Raka tetap menampakkan senyumannya. Namun tak jarang ia mengabaikan Rena. Setelah kejadian dengan pil penunda kehamilan yang suaminya berikan, Rena tidak bisa tidur. Di otaknya terus timbul banyak tanya.
Ada lega juga kecewa. Lega karena memang Rena belum siap jika harus ada janin yang tumbuh dalam rahimnya. Kecewa entah mengapa Rena merasakan kekecewaan itu.
Bangun di pagi hari, Tak Rena temukan suaminya di sebelahnya. Apa ia telah bangun lebih dulu sebelum dirinya?
Rena turun kebawah. Ia tak melihat tanda-tanda kehidupan di sana. Ia mencari keberadaan suaminya itu. Mengintip ke garasi ia tak menemukan mobil sang suami.
Apa suaminya sudah berangkat bekerja dan tidak membangunkan dirinya. Ia melihat jam dinding, masih pukul 6 pagi.
Rena menyiapkan sarapan saat membuka lemari es, ia melihat note dari sang suami. Benar. Raka telah berangkat bekerja dan mengurusi masalah perusahaannya. Dan telah membuatkan sarapan untuk Rena.
Sudut bibir Rena tertarik ke atas. Ia meraih piring dengan dua buah roti lapis. Dan melahapnya. Sarapan buatan suaminya.
Eh, bukannya ini pekerjaannya. Ia harus bertanya pada Raka jam berapa besok lelaki itu bekerja, ia ingin gantian membuatkan mereka sarapan.
Hubungan mereka masih baru setidaknya ini upaya Rena mengusahakan agar pernikahannya berjalan kedepan.
Langkah kakinya menggema di lorong perusahaan Ibrahim Crop. Membuka tab dan melihat jadwal yang sudah ia siapkan.
Sebelumnya ia telah mengabari Raka kalau ia telah sampai kantor, sama halnya Raka yang juga mengirimi Rena pesan. Pun dengan rasa terima kasihnya untuk sarapan yang dibuat oleh PakSu, nama ID Raka dalam ponsel Rena.
Seperti biasa Rena meminta OB untuk menyiapkan kopi untuk sang atasan. Rena sudah berada di mejanya. Meletakkan yas tangannya. Tak lama lift yang berada di hadapannya terbuka. Pria paruh baya dan wanita paruh baya yang terlihat serasi.
"Selamat Pagi Tuan dan Nyonya Ibrahim"
Sapa khas Rena. Profesional.
"Kamu ini, udah nggak usah sok profesional" Nami menghampiri Rena.
"Bagaimana bulan madu mu di Amerika?"
Senyum hangat Rena menyurut, namun hanya sekilas, lalu kembali berbinar. Rena sangat pintar berakting.
"Luar biasa" ucap Rena berbisik. Nami melihat wanita di depannya yang sudah ia anggap anak itu tersenyum hangat melihat rona pasa pipi Rena.
"Harusnya kau jadi menantuku"
"Bun!" Tegur Ibrahim pada sang istri.
Mulutnya mengerucut, Rena hanya terkekeh melihat kelakuan Nami yang semanja itu didepannya. Ia merasa sangat disayang oleh wanita didepannya ini.
"Gimana dong Bun, Bamg Isak kurang gercep" Rena mengikuti keduanya masuk ke ruangan Ibrahim.
"Auh!"
"Kurang gercep gimana? Orang kamunya yang nggak mau" seloroh Nami menjitak kepala Rena gemas. Rena kembali terkekeh ia mengelus kepalanya. Pelukan hangat Rena dapatkan.
"Nak Bunda udah nikah, jadi waktunya dengan Bunda berkurang,"
Ada sorot kesedihan disana. Rena merasakan limpahan kasih sayang dari Nami. Ia hanya istri atasannya.
Sangat berbeda dengan sang ibu kandung yang terlalu cuek atau bahkan tidak menghiraukan dirinya.
"Kosongkan jadwal, Bunda akan mengundang kamu dan suamimu makan malam bersama" ucap Nami.
"Kami sudah kerumah orang tuamu?"
Rena menggeleng. Ia lupa jika ada tradisi menyambangi rumah pengantin satu persatu setelah menikah.
"Ajak Raka ke rumah orang tuamu dulu minggu ini, dan minggu depannya ke rumah Bunda gimana?"
"Oke, siap Bun,"
Rena segera mengambil tabletnya, ia membacakan jadwal Ibrahim, tak terasa makan siang tiba. Rena menelpon Wila.
"Ma, Sabtu depan Rena sama Raka akan ke rumah,"
"Okey"
Canggung sang Ibu tidak menanyakan kabarnya.
"Mama apa kabar?" Sangat basa basi. Tapi Rena telah berusaha.
"Udah ya mama sedang sibuk ini!" Ucap Wila yang merasa terganggu.
"Mama dimana?"
"Di salon, salon, udah dulu Rena" terdengar suara mesin dari seberang. Entah alat apa yang ibunya pakai untuk mempertahankan kecantikannya.
"Maa, Rena mau kerumah sabtu nanti" kembali Rena mengingatkan ibunya.
"Iya Mama inget! Kamu kira Mama sudah pikun apa? Udah Mama sibuk ini!"
Sambungan terputus, Rena meringis dengan menatap layar ponselnya yang telah menggelap.
Menarik nafas dalam, Rena kembali menggulir jarinya dan melihat pesannya belum dibaca Raka. Ia mengabarkan jika sabtu depan Mereka akan ke rumahnya.
***
Hari sabtu pun datang, Raka mengatakan kalau ia ada jadwal meeting sangat penting dan tidak bisa ditinggal, Rena bisa pergi lebih dulu, nanti jika meetingnya selesai Raka akan menyusul.
Rena datang kerumah orang tuanya. Tidak asa sambutan apapun. Dan Rena memang tidak mengharapkannya.
"Kamu pulang?" Sang Papa, menengok, lelaki patuh baya itu, sibuk dengan tabnya, dan ia hanya melirik sekilas pada Rena.
Rena mengulurkan tangan, ia salim dengan sang Ayah. "Iya Pa, Mama mana?"
"Mamamu dia ke singapura dengan teman-temannya"
Rena menghela nafas kasar. Ini alasan mengapa Rena mengingatkan Wila saat beberapa hari lalu Rena menghubungi akan datang kerumahnya.
"Mana suamimu?"
"Nanti menyusul." Apa ia bilang saja pada Raka tidak usah menyusul, karena percuma juga. Tapi Rena datang dengan taksi tadi.
Rena memutuskan untuk menunggu sang suami, setidaknya masih ada Papanya.
"Pa, Rena kekamar dulu ya"
"Hmm … "
Rena melangkah lesu. Rumah ini sangat dingin baginya. Dan Rena tak suka. Lebih baik ia kembali ke apartemennya saja. Setidaknya lebih terlihat manusiawi.
Rena merebahkan dirinya, ia sibuk menatap satu nomor dengan ID PakSu. Apa ia telepon saja, dan mengatakan pada Raka tidak usah datang. Kembali Rena berpikir untuk kembali ke apartemennya.
Pinti terbuka. Davis menghambur pada adiknya itu.
"Kamu pulang nggak bilang-bilang! Gimana Amerika"
Davis orang kelima yang menyinggung masalah Amerika. Mengapa semuannya menganggap ia dan Raka ke Amerika.
"Menyenangkan, lagi pula mengapa semua bertanya sih?"
"Yah apalagi pertanyaan yang akan pengantin baru dapatkan jika tidak mengenai malam pertama dan acara bulan madu kalian, Mama saja sampai kegirangan saat Raka memberitahu kalian akan langsung berbulan madu ke Amerika, untuk ke tempat keluarga lelaki itu berada" Tanya Davis cepat. Ia layaknya rapper karena terlalu semangat ingin mendengar cerita sang Adik.
"Hah apa abang?" Davis terkekeh, melihat wajah bingung adiknya itu. Tangannya terulur, dan mengelus kepala adiknya dengan sayang. Ia sangat menyayangi Rena.
"Sudah ayo turun kita makan malam dulu"
Davis dengan tampang berbinar menarik tangan Rena. Namun sebaliknya wajah Rena seakan mendengar berita duka. Keruh dan bingung.
Apa ia tidak salah dengar, Raka mengatakan jika ia ke Amerika mendadak, lelaki itu sampai melupakan segalanya. Bahkan ia hanya membawa tubuhnya. Dan tentu melupakan Leha.
Tapi tadi sang Abang mengatakan jika Raka mengatakan akan membawanya ke Amerika berbulan madu. Ah dia pasti salah dengar tadi. Rena meyakini ia salah dengar omongan Davis.
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments