Ini hari terakhir masa cutinya. Besok ia akan masuk kerja. Rena mulai bosan dan menyingkat waktu cutinya. Sudahlah cukup enam hari saja.
Tidur siang yang menyenangkan akan segera berlalu. Dalam waktu cutinya Rena habiskan dengan olah raga dan berkebun pada pagi hari dan siang tidur hingga sore dan lanjut memasak makan malamnya.
Hari ini ia sudah memiliki menu apa yang akan ia masak. Sup daging ala meksiko, pedas dan dimakan dengan tortilla. Pagi tadi ia sudah memasak dagingnya di alat slow cooker miliknya.
Bangun dengan mata masih mengantuk dan perut lapar. Senyumnya mengembang. Rena membayangkan makanan saja. Ia juga masih tetap galau dengan semua panggilan keluarganya tapi tak ada satupun panggilan dari Raka.
Fix jika tetap tidak ada kabar setelah seminggu ia akan mendaftarkan pernikahannya untuk perceraian. Atau mengajukan pembatalan nikah. Apa statusnya nanti janda perawan?
Tubuhnya tidak bisa digerakkan, ada benda keras melingkar pada pinggangnya. Tangan berbulu dengan nyaman menariknya lebih dekat.
"Jangan dulu! Aku ngantuk!" Ucap serak di belakang telingannya.
"Raka?"
"Hmn … "
Bukan rasa senang yang Rena rasakan. Ia ingin mangamuk sekarang juga. Bagaimana struggle nya dia selama enam hari terakhir.
Amarah Rena berkecamuk, pada lelaki yang terus menelusup di tengkuk lehernya. Nafas Rena memburu. Bukan, bukan terang sang, melainkan amukannya siap menyembur.
Rena berbalik. Raka menelusupkan kepalanya pada dada Rena. Ia menempelkan hidungnya dan menggoyangkan hidungnya pada bukit kembar Rena.
Raka menyukai wangi lembut dari tubuh Rena. Ia tidak menampiknya. Ia mengeratkan pelukannya dan menekan kepalanya pada dada Rena.
Rena merasakan kemarahannya semakin memuncak apalagi si suami yang kabur itu terus mencari kesempatan dalam kesempitan.
Rena memegang lengan juga bahu Raka dengan ancang-ancang kakinya menendang perut liat milik Raka.
"ARGH!" Pekik Raka.
BRUK!
Lelaki itu terjungkal di pinggir kasur. Rena menatap nyalang pada sosok Raka yang menyengir kesakitan di samping kasur. Sedangkan Rena sudah berdiri diatas kasur. Dengan tangan di pinggang.
Nafasnya kasar. Matanya menatap kesal. Tidak!
"Dari mana saja kamu! Dasar lelaki br3ngsek! Pergi tanpa kabar! Kamu kira bisa dengan mudah kembali lagi!"
"Tidak! Pergi kamu dari rumahku! Aku akan membatalkan pernikahan kita!"
"Sialaan! Lelaki Br3ngsek!! Pergi kamu!" Tangis Rena meledak. Selama ini ia dibuat kebingung dengan rasa kesal dan kecewa pada Raka.
"Maaf" lelaki itu beranjak dan duduk dipinggir ranjang milik Rena.
"Hah! Maaf! Hah!" Rena hanya bisa men desah kecewa. Bukan kata maaf saja yang Rena butuhkan, tapi penjelasan lebih banyak!
"Seenaknya kamu setelah menikahiku dan kabur! Harusnya kamu jangan kembali!"
Rena jatuh terduduk tangisannya tersedu. Rasanya lega, marah, bingung, sedih, kesal, kecewa dan senang mengaduk menjadi satu.
Raka hanya menatap bagaimana Rena mencurahkan semua rasa marahnya pada Raka. Ia menarik tubuh wanita yang bergetar didepannya. Dan kembali merengkuhnya.
Tangisannya semakin menjadi. Rena memukul dada Raka.
"Jahat kamu! Dasar pembohong! Katanya mau membuatku percaya! Mana? Kamu malah kabur"
"Jahat kamu! Harusnya aku tolak saja sejak awal lamaranmu itu!"
"Maaf ya, maafkan aku! Aku nggak akan banyak alasan, tapi beri aku waktu untuk menjelaskan semuanya, ya?" Ucap Raka menangkup wajah Rena yang penuh air mata.
"Kamu jahat! Pembohong! Jahat! Tega!"
Terus Rena memukul punggung Raka.
"Iya aku salah, maaf ya, aku salah, harusnya aku ajak kamu"
"Maaf ya" berkali Rena terus mengatakan Raka jahat dan Raka akan terus meminta maaf.
Hingga Rena tertidur dan Raka yang menyusulnya tidur.
***
Paginya, Rena terbangun dengan kepala yang pusing. Kemarin ia bermimpi Raka kembali. Menatap samping ranjang yang dingin ternyata ia hanya bermimpi.
Rena masuk kekamar mandi, sarapan yang pedas saja, untuk meredakan rasa pusing. Kemarin ia tertidur dari siang hingga pagi ini, penyebab pusing kepala karena dia terlalu lama tidur.
Rena turun tangga. Ia mendengar suara dari dapur sakral miliknya. Siapa yang berani-beraninya menyentuh dapur keramatnya.
Raka mungkin Davis, ia tahu seberapa menakutkannya Rena jika seujung kuku lelaki itu menyentuhnya.
Mata Rena menjelajah mencari alat bela diri yang kuat. Ia menatap guci mahal hadiah Davis saat pindah rumah.
Rena meraih guci setinggi lengan tangannya dan lebar. Ia membawa guci itu. Melangkah mengendap. Layaknya pencuri. Mengapa ia harus berjingkat macam pencuri begini.
TRANK!
Leha dikejutkan dengan suara benda jatuh yang keras. Ia sudah berada di tangga paling bawah. Dari tempatnya akan bisa terlihat dapur yang menyatu dengan ruang makan dan ruang keluarga.
Ia bisa melihat lelaki tanpa atasan dengan apron memasak sambil bersiul. Apa pencuri itu begitu nyaman dirumahnya, sehingga ia begitu nyaman memasak dan bersenandung tak lupa juga berjoget?
Ini tak bisa dibiarkan! Rena melangkah dan akan menghantamkan guci itu pada sang pencuri. Saat pencuri itu berbalik mata kedua nya menatap satu sama lain. Melebar.
"Ra-Raka?"
"Sayang? Kamu kenapa bawa-bawa guci ini?" Raka Delino. Ia mengambil paksa Guci yang pas berada pada wajahnya.
Lelaki itu meletakkan guci itu pada island. "Sejak kapan kami disini?"
"Tadi subuh, penebanganku agak delay harusnya kemarin malam aku sudah bersamamu,"
"Jadi tadi itu bukan mimpi?" Rena bermonolog.
"Sayang ayo kita sarapan, tortilla dengan suiran daging pedas. Ini enak sekali sayang, dan ini untukmu" Raka mengulurkan sepiring untuk Rena. Berisi 6 potong tortilla mini juga cocolannya saus bawang putih.
Rena meneguk salivanya. Menu makan malamnya sangat mengiurkan terlihat lelehan keju diatasnya.
Rena menyeret kursi tinggi didekatnya. Ia harus mengisi dulu perutnya. Mengumpulkan tenaga untuk mengomel panjang.
Ia mengambil satu. Hangat ia cocolkan pada sausnya. Dan gigitan pertama, alpukat yang terkena saus daging pedas, ditambah saus bawang putih juga lelehan keju dan kriuk dari tortilla membuat lidahnya bergoyang.
Bibirnya seketika tersenyum lebar. Menandakan kesempurnaan dari rasa yang berada di mulutnya. Asin, asam, gurih berpadu indah. Ada rasa manis yang tersembunyi dari jagung. Benar-benar
"Enak bangeeeett"
"Iya masakanmu emang bestlah! Setelah ini aku akan memberimu sesuatu."
Raka menatap Rena meminta persetujuan wanita itu meminta waktunya. Rena menatap jam dinding. Ia terkejut. Sudah pukul 7. Ia mendorong pirony yang baru wanita itu makan sedikit.
"Siaall! Aku telat."
"Telat? Kau ada janji? Pagi-pagi begini?" Rena telah naik ke kamarnya ia masuk kamar mandi dan mandi bebek adalah solusinya.
Rena telah keluar kamar mandi dengan rambut basah. Ia langsung ke arah lemari pakaian dan saat akan membuka handuknya.
Ia melirik Raka yang terus menatapnya. Ah sudahlah, mereka sudah suami istri. Dan dengan cepat dan kikuk karena pandangan Raka tak lepas darinya Rena mengenakan setelah kerjanya.
Raka terus memandang sang istri lekat. Kulit seputih susu, rasanya Raka tidak sabar untuk menjamahnya. Seminggu setelah menikah harus terbang ke Amerika mendadak.
Raka melewatkan malam pertama nya. Kekikukan sang istri membuat wanita itu terlihat menggemaskan dimata Raka.
Ia ingin sekali menggigit pipi tembam yang memerah itu. Merahnya hingga ke telinga. Raka menikmati pandangan didepannya.
Raka menatap lurus. Pandangannya tajam sesekali Rena menggulirkan matanya menatap mata Raka. Rena hanya bisa berpaling dengan melipat bibirnya. Malu. Tentu saja. Mereka dua orang yang baru menikah. Lalu secara langsung Rena memperlihatkan tubuhnya.
Jangan dipikirkan!
Jangan dipikirkan!
Rena menggeleng kepalanya. Ia harus fokus, agat tidak terlambat.
Mengeringkan rambut perlu beberapa waktu. Menyisir dengan catokan menjadi satu. Alat yang sangat berguna. Pikirnya.
Mengenakan dandanan tipis dengan fokus pada bibirnya agar tak terlihat pucat.
Rena memilih puluhan sepatu yang berjejer indah di rak sepatunya. Ia mengambil heels yang akan membuat kakinya semakin je jang apalagi di balut rok pensil yang seksi. Tubuhnya terbentuk namun enak dilihat tidak terlalu menyakiti mata.
Blouse krem berbahan silk tanpa lengan dipadu dengan blazer hitam tampak menawan. Rambut hitam lurus sebahu sangat cocok dengan gaya pakaian apapun itu.
Blazernya ia gantungkan di lengannya. Rena keluar kamar menuju dapur. Di tatap seperti itu oleh sang Suami. Dadanya berdebar kencang. Ia perlu air es.
Membuka kulkas Rena menenggak air esnya. Lalu mengambil buah apel kemudian memakannya.
Debaran jantungnya belum mereda saat ia merasakan tangan kekar merambat pada pinggangnya.
"Kamu mau kemana?" Bisikan menggoda Raka tepat ditelinga Rena.
"A-aku mau k-kerja" ucapnya terbata, Raka senhan jahil meniup-niup halus kuping Rena membuat wanita itu gelagapan.
"Kita masih cuti sayang, kamu lupa?" Rena hanya menggeleng pelan. Merasakan sekujur tubuhnya meremanh. Raka mengecupi kulit bahunya yang telan jang.
Gelenyar aneh menjalar dan membuat tubuh Rena panas. Raka membalik tubuh sang istri.
"Boleh aku minta hakku sekarang, boleh?" Bibir Rena terbuka, Raka segamblang itu padanya.
"Boleh" jawab lelaki itu sendiri. Lalu menyerang bibir terbuka Rena yang sensual. Me ***** yang awalnya hanya kecupan ringan. Mata Rena berkabut. Mulutnya semakin terbuka.
Rena ingin lebih. Dan tidak lagi sungkan juga kesal Raka yang mengulur banyak waktunya. Rena menarik tengkuk Raka dan mencium dengan hebat. Dan disambut dengan hebat pula oleh Raka.
Pergumulan bibir mereka memanas. Bahkan tangan Raka menarik pinggang Rena untuk merasakan sesuatu yang twrbangun di bawah sana.
Lalu Raka mengangkat tubuh Rena untuk duduk di island. Dan Raka terus menginvasi bibir Rena.
"Hmnn … " lenguh Rena.
Raka menggendong Rena dan mereka masih berciuman dan naik kembali ke kamar Rena. Mereka bergumul hingga sore menjelang.
Makan malam mereka masih memiliki sup daging dan Raka sedari tadi melayani Rena dengan manis. Raka memasak mash potato. Untuk pendamping sup daging.
Mereka makan malam dengan perasaan bahagia hingga Raka menyodorkan sebuah kardus kotak pada Rena.
"Ini" Senyum manis masih tercetak pada wajah Raka.
"Apa itu?" Rena senyumannya merekah indah, ia membersihkan bibirnya dan meraih kotak persegi panjang itu. Ia membaca, lalu dengan perlahan senyum merekah miliknya menyurut.
"Aku ingin menunda" ucap Raka yang menatap dengan senyuman lebarnya. Entah mengapa hati Rena terasa tersengat.
"Aku ingin kita pacaran dulu" ucapnya tanpa menghilangkan senyumannya.
"Bolehkan?" Berbanding dengan Rena yang membalas senyuman sumringah Raka dengan senyuman kecutnya.
"Minumlah" Raka menyodorkan gelas berisi air putih. Hatinya tak enak. Tapi layaknya kerbau yang dicucuk hidungnya. Rena menurut.
Ia meneguk pil yang sejenak ia pandangi ditangannya.
"Minumlah." Tatapannya kosong. Rena menenggak pil anti kehamilan itu.
Rasanya pil itu berubah menjadi kerikil tajam yang mengoyak tenggorokan, hati dan harga dirinya. Elusan tangan Raka terasa seperti silet.
Senyuman lebar masih tercetak dalam wajah lelakinya.
"Kembalilah makan." Rena seakan buta atau sengaja buta pada apa yang ia lihat. Seringaian puas Raka.
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments