh tidak bisa, Om! ini milik Raka! Hak paten! Gak ada rebut merebut!" Protes Raka. Ia menarik Rena untuk ia sembunyikan di belakang punggungnya. Rena menatap tubuh yang menjulang di depannya dengan alis menaut.
"Sembarangan!" Cibir Rena, ia memukul punggung Raka dengan berkas, ia ingin menyerahkan berkas itu pada Ibrahim. Lelaki itu mengaduh.
"Raka sebelum janur kuning melengkung, dan belum SAH, Rena masih bebas memilih"
"Iya kan Ren, jadi kamu milih anak saya atau teman anak saya nih?" Tak ada lagi senyum di bibir Rena. Ia memandang datar pada bosnya yang suka sekali menjodohkannya pada anaknya.
"Pak Bos, nanti ada meeting jam 11 dengan FIFA, mengenai bola yang akan mereka pesan dari kita, dilanjut makan siang dengan para petinggi FIFA,"
Rena menyebutkan jadwal Ibrahim. Piala Dunia masih 8 bulan lagi dan perusahaan Ibrahim telah ditunjuk dalam pembuatan bola yang akan digunakan dalam piala dunia itu.
"Lalu sore pukul 4 ada janji dengan Ibu Nami, menemani belanja"
"Kamu saja yang menemani ya Ren, tak apalah pendekatan dengan calon mertua."
"Pa!"
"Om!" Protes kedua lelaki muda, yang satu menatap malas, yang satu menatap memicing, Dan Ibrahim senang menjahili keduanya hanya terkekeh.
"Maaf pak bos, saya ada keperluan hari ini, jadi tidak bisa menemani ibu" jawaban diplomatis a la Rena.
"Ah kamu ada kencan ya?" Tebak Ibrahim.
"Iish! Pak bos suka kepo!" Ucap Rena yang tak lagi berbicara formal dengan sang bos kembali ke mejanya. Dengan Raka mengekori.
Ibrahim sudah menganggap Rena layaknya anak sendiri hanya terkekeh geli, suka sekali ia menjahili anak muda itu.
"Mau kemana lu!" Isak menatap tajam Raka, dan tersangka hanya memperlihatkan cengiran lebarnya.
"Gak! kerja! Kerja!" Ucap Isak dengan menyeret Raka.
"Renaa~" jerit Playboy cap kadal itu memanggil namanya. Dan Rena hanya tersenyum sambil melambai.
***
Rena berjalan masuk ke dalam salah satu restoran mewah, Ia disambut oleh pramusaji, restoran itu terlihat megah dengan ornamen Cina pada pintunya.
"Atas nama Troy Joel"
Pramusaji mengarahkannya ke tempat yang telah orang tuanya pesan. Wangi masakan cina menyeruak. Membuat perutnya berteriak meminta diberi asupan.
Siang tadi ia hanya makan sedikit roti karena ia tidak sempat untuk makan siang, Rapat dengan Fifa terlalu santai dan dirasa akan molor, namun Pak Bos Ibrahim mengultimatum agar rapat tidak molor,
Dengan cekatan Rena mengatur jalannya rapat hingga semua berjalan sesuai rencana walaupun ia sendiri harus mengorbankan waktu makan siangnya.
Bosnya itu bucin akut pada sang istri. Jadi ia tak ingin mengecewakan sang istri karena keterlambatan rencana menemani sang istri.
Kadang Rena merasa kehangatan hubungan keduanya, jika melihat kebersamaan mereka. Ia senang, tapi Rena tidak berpikir kehangatan itu akan terjadi pada dirinya.
Rena sudah skeptis pada hubungan pernikahan dan berkeluarga pada dirinya. Ia pribadi tidak berminat jika ia harus menjalani keduannya.
Pintu ruangan terbuka. Rena menjejal masuk, mama dan papanya menunggunya,
"Ma, Pa, mana Kak Davis?" Sapa Rena mendekati kedua orang tuanya dan mencium pipi mereka.
"Anak mama" Wila memeluk anak perempuannya itu erat, sambutan yang membuatnya agak terdiam di tempatnya. Tidak pernah mamanya menyambut dirinya sehangat ini.
"Nanti nyusul, kamu apa kabar?" ucap Papanya yang tak menatapnya. Ia sibuk dengan benda kotak pintar dengan gambar apel kroak di belakangnya. Entah apa yang sedang ia mainkan disana. Kalian bisa menebaknya kan.
"Baik, mama sama papa bagaimana?" Pramusaji datang kembali dengan se teko teh, juga buku menu.
"Kami pesan nanti ya mbak" ucap sang mama.
"Mama tidak sebaik ini, astaga kamu kurusan, harusnya kamu pulang, tinggal dengan kami, kamu kurusan lho sayang, apa itu namanya? Kalau anak kos itu, perbaikan apa ya?" Cerewet sang mama,
"Perbaikan?" Ulang Rena.
"Iya itu lho istilah anak kos kalo pulang ke rumah, apa sih itu. Perbaikan … "
"Perbaikan gizi?" Timpal Rena.
"Nah itu, iya kamu pulang langsung perbaikan gizimu" ujar sang mama yang tak pernah memasak. Bagaimana perbaikan gizi jika ia pun sering delivery order jika di rumah.
Ini benar-benar aneh. Tak pernah sekalipun setelah ia keluar rumah, dan tinggal sendiri, mamanya jadi sepeduli ini padanya.
"Kamu minum dulu" papanya meletakkan ipadnya. Dan papanya menuangkan teh pada cangkir keramik dengan gambar ukiran cina berwarna biru dan putih.
Benar. Sesuatu yang membuatnya merinding. Papanya juga aneh tak akan sepeduli itu jika tidak terkait dengan untung dan rugi, Ada apakah gerangan? Ia harus mengirim pesan pada kakaknya dan bertanya.
Rena merogoh tas kecilnya dan mengambil ponsel, ia mulai mengetik, dan dengan cepat balasan ia dapatkan, ia buka ponselnya namun bukan jawaban yang ia dapatkan.
"Ma, Kak Davis tak bisa datang, ia ada keperluan mendadak" Rena mengucapkan apa yang Davis sampaikan melalui pesannya.
"Tak apa"
Satu kata, lagi-lagi membuat kerutan di dahi Rena, Fix! Ini tidak biasa. Ia pernah ingat saat dulu makan malam, dan Davis tidak datang, makan malam pun batal, ya seberharga itu kakaknya dimata orang tuanya.
Bahkan pernah ada peristiwa saat semua keluarga sudah berkumpul untuk ulang tahun Davis, namun batal karena Davis tidak suka dengan bentuk parkiran dari restoran yang mereka sewa. Dan pesta yang sudah disiapkan itu batal.
Juga ada saat Rena terkena demam berdarah, mama dan papanya lebih memilih menemani Davis les piano dari pada menunggu Rena di rumah sakit.
Ya seistimewa itu kakaknya. Walaupun Rena mendapatkan perlakuan berbeda dari orang tuanya, Davis sangat menyayanginya.
"Iya tak apa, Rena sayang kamu harus banyak makan,"
Kruuurkk …
"Tuh perutmu sampai bunyi" ucap halus Wila.
"Aku panggil pelayan dulu kalau gitu" Rena akan beranjak. Namun Troy menghentikan.
"Jangan dulu, kita masih menung—"
Ssrrtttt …
"Maaf terlambat" sontak semua kepala menuju pada sumber suara. Mata Rena membola lebar melihat sosok yang masuk dan duduk di samping Papanya.
"Pak Raka?" lirih Rena.
"Maaf saya terlambat Pak Joel" sosok itu menyalami tangan Troy. Juga tersenyum pada Rena yang terpaku di tempatnya.
"Tak apa nak Raka. Ayo pesan, pelayan buku menunya" pelayan memberikan mereka buku menu dan memesan yang mereka inginkan.
Rena bahkan dibantu Wila untuk memesan, ia bingung dengan kehadiran Raka di depannya dan masuk kedalam acara makan malam keluarganya. Otak pintar Rena seakan berlarian. Tak dapat mencerna dengan mudah informasi yang baru ia dapat.
Rena menatap wajah Raka yang tersenyum senang padanya. Jari Rena memberi kode untuk lelaki itu mendekat padanya. Lelaki itu mengikuti apa yang dikodekan Rena.
"Bapak ngapain disini?" bisiknya pada Raka.
"Makan malam" ucap Raka singkat dengan masih menyengir membuat Rena kesal.
"Ehem, nak Raka apa kabar? sudah lama ya tak bertemu, nak Raka" Wila mencoba berkarab ria.
"Baik tante sehat walafiat" ucap Raka.
"Ish kenapa manggilnya tante sih, panggil Mama kan nanti kamu jadi menantu mama" Wila menutup bibirnya, ia tertawa tertahan.
"Ma, Pak Raka mama jodohin sama Kak Davis?" Rena mencerna kata "menantu" yang mamanya ucapkan tertuju pada kakak lelakinya.
"Ya nggak dong sayang, Maaf ya nak Raka, Rena memang agak dong dong, kalo kesenangan, calon suaminya ganteng" kembali tawa terkekeh terdengar dari Wila.
"Sebentar! Tunggu dulu! Maksudnya Calon suami, siapa?" Rena menatap ketiganya, menanti jawaban, dengan wajah polos dan pias.
"Rena, kami ingin menjodohkanmu dengan Nak Raka,"
Rena tercenung ditempatnya. Ia menatap ketiga orang didepannya tak percaya.
***
Makan malam selesai. Rena berada di mobil Raka, papanya memaksa, ia tanpa sepengetahuan Rena menyuruh bawahannya untuk membawa pergi mobil Rena.
Rena akhirnya mengerti sekarang, mengapa kedua nya begitu terlihat menyayanginya. Ternyata perjodohan.
Rena melipat tangannya.
"Pak Raka tahu tentang perjodohan ini kan?"
"Bener, aku nggak tahu, aku disuruh datang, untuk kencan buta dan boom kamu calon istriku, aku sih iyes" tawa melingkupi mereka. Tentu saja Rena tak percaya.
"Aku tahu kamu tak percaya padaku, memang jangan percaya … " jeda lama. Rena tak mengerti jalan pemikiran Raka.
"Percaya itu sama Tuhan jangan sama aku, Musyrik" kekehan Raka. Membuat Rena semakin kesal. Ia memukul lengan Raka. Lelaki itu mengaduh namun masih terkekeh.
"Kamu nggak lapar? Tadi aku lihat kamu makan sedikit, mau melipir bentar?" Raka menaik-naikkan alisnya. Ia tahu jika lapar Rena akan segalak singa. Kebiasaan yang lucu bagi Raka.
"Terserah"
"Oke bos!" Raka membelokkan mobilnya dan memasuki kawasan makanan cepat saji.
"Mcflurry oreo, big mac, dan dua ayam, kentang ukuran besar, untuk My Queen" ia menyerahkan kantong coklat dengan lambang huruf M berwarna kuning pada Rena.
Rena membuka, lalu melahap kentang gorengnya, ia memang lapar, karena saat di restoran ia terlalu syok, jadi tak makan banyak.
Raka membelokkan mobilnya ke sebuah lapangan basket dengan penerangan sangat terang, di sana terdapat sekumpulan orang yang bertanding basket.
Ia memarkirkan mobilnya dan Rena menatap ke sekelilingnya, dan ia mengganti sepatu hak tingginya dengan sandal rumahan yang memang miliknya di mobil Raka.
Ya, Rena dan Raka dekat. Karena lelaki itu terus mendekatinya. Mereka layaknya teman. Tapi dengan kata "saling" didalamnya, saling nyaman, saling membutuhkan dan saling menggoda? Entahlah.
Mereka mengunyah dengan fokus menonton pertandingan basket yang riuh di depan sana.
Rena duduk bersila diatas kap mobil, sedangkan Raka menyandarkan tubuhnya pada kap dengan menikmati triple big mac nya. Ia pun sama laparnya seperti Rena.
"Bagaimana kalau kita coba?" Ucapan yang membuat Rena tersedak karena ketahuan memandangi lelaki itu dalam diam.
Raka mengulurkan air mineral, yang telah ia buka tutupnya. Rena meneguk air mineral itu. Hingga setengah.
"Kau membuatku kaget!" Kesalnya.
"Rena aku serius, bagaimana jika kita coba?"
"Ada aku akan selalu di sampingmu" ucap lelaki itu.
Rena menatap mata Raka lama. Ia ingin menemukan sesuatu di sana lalu Rena kembali menggigit burgernya dengan mengangguk-anggukkan kepalanya sembari mengunyah.
"Mari kita coba"
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments